Kekalahan Jepang dalam Perang Asia Timur Raya
Ambisi Jepang untuk menguasai wilayah Asia Pasifik harus terkubur rapat-rapat, setelah Jepang menandatangani penyerahan diri kepada Sekutu pada tanggal 2 September 1945, di atas kapal USS Missouri. Penandatangan ini menandakan Jepang mengalami kekalahan dan berakhirnya Perang Dunia II.
Pangkalan Angkatan Laut Amerika Serikat di Pearl Harbor (Hawai) dihancurkan Jepang, kemudian Kaigun (Angkatan Laut Jepang) mengirimkan empat kapal induk ke Kepulauan Midway di tengah Samudra Pasifik untuk menghabisi sisa armada Pasifik Amerika Serikat.
Alih-alih mengalahkan armada Amerika Serikat, kode komunikasi rahasia Kaigun berhasil dibuka pihak AS. Jumlah kekuatan musuh bisa diketahui dengan pasti, waktu serangan Jepang juga diprediksi dengan tepat, sehingga armada Jepang dapat dihancurkan dalam pertempuran.
Kekalahan di Midway sangatlah telak sehingga pihak Kaigun menutupi kabar tersebut agar tidak diketahui publik Jepang, bahkan hingga akhir Perang Pasifik. Kekalahan di Midway membawa dampak buruk bagi militer Jepang, seperti efek domino, perang-perang berikutnya Jepang selalu mengalami kekalahan di Pasifik. Seperti pulau Saipan, Iwo Jima, dan Okinawa berhasil dikuasai oleh Sekutu, padahal pulau-pulau tersebut memiliki peranan penting bagi keamanan militer Jepang. Kekalahan-kekalahan yang terjadi membawa Jepang semakin terdesak dalam kancah pertempuran di Pasifik. Untuk membantu dalam pertempuran tersebut, Jepang berusaha mencari simpati dari bangsa Indonesia, dengan cara memberikan janji kemerdekaan yang disampaikan Perdana Menteri Koiso dan direalisasikan dengan pembentukan BPUPKI serta PPKI.
Peristiwa Bom Atom
Pada tanggal 26 Juli 1945, tiga pemimpin negara yang tergabung dalam sekutu yaitu Presiden Harry S. Truman (Amerika Serikat), Perdana Menteri Winston Churchill (Inggris Raya), dan Chiang Kai Sek (Cina), melaksanakan Konferensi di kota Postdam (Jerman) menghasilkan sebuah deklarasi mengenai kekalahan Jepang, yang kemudian dikenal dengan Deklarasi Postdam. Isi dari deklarasi Postdam diantaranya, semua penjahat perang harus diadili secara keras, termasuk mereka yang melakukan kekejaman terhadap para tawanan. Pemerintah Jepang harus memberi kebebasan dan memberlakukan demokrasi, serta penghormatan atas hak-hak asasi manusia. Pemerintah Jepang juga diberikan kesempatan untuk memilih mengakhiri perang kepada sekutu dengan cara menyerah tanpa syarat atau memilih untuk penghancuran secara besar-besaran. Namun sayangnya, Jepang menolak isi deklarasi tersebut. Atas dasar sikap Jepang tersebut, Amerika Serikat menjatuhkan bom di dua kota yaitu Hiroshima dan Nagasaki. Bom nuklir “little boy” dijatuhkan di Kota Hiroshima pada 6 Agustus 1945, selanjutnya Bom nuklir “Fat Man” dijatuhkan di Kota Nagasaki pada 9 Agustus 1945.
Bom yang diledakkan di dua kota Jepang tersebut, menyebabkan ratusan ribu penduduk Jepang meninggal dunia dan ratusan ribu lainnya mengalami cacat. Pada tanggal 14 Agustus 1945 (Waktu Amerika Serikat) atau 15 Agustus 1945 (Waktu Jepang), Jepang menyerah tanpa syarat pada Sekutu dan mengakui deklarasi Postdam. Pada tanggal 2 September 1945, Mac Arthur sebagai perwakilan dari pasukan sekutu bersama perwakilan dari pemerintah Jepang melaksanakan upacara penyerahan dan menandatangani dokumen penyerahan. Upacara penyerahan tersebut dilaksanakan diatas kapal perang Amerika Missouri yang berlabuh di teluk Tokyo. Dengan ditandatanganinya dokumen penyerahan tersebut, maka secara resmi perang Pasifik /Perang Dunia II telah berakhir.1. Perbedaan Pendapat Golongan Muda dan Tua
Bom atom yang dijatuhkan oleh Sekutu di Hiroshima dan Nagasaki sampai jugaa ke telinga para aktivis pergerakan. Pada tanggal 9 Agustus 1945, tiga tokoh Indonesia yaitu, Soekarno, Moh. Hattaa, dan Radjiman Wedyodiningrat terbang ke Dalat, Vietnam menemui Marsekal Terauchi. Sehari setelahnya, tanggal 10 Agustus 1945 tokoh golongan muda Sutan Syahrir mendengar siaran radio BBC (British Broadcasting Corporation) tentang kekalahan Jepang dan kemungkinan akan menyerah kepada Sekutu. Berita kekalahan tersebut dalam waktu singkat, menyebar ke kalangan aktivitas pergerakan, baik Golongan Muda dan Golongan Tua. Terlebih pemanggilan ketiga tokoh nasional Indonesia ke Vietnam menambah keyakinan para aktivis pergerakan, bahwa kemerdekaan Indonesia menjadi agenda pembicaraan. Sepulangnya ke Indonesia, Mohammad Hatta bertemu dengan Sutan Syahrir membicarakan terkait Proklamasi Indonesia. Syahrir berpendapat Golongan Tua harus segera cepat memproklamirkan kemerdekaan Indonesia, tetapi hal ini dibantah oleh Hatta, dikarenakan proklamasi Indonesia akan diserahkan kepada PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) yang telah dibentuk. Syahrir berpendapat lain, menurutnya kemerdekaan jangan dilakukan melalui PPKI, karena Sekutu akan mengecap kemerdekaan sebagai buatan Jepang, sebaiknya Soekarno sendiri yang menyatakan kemerdekaan di corong radio sebagai pemimpin rakyat.
Perdebatan antara Hatta dan Syahrir menjadi polemik diantara golongan muda dan golongan tua. Inti dari perdebatan bukan pada ada atau tidak pelaksanaan proklamasi, melainkan beberapa hal seperti: a. Bagaimana proklamasi itu dilaksanakan b. Apakah ada campur tangan Jepang atau tidak dalam pelaksanaan proklamasi Soekarno dan Hatta menghendaki sikap yang kooperatif dengan Jepang, dimana hal-hal mengenai proklamasi harus dikonsultasikan dengan pihak Jepang, jadi menurut Soekarno tidak perlu tergesa-gesa. Ada dua pertimbangan Soekarno mengenai pendapatnya, yaitu: a. b. Militer Jepang masih ada di Indonesia, proklamasi tanpa izin Jepang ditakutkan akan memicu pertumpahan darah. Jepang telah berjanji akan melaksanakan proklamasi Indonesia pada tanggal 24 Agustus 1945 melalui PPKI.
Sekali lagi, pertimbangan dari Soekarno ditolak oleh Golongan Muda. Menurut Golongan Muda kemerdekaan Indonesia harus diraih dengan pengorbanan dan perjuangan rakyat sendiri, bukan campur tangan Jepang. Menunggu persetujuan PPKI, organisasi bentukan Jepang walaupun anggotanya orang Indonesia, sama saja dengan menyetujui kemerdekaan Indonesia merupakan hadiah dari Pemerintah Jepang. Golongan muda juga siap melakukan perlawanan, apabila militer Jepang turut campur tangan dalam proses kemerdekaan Indonesia.
Peristiwa Renggasdengklok
Apakah kalian pernah mendengar Rengasdengklok? Berbicara mengenai proklamasi Kemerdekaan Indonesia, pasti akan selalu dikaitkan dengan peristiwa Rengasdengklok. Untuk mengetahui peristiwa Rengasdengklok bacalah ulasan berikut ini! Peristiwa Rengasdengklok disebabkan karena para pemuda gagal memaksa golongan tua untuk secepat mungkin memproklamasikan kemerdekaan Indonesia dan menjauhkan mereka dari pengaruh Jepang. Menurut Golongan Muda jika Soekarno-Hatta masih berada di Jakarta maka kedua tokoh ini akan dipengaruhi dan ditekan oleh Jepang serta menghalanginya untuk memproklamirkan kemerdekaan Malam hari di Tanggal 15 Agustus 1945, sebelum terjadi peristiwa Rengasdengklok, golongan pemuda mengadakan suatu perundingan di ruangan Lembaga Bakteriologi Pegangsaan Timur, yang dipimpin oleh Chaerul Saleh. Keputusan rapat yang menunjukan tuntutan-tuntutan radikal golongan pemuda yang diantaranya menegaskan bahwa kemerdekaan Indonesia adalah hak dan soal rakyat Indonesia sendiri, tak dapat digantunggantungkan pada orang dan kerajaan lain. Segala ikatan dan hubungan dengan janji kemerdekaan dari Jepang harus diputuskan dan sebaliknya diharapkan diadakannya perundingan dengan Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta agar supaya mereka turut menyatakan proklamasi.
Keputusan rapat tersebut kemudian disampaikan oleh Wikana dan Darwis jam 22.00 WIB di rumah kediaman Ir. Soekarno, Pegangsaan Timur (Sekarang jalan Proklamasi) 56, Jakarta. Tuntutan Wikana agar proklamasi dinyatakan oleh Ir. Soekarno pada keesokan harinya telah menegangkan suasana karena ia mengatakan bahwa akan terjadi pertumpahan darah jika keinginan mereka tidak dilaksanakan. Mendengar ancaman itu, Ir. Soekarno menjadi sangat marah dan melontarkan kata-kata yang bunyinya sebagai berikut: “Inilah leherku, saudara boleh membunuh saya sekarang juga. Saya tidak bisa melepas tanggung jawab saya sebagai ketua PPKI. Karena itu, saya akan tanyakan kepada wakil wakil PPKI besok”. Suasana hangat itu disaksikan oleh golongan nasionalis angkatan tua lainnya seperti Drs. Moh. Hatta, dr. Buntaran, dr. Samsi, Mr. Achmad Subardjo dan Iwa Kusumasumantri.
Soekarno, Hatta yang disertai Fatmawati dan Guntur Soekarno Putra dibawah ke rumah seorang warga keturunan Tionghoa bernama Djiaw Kie Siong. Para pemuda berusaha meyakinkan kedua tokoh tersebut agar berusaha segera memproklamasikan kemerdekaan tanpa campur tangan tentara Jepang. Mereka meyakinkan Soekarno bahwa Jepang telah menyerah dan para pejuang telah siap untuk melawan Jepang, apa pun resikonya.
Di sana, mereka meyakinkan Soekarno dan Hatta bahwa Jepang benar-benar sudah Kemudian mereka menyerah. mencoba membujuk keduanya untuk segera memproklamasikan kemerdekaan. Sukarni bersikeras bahwa ada 15.000 pemuda bersenjata di pinggir-pinggir Jakarta yang siap memasuki ibu kota begitu proklamasi dikumandangkan. Namun, upaya itu tidak terlalu berhasil. Sementara itu, di Jakarta telah terjadi kesepakatan antara golongan tua yang diwakili oleh Achmad Subardjo dengan Wikana dari golongan muda untuk mengadakan proklamasi di Jakarta. Golongan muda mengutus Yusuf Kunto untuk mengantar Achmad Soebarjo ke Rengasdengklok. Selanjutnya mereka menjemput Soekarno-Hatta kembali ke Jakarta. Achmad Soebarjo berhasil meyakinkan kepada para pemuda untuk tidak terburu-terburu memproklamasikan kemerdekaan.
Pada malam hari tanggal 16 Agustus 1945, setelah sampai di Jakarta rombongan Soekarno-Hatta diantar oleh Laksamana Maeda ke rumah Mayor Jenderal Moichiro Yamamoto (Kepala pemerintahan militer Jepang di Indonesia). Namun Ia tidak mau menerima rombongan Soekarno-Hatta. memerintahkan Lantas Mayor Jenderal Otoshi Nishimura (Kepala Departemen Urusan Umum Pemerintahan Militer Jepang) untuk menerima kedatangan Soekarno-Hatta. Nishimura memberi kabar mengejutkan, bahwa Tokyo tidak mengizinkan proklamasi kemerdekaan Indonesia, dikarenakan perjanjian antara Sekutu dan Jepang, yang mengharuskan Jepang menjaga status quo di wilayah jajahan Jepang, salah satunya Indonesia. Tidak puas dengan jawaban Nishimura, rombongan Soekarno-Hatta kembali ke kediaman Laksmana Maeda, di Jalan Imam Bonjol No 1. guna menyiapkan teks proklamasi. Turut bersama rombongan adalah, Achmad Soebarjo, Sukarni, BM Diah, Sudiro, Sayuti Melik. Tanggal 17 Agustus dini hari, di rumah Laksamana Maeda, tepatnya di ruang makan, disusun naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Tiga tokoh nasional yang menyusun teks Proklamasi yaitu, Soekarno, Moh. Hatta, dan Achmad Soebarjo. Soekarno yang menulis naskah Proklamasi, sedangkan Moh. Hatta dan Achmad Soebarjo menyumbangkan ide secara lisan. Kalimat pertama merupakan buah pemikiran Achmad Soebarjo, sedangkan kalimat terakhir ide dari Moh. Hatta.
Taukah kalian, Achmad Subardjo yang turut menyusun teks proklamasi, tidak ikut dalam pembacaan proklamasi di Jalan Pegangsaan Timur No 56 Jakarta. Kok bisa yaa? Ternyata alasan ketidakhadiran Achmad Subardjo dalam proklamasi disebabkan rasa lelah atas berbagai kejadian di malam-malam sebelumnya. Pada peristiwa pengamanan Soekarno-Hatta oleh golongan pemuda ke Rengasdengklok, Achmad Subardjo-lah yang berusaha meyakinkan para pemuda untuk melepas keduanya. Dia juga yang menjemput Bung Karno dan Bung Hatta dari daerah di Karawang, Jawa Barat. Masih tanpa istirahat, Achmad Subardjo lalu ikut ke kediaman Laksamana Maeda untuk merancang perumusan naskah proklamasi bersama Soekarno-Hatta. Dimulai sejak tengah malam tanggal 16 Agustus, rapat perumusan baru selesai pukul 06.00 pagi hari tanggal 17 Agustus. Sumber:https://historia.id/histeria/articles/di-balik-ketidakhadiran-Ahmad-subarjo-dalam-proklamasi 6jMLw
Menjelang pelaksanaan proklamasi kemerdekaan, suasana di Jalan Pegangsaan Timur No 56 terlihat sibuk. Walikota Jakarta saat itu Soewiryo memerintahkan Mr. Wilopo untuk mempersiapkan peralatan yang diperlukan dalam pembacaan teks proklamasi kemerdekaan Indonesia. Suhud diperintahkan mencari tiang bendera, dengan menggunakan sebatang bambu. Bendera merah-putih yang dijahit Fatmawati juga disiapkan
Pada pukul 10.00 WIB pembacaan proklamasi dimulai. Sebelum membacakan naskah proklamasi, Soekarno terlebih dahulu menyampaikan pidato pengantar. Setelah pembacaan teks proklamasi selesai, Suhud dan Latief Hendraningrat mengibarkan bendera merah-putih. Pada saat bendera dikibarkan semua yang hadir dengan spontan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Acara selanjutnya sambutan Walikota Jakarta, Soewiryo dan Barisan Pelopor, dr. Muwardi.
Selama ini kita hanya tahu kalau proklamasi kemerdekaan yang diucapkan oleh Bung Karno berlangsung di Jalan Pegangsaan Timur no. 56. Selebihnya kita tidak tahu siapa gerangan pemilik dari rumah yang sangat bersejarah ini. Beliau adalah Faradj bin Said bin Awad Martak. Pedagang Indonesia keturunan Arab ini mengizinkan rumahnya digunakan untuk upacara proklamasi.
Modul Sejarah Indonesia XI_KD 3.7 dan 4.7
Tidak ada komentar:
Posting Komentar