TEMBAKAU DI NUSANTARA
Terdapat dua pendapat yang saling bertolak belakang terkait keberadaan tembakau dan pemanfaatannya sebagai produk konsumsi di negeri ini. Pendapat pertama mengatakan komoditas tembakau tumbuh alamiah di negeri ini. Pada mulanya ia dimanfaatkan sebagai salah satu elemen yang mendampingi sirih, pinang, kapur, dan gambir untuk dikonsumsi dengan cara dikunyah. Lantas setelahnya tembakau juga dimanfaatkan dengan cara dikeringkan kemudian dilinting hingga membentuk kerucut tak sempurna, lalu salah satu sisinya dibakar dan sisi lain digunakan untuk mengisap hasil pembakaran.
Pendapat lainnya mengatakan bahwa tembakau bukan produk asli Nusantara. Ia dibawa ke Nusantara oleh mereka yang datang ke Nusantara yang sebelumnya telah mengonsumsi tembakau. Persamaan dari dua pendapat yang ada, mula-mula tembakau dikonsumsi sebagai teman sirih, pinang, kapur dan gambir dalam ramuan yang dikunyah, bukan dalam bentuk rokok yang dibakar dan diisap.
Selanjutnya para akademisi dan pemerhati komoditas tembakau cenderung pada pendapat yang kedua. Mereka beranggapan pendapat pertama lemah dan cenderung bisa diabaikan. Akan tetapi, permasalahan belum selesai sampai di sini. Perdebatan lanjutan terjadi terkait siapa yang mula-mula membawa dan mengenalkan tembakau ke Nusantara. Ada yang bilang penjelajah Cinalah yang mengenalkan tembakau ke Nusantara, ada yang bilang Portugis, ada yang berpendapat Spanyol, dan tentu saja ada yang berpendapat Belandalah yang mengenalkan tembakau ke Nusantara.
Seorang sinolog bernama Prof. G. Schlegel, dirunut dari penamaan tembakau yang digunakan di Nusantara, orang-orang Portugislah yang membawa dan mengenalkan tembakau ke penduduk Nusantara. Istilah tembakau lebih dekat dengan tabaco atau tumbaco dalam bahasa Protugis untuk menyebut komoditas yang kini begitu populer sebagai bahan dasar produk rokok.
Pendapat lain berkata, tembakau dibawa dan dikenalkan kepada warga Nusantara oleh Belanda. Thomas Stamford Raffles lah yang mengemukakan pendapat ini. Dalam buku yang ia tulis berjudul ‘The History of Java’ ia mengemukakan pendapat itu. Menurut Raffles, tembakau dibawa dan dikenalkan kepada warga Nusantara oleh Belanda sekitar tahun 1601.
Pendapat Raffles tentang tahun masuknya tembakau ke Nusantara ini diperkuat oleh pendapat De Candolle yang dikutip oleh Van Der Reijden dalam bukunya yang berjudul ‘Rapport Betreffende Eene Gehouden Enquete Naar De Arbeids Toestanden In De Industrie Van Strootjes En Inheemsche Sigaretten Op Java’. Menurut De Condolle yang dikutip dalam buku berjudul panjang sekali itu, tanaman tembakau telah dibawa ke Pulau Jawa sekitar tahun 1600. Perbedaan di antara keduanya, bangsa mana yang membawa tembakau ke Nusantara. Jika Raffles berpendapat Belandalah yang membawa tembakau ke Nusantara, De Condolle berpendapat Portugislah yang membawanya ke sini.
Perkiraan tahun masuknya tembakau ke Nusantara dan dimanfaatkan untuk konsumsi dalam bentuk rokok yang diisap pada periode awal 1600an, diperkuat oleh keterangan dalam naskah berbahasa Jawa berjudul Babad Ing Sangkala. Dalam naskah ini terdapat keterangan bahwa tembakau telah masuk ke Pulau Jawa dan dikonsumsi dalam bentuk rokok yang diisap bersamaan dengan wafatnya Panembahan Senapati, Bapak dari Sultan Agung.
Teks yang menerangkan itu tertulis:
Kala seda Panembahan syargi ing Kajenar pan anunggal warsa purwa sata sawiyose milaning wong ngaudud. (Artinya: Waktu mendiang Panembahan meninggal di Gedung Kuning adalah bersamaan tahunnya dengan mulai munculnya tembakau setelah itu mulailah orang merokok).
Penulis naskah Babad Ing Sangkala memperingati kedua peristiwa tersebut dengan candra sengkala Gni Mati Tumibeng Siti yang berarti tahun 1523 Saka atau tahun 1601-1602 Masehi. Akan tetapi naskah ini tidak menuliskan siapa yang membawa dan mengenalkan tembakau kepada penduduk Nusantara. Apakah Portugis, atau Belanda? Tidak ada keterangan di dalamnya.
Tidak berselang terlalu lama setelah keterangan awal mula tembakau masuk Nusantara, pada 1626, tembakau sudah mulai umum dikonsumsi sebagai produk rokok yang diisap. Pada tahun itu pula VOC mengeluarkan undang-undang impor dan penjualan tembakau di Nusantara. Setelah fase impor tersebut, Nusantara lantas menjelma menjadi salah satu penghasil tembakau terbaik di dunia dan produk tembakau mulai diekspor ke luar Nusantara oleh VOC kemudian dilanjutkan oleh Belanda usai keruntuhan VOC.
Sumber : Fawaz Al Batawy
Referensi:
Hikayat Kretek, Amen Budiman dan Onghokham, KPG, Cetakan Pertama, April 2016.
Copas : https://www.facebook.com/mei.a.wintolo
Terdapat dua pendapat yang saling bertolak belakang terkait keberadaan tembakau dan pemanfaatannya sebagai produk konsumsi di negeri ini. Pendapat pertama mengatakan komoditas tembakau tumbuh alamiah di negeri ini. Pada mulanya ia dimanfaatkan sebagai salah satu elemen yang mendampingi sirih, pinang, kapur, dan gambir untuk dikonsumsi dengan cara dikunyah. Lantas setelahnya tembakau juga dimanfaatkan dengan cara dikeringkan kemudian dilinting hingga membentuk kerucut tak sempurna, lalu salah satu sisinya dibakar dan sisi lain digunakan untuk mengisap hasil pembakaran.
Pendapat lainnya mengatakan bahwa tembakau bukan produk asli Nusantara. Ia dibawa ke Nusantara oleh mereka yang datang ke Nusantara yang sebelumnya telah mengonsumsi tembakau. Persamaan dari dua pendapat yang ada, mula-mula tembakau dikonsumsi sebagai teman sirih, pinang, kapur dan gambir dalam ramuan yang dikunyah, bukan dalam bentuk rokok yang dibakar dan diisap.
Selanjutnya para akademisi dan pemerhati komoditas tembakau cenderung pada pendapat yang kedua. Mereka beranggapan pendapat pertama lemah dan cenderung bisa diabaikan. Akan tetapi, permasalahan belum selesai sampai di sini. Perdebatan lanjutan terjadi terkait siapa yang mula-mula membawa dan mengenalkan tembakau ke Nusantara. Ada yang bilang penjelajah Cinalah yang mengenalkan tembakau ke Nusantara, ada yang bilang Portugis, ada yang berpendapat Spanyol, dan tentu saja ada yang berpendapat Belandalah yang mengenalkan tembakau ke Nusantara.
Seorang sinolog bernama Prof. G. Schlegel, dirunut dari penamaan tembakau yang digunakan di Nusantara, orang-orang Portugislah yang membawa dan mengenalkan tembakau ke penduduk Nusantara. Istilah tembakau lebih dekat dengan tabaco atau tumbaco dalam bahasa Protugis untuk menyebut komoditas yang kini begitu populer sebagai bahan dasar produk rokok.
Pendapat lain berkata, tembakau dibawa dan dikenalkan kepada warga Nusantara oleh Belanda. Thomas Stamford Raffles lah yang mengemukakan pendapat ini. Dalam buku yang ia tulis berjudul ‘The History of Java’ ia mengemukakan pendapat itu. Menurut Raffles, tembakau dibawa dan dikenalkan kepada warga Nusantara oleh Belanda sekitar tahun 1601.
Pendapat Raffles tentang tahun masuknya tembakau ke Nusantara ini diperkuat oleh pendapat De Candolle yang dikutip oleh Van Der Reijden dalam bukunya yang berjudul ‘Rapport Betreffende Eene Gehouden Enquete Naar De Arbeids Toestanden In De Industrie Van Strootjes En Inheemsche Sigaretten Op Java’. Menurut De Condolle yang dikutip dalam buku berjudul panjang sekali itu, tanaman tembakau telah dibawa ke Pulau Jawa sekitar tahun 1600. Perbedaan di antara keduanya, bangsa mana yang membawa tembakau ke Nusantara. Jika Raffles berpendapat Belandalah yang membawa tembakau ke Nusantara, De Condolle berpendapat Portugislah yang membawanya ke sini.
Perkiraan tahun masuknya tembakau ke Nusantara dan dimanfaatkan untuk konsumsi dalam bentuk rokok yang diisap pada periode awal 1600an, diperkuat oleh keterangan dalam naskah berbahasa Jawa berjudul Babad Ing Sangkala. Dalam naskah ini terdapat keterangan bahwa tembakau telah masuk ke Pulau Jawa dan dikonsumsi dalam bentuk rokok yang diisap bersamaan dengan wafatnya Panembahan Senapati, Bapak dari Sultan Agung.
Teks yang menerangkan itu tertulis:
Kala seda Panembahan syargi ing Kajenar pan anunggal warsa purwa sata sawiyose milaning wong ngaudud. (Artinya: Waktu mendiang Panembahan meninggal di Gedung Kuning adalah bersamaan tahunnya dengan mulai munculnya tembakau setelah itu mulailah orang merokok).
Penulis naskah Babad Ing Sangkala memperingati kedua peristiwa tersebut dengan candra sengkala Gni Mati Tumibeng Siti yang berarti tahun 1523 Saka atau tahun 1601-1602 Masehi. Akan tetapi naskah ini tidak menuliskan siapa yang membawa dan mengenalkan tembakau kepada penduduk Nusantara. Apakah Portugis, atau Belanda? Tidak ada keterangan di dalamnya.
Tidak berselang terlalu lama setelah keterangan awal mula tembakau masuk Nusantara, pada 1626, tembakau sudah mulai umum dikonsumsi sebagai produk rokok yang diisap. Pada tahun itu pula VOC mengeluarkan undang-undang impor dan penjualan tembakau di Nusantara. Setelah fase impor tersebut, Nusantara lantas menjelma menjadi salah satu penghasil tembakau terbaik di dunia dan produk tembakau mulai diekspor ke luar Nusantara oleh VOC kemudian dilanjutkan oleh Belanda usai keruntuhan VOC.
Sumber : Fawaz Al Batawy
Referensi:
Hikayat Kretek, Amen Budiman dan Onghokham, KPG, Cetakan Pertama, April 2016.
Copas : https://www.facebook.com/mei.a.wintolo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar