Jumat, 10 Juli 2020

Sejarah Magetan

SEJARAH KABUPATEN MAGETAN

Oleh : Dr. Purwadi, M.Hum. Ketua Lembaga Olah Kajian Nusantara
LOKANTARA

A. Asal Usul Berdirinya Kabupaten Magetan pada Jaman Keemasan

Berdirinya kabupaten Magetan terjadi pada jaman pemerintahan Kanjeng Sinuwun Sri Susuhunan Amangkurat Tegal Arum. Beliau memerintah kerajaan Mataram tahun 1645 – 1677. Raja keempat kraton Mataram ini terkenal sebagai narendra gung binathara, mbahu dhendha nyakrawati, ber budi bawa laksana, hambeg adil paramarta, memayu hayuning bawana.

Kerajaan Mataram mempunyai penasihat agung bernama Ki Ageng Mageti. Sinuwun Amangkurat Tegal Arum sangat menghormati Ki Ageng Mageti yang tinggal di Kademangan Gandong Kidul Mandragiri, kaki gunung Lawu. Ki Ageng Mageti masih keturunan Empu Sedah, pujangga kraton Daha Kediri. Brahmana linuwih ini gemar melakukan lara lapa tapa brata, mahas ing ngasepi, manjing wana wasa, tumuruning jurang curi. Sedhakep saluku tunggal, sajuga kang sinidhikara. Megeng napas mbendung swara, miturut satataning panembah jati.

Padepokan Mondrogiri yang diasuh Ki Ageng Mageti mendidik putra-putri bangsawan Mataram. Juga keluarga bupati Bang Wetan, Bang Kulon dan Pesisir. Gusti Raden Mas Rahmat adalah putra sulung Sinuwun Amangkurat Tegal Arum. Kelak Gusti Raden Mas Rahmat menjadi Raja Mataram dengan gelar Sinuwun Amangkurat Amral. Raja Mataram kelima ini berkuasa tahun 1677 – 1703. Sejak kecil hidup bersama Pangeran Pekik, Bupati Surabaya. Raden Rahmat dididik oleh Ki Ageng Mageti selama 2 tahun.

Pengelola Padepokan Mondrogiri memiliki putri cantik jelita. Putri kang sulistya ing warna. Bebasan sugih rupa kurang candra. Putri Ki Ageng Mageti ini bernama Sedah Mirah Windari. Pemilik nama yang bagus ini boleh dikatakan mustikane putri tetunggule widodari. Wanita wani mranata. Sedah Mirah Windari memang pintar cekatan, trampil, lincah, ramah tamah, pemurah, luhur ing budi.

Patih Nrangkusumo adalah Perdana Mentri Mataram. Bersahabat dengan Kepala Pelabuhan Tanjung Emas Semarang. Yakni Tumenggung Basah Suryaningrat. Rekyana Patih Nrangkusumo berasal dari Njelok Bulukerto Mondrogiri. Sebagai pembesar kerajaan Mataram, Patih Nrangkusumo berhubungan erat dengan Ki Ageng Mageti. Atas usul Patih Nrangkusumo ini Ki Ageng Mageti besanan dengan Tumenggung Basah Suryoningrat. Sedah Mirah Windari menikah dengan Basah Gondokusumo.

Upacara pernikahan Sedah Mirah Windari dengan Raden Mas Basah Gondokusumo berlangsung tanggal 16 Juli 1672. Berkenan hadir Kanjeng Sinuwun Amangkurat Tegal Arum, Pangeran Pekik, Ratu Pandansari, Kanjeng Ratu Wiratsari, Raden Mas Rahmat, Raden Mas Drajad, juga perwakilan dari trah Jenggala, Daha, Panjalu, Demak, Pati, Jepara, Tegal dan Madiun. Mereka memberi doa restu kepada kedua mempelai, agar menjadi keluarga yang guyub rukun, atut runtut pindha mimi lan mintuna.

Ki Ageng Mageti merasa berbahagia. Beliau mengucapkan terima kasih kepada Rekyana Patih Nrangkusumo selaku ketua panitia mantenan. Hidangan mengalir deras. Suguhan mbanyu mili. Pahargyan berlangsung tiga hari tiga malam. Pada siang hari pentas rombongan seni reyog Ponorogo. Malam hari digelar seni wayang purwa. Lakonnya serial Parta Krama.

Raden Mas Basah Gondokusumo diberi tugas untuk mengelola padepokan Mondrogiri di Gondang Kidul. Pada tahun 1673 Ki Ageng Mageti surud ing kasedan jati, manjing ing tepet suci, mapan ing swargaloka. Jasa Ki Ageng Mageti bagi masyarakat sangat besar. Patih Nrangkusumo mengusulkan kepada raja Mataram, agar daerah Mondrogiri diberi status setingkat kabupaten otonom. Sinuwun Amangkurat Tegal Arum setuju sekali. Maka kademangan Mondrogiri ditetapkan sebagai kabupaten Magetan. Terhitung tanggal 12 Oktober 1674.

Pimpinan Kabupaten Magetan diserahkan kepada Raden Mas Basah Gondokusumo. Nama pejabat Bupati Magetan pertama ini bergelar Kanjeng Raden Tumenggung Adipati Yosonagoro. KRTA Yosonagoro memimpin kabupaten Magetan dengan arif bijaksana. Ajaran Ki Ageng Mageti. Kata Magetan adalah kata dasar Mageti. Tanah dan wilayah milik Mageti dinamakan Magetan.

Demi kelancaran jalannya pemerintahan Kabupaten Magetan, Adipati Yosonagoro dibantu oleh seorang Sekretaris Daerah. Namanya Ki Ageng Getas. Beliau berasal dari Wirosari Grobogan. Ki Ageng Getas masih keturunan Ki Ageng Getas Pendowo. Beliau ahli birokrasi dan tata praja. Di samping itu Ki Ageng Getas kerap lelaku di Gunung Lawu, Gunung Jabolatang, Gunung Kukusan, Gunung Kendil dan Gunung Sidoramping. Pada saat bulan purnama Ki Ageng Getas tapa ngeli di Kali Gandong.

Masyarakat kabupaten Magetan merasa beruntung memiliki pepundhen Ki Ageng Mageti. Rasa hormat juga buat Sedah Mirah Windari yang setia mendampingi Bupati Yosonagoro. Pada tanggal 12 Oktober 1675 dibangun prasasti dengan tetenger candrasangkala Manunggaling Roso Suko Hambangun. Kabupaten Magetan semakin arum kuncara ngejayeng jagad raya.

 
B. Para Bupati Magetan Pelopor Kejayaan Mulia

1. KRT Yosonagoro  1675 – 1686
Dilantik pada masa pemerintahan Amangkurat Tegal Arum, raja kraton Mataram.

2. KRT Tirtokusumo 1686 – 1704
Dilantik pada masa pemerintahan Amangkurat Amral, raja kraton Mataram.

3. KRT Mangunrono 1704 – 1720
Dilantik pada masa pemerintahan Amangkurat Emas, raja kraton Mataram.

4. KRT Citrodiwiryo 1720 – 1739
Dilantik pada masa pemerintahan Amangkurat Jawi, raja kraton Mataram.

5. Adipati Sumoningrat  1739 – 1760
Dilantik pada masa pemerintahan Sinuwun Paku Buwono II, raja kraton Mataram.

6. Adipati Purwodiningrat  1760 – 1790
Dilantik pada masa pemerintahan Sinuwun Paku Buwono III, raja kraton Surakarta Hadiningrat.

7. Adipati Sosrodipuro 1790 – 1825
Dilantik pada masa pemerintahan Sinuwun Paku Buwono IV, raja kraton Surakarta Hadiningrat.

8. Adipati Sosrowinoto 1825 – 1837
Dilantik pada masa pemerintahan Sinuwun Paku Buwono VI, raja kraton Surakarta Hadiningrat.

9. Adipati Kartonagoro 1737 – 1852
Dilantik pada masa pemerintahan Sinuwun Paku Buwono VII, raja kraton Surakarta Hadiningrat.

10. Adipati Surohadiningrat  1852 – 1887
Dilantik pada masa pemerintahan Sinuwun Paku Buwono VII, raja kraton Surakarta Hadiningrat.

11. Tumenggung Adiwinoto 1887 – 1912
Dilantik pada masa pemerintahan Sinuwun Paku Buwono IX, raja kraton Surakarta Hadiningrat.

12. Tumenggung Kartonagoro 1912 – 1913
Dilantik pada masa pemerintahan Sinuwun Paku Buwono X, raja kraton Surakarta Hadiningrat.

13. Tumenggung Surohadinagoro 1913 – 1938
Dilantik pada masa pemerintahan Sinuwun Paku Buwono X, raja kraton Surakarta Hadiningrat.

14. Tumenggung Arjohadinegoro 1938 – 1939
Dilantik pada masa pemerintahan Sinuwun Paku Buwono X, raja kraton Surakarta Hadiningrat.

15. Tumenggung Suryo 1939 – 1943
Dilantik pada masa pemerintahan Sinuwun Paku Buwono XI, raja kraton Surakarta Hadiningrat.

16. Tumenggung Tjokrodiprojo 1943 – 1945
Dilantik pada masa pemerintahan Sinuwun Paku Buwono XI, raja kraton Surakarta Hadiningrat.

17. Dr. Sayidiman  1945 – 1946
Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Soekarno.

18. Sudibyo  1946 – 1949
Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Soekarno.

19. Kodrat Samadikun 1949 – 1950
Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Soekarno.

20. Mas Soeharjo 1950 – 1951
Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Soekarno.

21. Mas Sirahturahmi 1951 – 1952
Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Soekarno.

22. Machmud Notonindito 1952 – 1960
Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Soekarno.

23. Subandi Sastrosoetomo 1960 – 1965
Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Soekarno.

24. Moch. Dirdjowinoto  1965 – 1968
Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Soekarno.

25. Boediman 1968 – 1973
Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Soeharto.

26. Letkol Djajadi 1973 – 1978
Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Soeharto.

27. Bambang Kusbandono  1978 – 1983
Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Soeharto.

28. Drg. Moh Sihabudin  1983 – 1988
Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Soeharto.

29. Soedharmono   1988 – 1998
Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Soeharto.

30. Soenarto  1998 – 2003
Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Soeharto.

31. Saleh Mulyono 2003 – 2008
Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Megawati.

32. Drs. Sumantri Noto Adinagoro 2008 – 2018
Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

33. Dr. Suprawoto, M.Si  2018 – 2023
Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo.


Gunung Lawu

Gunung Lawu katon biru
Medhunge putih memplak mayungi jurang pereng
Angrembuyung wit witane
Sumilir angin gunung manuke pating cruwit
Pancure kemricik banyune
Tlagane kebak lukir banyune kinclong-kinclong
Banyu angileni tegalan pesawahan

Gunung Lawu papan wisata Girimulya kaline tiban
Cemorokandang cemorosewu Sarangan telagane indah
Tawangmangu Grojogan Sewu Pringgondani Pancuran Pitu
Hargo Dalem neng pucuk gunung Hargo Dumilah Junggring Salaka


Kae Gunung Lawu sinawang katon biru
Sajake isih turu swarane manuk podhang
Gumontang neng epang ngoceh swarane gandhang
Sinelan unine prenjak sarta branjangan
Nanging Gunung Lawu ra rumangsa kaganggu

E e Gunung Lawu yen Minggu akeh tamu
Menyang grojogan sewu sarta nyang Balekambang
Leledhang neng taman lungguh pinggir blumbang
Sinambi mriksani endahe sesawangan
Taman Balekambang nyata endah sinawang
 
Gunung Lawu menjadi tempat sakral bagi Kraton Surakarta. Di sini dipercaya bahwa Prabu Brawijaya muksa. Setiap tahun Sinuwun Paku Buwana XIII selalu melakukan upacara ritual di puncak Gunung Lawu. Di sana telah bertapa Sunan Lawu. Suasana Gunung Lawu memang amat magis.

Bagi masyarakat Jawa Gunung Lawu sangat penting bagi keselarasan alam. Gunung Lawu yang mrebawani agung memberi pelajaran kepada masyarakat Magetan. Ulat patrap pangucap harus selaras serasi seimbang. Kabupaten Magetan dengan Telaga Sarangan merupakan simbol tirta perwita sari.  Bahwa ngelmu kasampurnan itu diperoleh dengan mesu budi. Aji wungkal bener bahwa kehidupan ini merupakan batu pengasah kebenaran.

C. Derajad pangkat semat Buat Masyarakat Kabupaten Magetan

Derajat pangkat semat selalu berpihak kepada masyarakat Magetan. Gunung Lawu oleh Prabu Ajisaka dinamakan Gunung Mahendra. Maha Indra adalah tingkatan derajat tertinggi. Mahendra Giri menjadi Mandragiri. Hargo Dumilah sebagai puncak Gunung Lawu merupakan tempat Prabu Brawijaya V muksa. Raja Majapahit ini waskitha ngerti sakdurunge winarah.

Pada tahun 1689 Kanjeng Sinuwun Amangkurat tedhak di Padepokan Mandragiri. Bersama dengan Adipati Yosonagoro raja Mataram Kartasura membuka peresmian pemugaran Telaga Sarangan. Tanggul yang jebol diperbaiki. Saluran air yang mampet dibenahi. Irigasi menjadi bertambah lancar. Peresmian ini sekaligus reuni Padepokan Mondrogiri. Nama Sinuwun Amangkurat Amral sewaktu kecil yaitu Raden Rahmat. Pernah belajar di Padepokan Mondrogiri. Kali ini kawan-kawan seperguruan diundang hadir di Telaga Sarangan.

Adipati Yosonagoro selaku ketua panitia bekerja dengan rapi. Warga yang mengurusi makanan berasal dari daerah Barat, Bendo, Karangrejo, Karas. Urusan minuman diserahkan warga dari daerah Kartoharjo, Kawedanan, Lembeyan, Magetan. Bidang perlengkapan diserahkan pada warga dari daerah Maospati, Ngariboyo, Nguntoronadi. Among tamu dipegang oleh warga dari daerah Panekan, Parang, Plaosan. Bidang penerangan diserahkan kepada warga dari daerah Poncol, Sidorejo, Sukomoro, Takeran. Semua cancut taliwanda, saiyeg saeka kapti njunjung wibawane negari.

Warga Maospati Magetan pada tahun 1706 dikirim oleh Kanjeng Sinuwun Amangkurat Mas ke Sukodono Tahunan Jepara. Mereka belajar ukir-ukiran, manajemen mebel, pertukangan kayu jati dan marketing. Pulang dari kursus ini mereka dapat membuka usaha mandiri. Kayu jati di Randublatung Cepu dibeli dengan harga resmi. Kemudian diolah menjadi meja, kursi, lemari, amben, dipan. Dengan sentuhan seni ukir Jepara, maka harga mebel di Maospati semakin tinggi dan menguntungkan.

Pemuda pemudi sekitar Telaga Sarangan dikirim oleh Sinuwun Amangkurat Mas tahun 1707 untuk belajar di Lasem Rembang. Mereka kursus pembuatan trasi. Pada saat yang bersamaan penduduk yang tinggal di wilayah Kartoharjo belajar membuat kecap di daerah Grobogan Purwodadi. Kesadaran usaha mandiri membuat rakyat Magetan hidup sejahtera. Mereka merantau ke mana-mana, dengan berbekal ilmu pengetahuan.

Program belajar bagi warga Magetan dilaksanakan pada tahun 1723. Kerajaan Mataram Kartasura dipimpin oleh Sinuwun Amangkurat Jawi. Beliau mengirim tukang untuk mempelajari marmer di daerah Bonorowo Tulungagung. Tentu saja ketrampilan ini berguna buat meningkatkan kualitas diri para tukang bangunan.

Pujangga Kraton Surakarta Hadiningrat, yakni Raden Ngabehi Ranggawarsita pernah diundang oleh Bupati Sosrowinoto. Pujangga Ranggawarsita memberi kursus tentang penulisan sejarah Tanah Jawa. Kitab Pustaka Raja Purwa ditulis di daerah Nguntoronadi pada tahun 1835. Kitab Pustaka Raja Purwa banyak menceritakan keadaan Gunung Lawu.

Pertanian dan perkebunan di Magetan gencar dilakukan pada masa pemerintahan Kanjeng Sinuwun Paku Buwono IX. Beliau memerintah kraton Surakarta tahun 1861 – 1893. Pada waktu kunjungan Sinuwun Paku Buwono X tahun 1863, Magetan didukung untuk menanam padi, jagung, ubi jalar, ubi kayu. Sedang sayur mayur yang dikembangkan meliputi kobis, sawi, wortel. Buah yang berhasil yaitu jeruk. Untuk ternak sapi, kambing dan kerbau amat berhasil. Rakyat hidup makmur, murah sandang, pangan papan.

Industri di Magetan didukung penuh oleh Sinuwun Paku Buwono IX. Yaitu industri gamelan, batik tulis, genteng, gerabah, anyaman bambu dan penyamakan kulit. Lapangan kerja terbuka luas. Pemuda pemudi punya harapan yang cemerlang. Masa depan amat cerah. Kabupaten Magetan memang mengembangkan seni edi peni dan budaya adi luhung.

Kunjungan kerja Sinuwun Paku Buwono X pada tahun 1902 ke pabrik gula Purwodadi Magetan. Tempatnya luas, gedungnya megah, angkutan serba mewah. Pabrik gula Purwodadi memang dibina oleh Kraton Surakarta Hadiningrat. Tanah Jawa menjadi eksportir gula terbesar dunia. Usaha transportasi maju sekali. Tebu dan gula diangkut dengan kereta api. Kejayaan kabupaten Magetan pada masa lampau merupakan pelajaran  yang berguna. Masyarakat Magetan selalu berpegang teguh pada ajaran
Ing ngarsa sung tuladha
Ing madya mangun karsa
Tut wuri handayani

Konsep kepemimpinan tersebut berlaku sepanjang  masa. Kearifan lokal berguna sebagai sumber identitas budaya bangsa. Kabupaten Magetan menawarkan local wisdom yang agung, mbabar dadi tlatah kang gedhe obore padhang jagade, dhuwur kukuse adoh kuncarane, ampuh kaprebawane. Sedaya sami kayungyun dening pepoyane kautaman.

Ditulis oleh Dr. Purwadi, M.Hum, 27 Juni 2020
Jl. Kakap Raya 36 Minomartani Yogyakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar