Jepang mulai mengalami kekalahan pada Perang Dunia II pada tahun 1939, pada puncaknya yaitu peristiwa dibomnya kota Nagasaki dan Hiroshima yang melapukkan Jepang. Setelah peristiwa naas tersebut dirasakan oleh Jepang, negara tersebut berupaya dan berusaha bangkit dari keterpurukan Perang Dunia II. Dengan segala upaya Jepang untuk mengembalikan keadaan negara, Jepang justru mengalami kritik pedas dan dianggap karena hanya mementingkan diri sendiri tanpa melihat situasi politik internasional yang sedang berkembang di dunia dan juga dianggap merugikan negara-negara lain (Nishihara, 2010).
Jepang mengantongi sejarah dan hubungan nan kelam dengan negara-negara yang pernah dijajahnya, salah satunya yaitu negara Indonesia. Indonesia pada dahulu kala pernah menduduki Indonesia selama kurang lebih 3,5 tahun pada tahun 1942 hingga 1945. Pada masa awal kedatangan Jepang ke Indonesia yaitu pada tanggal 8 Maret 1942, Jepang bersikap manis dan baik dengan kiat untuk membantu kemerdekaan Indonesia. Namun, hal yang sebaliknya menimpa Indonesia. Sikap diktator dan kejam diperlakukan oleh Jepang terhadap masyarakat Indonesia(Nursetiawati, 2018). Setelah image negara diktator yang menempel pada negara Jepang, Jepang memulai hubungan diplomatik dengan negara Indonesia. Jepang berusaha untuk membalas jasa atas kerugian yang dirasakan oleh Indonesia pada masa orde lama. Hal tersebut diimplementasikan pada Perjanjian Pampasan Perang. Perjanjian ini merupakan awal pembuka bagi hubungan politik antara Jepang dan Indonesia (DEPLURI, 2005).
Lalu, dengan adanya kritikan pedas dari terutama negara-negara lain pada pertengahan tahun 1950-an Jepang berusaha memperbaiki citra negaranya dengan melakukan hubungan kerjasama dengan negara-negara luar negeri dan memberikan bantuan dana atau yang disebut dengan ODA atau Official Development Assistance.
Bentuk bantuan ini berupa bantuan luar negeri, investasi luar negeri, perdagangan internasional ke negara-negara di Asia Tenggara (JPNODA, 2019). Tetapi, ODA yang merupakan inisiatif dari Jepang malah dianggap sebagai bentuk dominasi baru dan monopoli ekonomi yang dilakukan oleh Jepang. Dominasi baru tersebut meresahkan masyarakat di Kawasan Asia Tenggara, puncaknya pada kejadian yang disebut sebagai bentuk Anti Jepang yang terjadi pada masa orde baru. Fenomena Anti Jepang dirasakan di hampir seluruh negara di Asia yang pernah dijajah oleh Jepang. Salah satunya juga Indonesia. Indonesia marah akan dominasi ekonomi yang meresahkan dan ketidakseimbangan politik yang terjadi pada masa orde baru. Puncaknya terjadi pada peristiwa Malapetaka 15 Januari atau yang dikenal dengan Malari. Kejadian ini terjadi pada tahun 1974. Aksi demonstrasi
terjadi di Kawasan Jakarta dan sekitarnya yang dilakukan oleh mahasiswa dari berbagai universitas di Indonesia (Haryanto, Indonesia Raya Dibredel, 2006).Peristiwa Malari bertepatan dengan momen kedatangan Perdana Menteri Jepang Kakuei Tanaka ke Jakarta. Maka dari itu, rakyat Indonesia pada saat itu memiliki anggapan bahwa Indonesia dijajah kembali oleh Jepang dan memiliki krisis kepercayaan terhadap Jepang. Pada peristiwa Malapetaka 15 Januari atau yang dikenal dengan sebutan Malari adalah saat terjadi kerusuhan yang dilakukan dengan dimulai dari aksi mahasiswa di pusat kota lalu meluas ke hampir seluruh kota yang menolak dominasi modal asing terutama Jepang di Indonesia. Dengan adanya sejarah buruk yang terjadi diantara Jepang dan Indonesia, Hal ini membuat Jepang semakin memiliki rasa untuk memperbaiki image dalam sejarah yang buruk dan ingin memperbaiki hal tersebut dengan cara kerjasama melalui diplomasi publik dengan Indonesia sebagai partner dikarenakan hubungan yang renggang antara negara Jepang dan negara-negara di Kawasan Asia Tenggara salah satunya yaitu Indonesia.
Pasca Perang Dunia II dan Peristiwa Malari Jepang berusaha bangkit dan akhirnya berhasil untuk menjadi negara maju lalu, berkeinginan untuk memperbaiki citra negara Jepang yang sebelumnya lekat dengan sebutan penjajah menjadi negara yang memiliki citra baik dengan melakukan diplomasi publik (Bambang, 2007).Keadaan itulah yang membuat Jepang harus mengevaluasi kembali politik luar negeri negaranya. Takeo Fukuda mengubah kebijakan luar negeri negaranya yang dahulu hanya fokus kepada pembangunan hubungan dengan negara lain melalui diplomasi ekonomi kemudian berubah menjadi diplomasi kebudayaan. Kebijakan tersebut mulai dikasanakan pasca pidato Perdana Menteri Takeo Fukuda pada KTT ASEAN pertama di Manila Filipina pada tahun 1977 dengan konsepnya yang disebut Fukuda Doctrine (Nakamura: 2015).
Esensi dari Doktrin Fukuda tersebut adalah :
a. Jepang tidak akan pernah menjadi negara adidaya militer.
b. Jepang akan menjalin hubungan dengan rasa saling pengertian dan rasa saling percaya terhadap negara–negara di Asia Tenggara.
c. Jepang akan bekerjasama secara positif dengan seluruh anggota ASEAN sebagai mitra sejajar.
Pada prinsipnya doktrin tersebut berisi tentang prinsip Jepang yang tidak hendak melaksanakan ikatan luar negerinya tanpa kekuatan militer. Jepang hendak lebih menguatkan ikatan negaranya dengan negeri lain lewat heart to heart understanding serta menolong dalam menuntaskan permasalahan Indo-china(Nakamura,2015). Doktrin tersebut pula mempertegas kemauan Jepang buat menjalakan kerjasama baru antara negaranya dengan Negara- negara di kawasan Asia Tenggara dalam bidang sosial serta kebudayaan karena Kawasan Asia Tenggara memiliki posisi yang istimewa bagi Jepang dan terutama yaitu Indonesia.Hadirnya era globalisasi dalam kehidupan manusia telah membawa pengaruh yang besar, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang semakin canggih telah mengubah dunia. Hal tersebut mempengaruhi kehidupan sehari-hari dan perubahan kajian dalamostudioilmuohubungan internasional. Seperti yang terjadi pada studioilmuohubungan internasional, dahulu hanya membahas High Politic lalu berubah menjadi Low Politic. Sebelum terjadi pergeseran negara-negara di dunia bermain pada tataran High Politic yang lebih menekankan dan mengacu pada Traditional Diplomacy dan Hard Power, lalu bergeser pada Low Politic yang mengacu dan menekankan pada Soft Diplomacy dan Soft Power (penggunaan kekuatan non fisik). Isu yang dibahas dan aktor yang terlibat menjadi sangat luas. Lalu, aktor yang sebelumnya yaitu hanya state lalu muncul non-state actor.Diplomasi merupakan taktik dengan mengaitkan peraturan serta moral tertentu yang dicoba oleh sesuatu negeri buat mencapai suatu kepentingn dalam negeri negara tersebut dalam hubungannya dengan negeri yang lain ataupun dengan warga internasional (Muhaimin Y. A., 2007). Ada banyak tipe dari diplomasi, salah satunya ialah merupakan diplomasi publik. Diplomasi publik didefinisikan bagaikan metode untuk mencapai national interest lewat 3 metode ialah informing, understanding and influencing foreign audiences. Dengan 3 metode tersebut bila proses diplomasi tradisional dikembangkan melalui hubungan negara terhadap negara hingga diplomasi publik lebih ditekankan pada negeri terhadap public ataupun publik terhadap hubungan publik. Perihal ini mempunyai tujuan buat warga internasional mempunyai pemikiran yang baik tentang sesuatu negeri tersebut, sebagai dasar sosial untuk sesuatu relation serta pencapaian kebutuhan yang lebih meluas (Susetyo, 2008). Dalam Kamus Hubungan Internasional pada dasarnya, Diplomasi publik merupakan suatu metode buat memperoleh pengaruh pemikiran dari publik negeri yang lain dengan bermacam Metode metode yang dibesarkan semacam film, alterasi, budaya, radio, serta televisi (State, 1987).Terdapat 4 unsur dalam diplomasi publik dan kebudayaan yaitu, Pertama, Jangka panjang yaitu pertukaran kebudayaan dan Pendidikan lalu juga pembentukan dan pemeliharaan kredibilitas dan rasa seling percaya antara aktor. Kedua, jangka pendek yaitu penyebaran informasi melalui media terutama siaran. Ketiga, berdasarkan berita yairu informasi publik, urusan publikuntuk masyarakat domestik, lalu terakhir yaitu diplomasi publik untuk masyarakat luar negeri. Sebagai sebuahinstrumen politik, diplomasi publik digunakan oleh negara dalam hubungannya dengan aktor dan non negara untuk memahami budaya, perilaku, mengatur hubungan, mempengaruhi opini dan tindakan untuk mendapatkan kepentingan. Pada abad ke-21 terjadi perubahan dalam konteks globalisasi, struktur jaringan dan teknologi yang canggih dan hal-hal ersebut menyebabkan transformasi beberapa mekanisme seperti kebijakan negara pemerintahan dan negara dalam diplomasi publik (Gregory, 2008). Diplomasi publik menggunakan “soft power” dengan menggunakan kebudayaan, pendidikan, maupun ekonomi. Hal ini adalah yang dilakukan oleh Jepang.Jepang merupakan negara yang dikenal dengan perekonomian yang maju walaupun adanya keterbatasan sumber daya alam. Dalam urutan dunia Negara ini mencapai PDB terbesar kedua dan masuk dalam 3 besar dalam keseimbangan kapabilitas berbelanja. Jepang menjadi negara yang pertumbuhan ekonominya tercepat sepanjang sejarah dunia. Perekonomian Jepang tidak lepas dari bidang industri yang sangat mendominasi negara tesebut. Jepang juga terdapat di peringkat keempat untuk negara yang mengekspor terbanyak dan berada pada ranking keempat sebagai negara pengimpor tertinggi di dunia Industri jepang tidak diragukan lagi dalam perdagangan internasional seperti merk-merk Toyota, Sony, Panasonic, Fujifilm terkenal di seluruh dunia dan membawa dampak yang baik untuk perekonomian Jepang (EMBJapan, 2018). Masyarakat Jepang dikenal dengan sifat optimis dan memiliki sikap teguh dalam kondisi apapun, terutama dari beberapa musibah yang ditimpa oleh negara tersebut untuk bangkit seperti yang terjadi pada perang dunia ke-II. Dari kekalahan tersebut Jepang bersikukuh untuk bangkit dari beberapa krisis melalui memperbaiki perekonomian dengan orientasi kebijakan ekonomi baru.Jepang juga mengedepankan soft power mereka menggunakan bidang kebudayaan dan pendidikan. Soft power Jepang merupakan salah satu kekuatan yang memperngaruhi Asia selama beberapa dekade. Walaupun telah menjadi negara maju, Jepang tetap mempertahankan dan memeilihara budaya tradidisonal maupunmodern. Sejak tahun 1990-an Jepang menjadi negara yang menunjukan powernya melalui Soft power bukan hard power. Jepang sangat populer sebagai produsen anime, manga, J-Pop dan kebudayaan populer lainnya. Lalu juga arsitektur, fashionmakanan membawa Jepang sebagai negara maju karena negara-negara lain menjadikan Jepang sebagai pusat perhatian dunia dan panutan. Perlahan-lahan kebudayaan Jepang menyebar ke negara-negara di Asia, Eropa dan benua-benua lainnya. Negara-negara lain melihat ini sebagai sesuatu yang unik dan khas yang tentunya memberikan kesan baik tentang Jepang (Novera, 2018). Soft diplomacy yang dijalankan oleh Jepang dengan menggunakan kebudayaan bertujuan untuk memperbaiki citra positif serta menumbuhkan saling pengertian dan kepercayaan melalui pemahaman budaya di berbagai negara, sehingga Jepang dapat mencapai kepentingan nasionalnya secara soft. Oleh karena itu, Kementrian Luar Negeri Jepang (Ministry of Foreign Affairs/ MOFA) membentuk Japan Foundation sebagai agen untuk menyebarkan pengertian mengenai Jepang melalui kerjasama atau promosi-promosi di bidang kebudayaan agar tercipta saling pengertian diantara Jepang dengan negara-negara lain (JPF, Japan Foundation, 2003).Fenomena kemajuan serta terus menjadi berkembanganya kebudayaan Jepang di bermacam belahan Negeri dunia membuat pemerintah mengubah status Japan Foundation menjadi independent administrative institution pada tahun 2003. Pergantian tersebut diharapkan sanggup tingkatkan konsentrasi Japan Foundation dalam memberitahukan kebudayaan Jepang ke segala dunia yang dicoba melalui pertukaran kebudayaan secara nasional serta internasional (JPF, Japan Foundation, 2003). Kebijakan pemerintah Jepang dalam penggunaan budaya sebagai instrumen diplomasi publik sudah ditetapkan melalui Diplomatic Bluebook yang dikeluarkan sejak tahun 2004 oleh Kementerian Luar Negeri Jepang. Dalam Diplomatic Bluebook dijelaskan bahwa Jepang mengedepankan dukungan terhadap perkembangan budaya dan menjadikan hal tersebut sebagai instrument strategi diplomasi Jepang (Novalingga, 2009).Penyebaran budaya yang dilakukan melalui lembaga JF mendapatkan dukungan penuh dari Pemerintah Jepang dan juga melibarkan PM Shinzo Abe, pada 2 periode kepemimpinannya, Abe mengeluarkan berbagai kebijakan ekonomi yang disebut Abenomics yang merupakan gabungan dari kata Abe dan Economics sebagai sebuah terobosan untuk membangkitkan Jepang dari deflasi berkepanjangan dan juga Pemerintahan Abe berkomitmen untuk mempererat aliansi tradisionalnya dengan Amerika Serikat dna juga meningkatkan hubungan dengan China (Abas, 2016).Perdana Menteri Shinzo Abe pada tahun 2012 kembali maju dan dilantik sebagai PM Jepang yang sebelumnya telah memerintah pada tahun 2007. Pada tahun 2011 terjadi tantangan pada masa kepemimpinan barunya, hal tersebut merupakan kejadian gempa di timur Jepang yang menggemparkan dunia karena menyebabkan 3 reaktor nuklir fukushima mengalami kebocoran dan membuat perekonomian Jepang mengalami penurunan yang sangat drastis. Karena tingkat kepercayaan masyarakat internasional termasuk Indonesia terkait keamanan nasional di Jepang bagi wisatawan dan pelajar yang ini belajar di negara tersebut menurun bahkan tidak diterimanya produk-produk dari Jepang. Karena adanya ketakutan sudah terkontaminasi dengan zat berbahaya dari reaktor nuklik tersebut (Robertua, 2017). Namun, kebijakan luar negeri oleh kabinet Abe menciptakan banyak konflik di Asia timur. Konflik serta persaingan yang semakin meningkat antara negara asia timur membuat pengaruh dari soft power Jepang menurun. Hal ini juga menyebabkan menurunnya citra positif Jepang di Indonesia dan berbagai negara Asia. PM Abe sadar bahwa Jepang harus memenangkan hati dan pikiran publik sunia. Dalam memenuhi tujuan tersebut untuk memajukan citra Jepang yang lebih baik, Abe menekankan budaya sebagai alat politik kebijakan luar negerinya. Hal tersebut menjadikan perubahan arah kebijakan luar negeri yang dilakukan oleh PM Abe sangatlah berbeda dari masa pemerintahan sebelumnya yaitu Yoshihiko Noda dimana Abe lebih memilih untuk menggunakan budaya sebagai alat diplomasinya.
Jepang berusaha memperbaiki hubungan dengan negara-negara di Asia terutama Indonesia. Mengedepankan kerjasama dengan Asia tenggara karena memiliki tujuan ingin membuat makmur Kawasan Asia terutama menggunakan diplomasi publik dengan budaya. Pada kerjasama budaya Jepang - ASEAN, Jepang membuat suatu proyek yang disebut WA Project. WA Project telah diluncurkan pada KTT Peringatan ASEAN-Jepang pada Desember 2013 untuk berkontribusi dalam menciptakan dan memperluas keharmonisan dan perdamaian di seluruh Asia menuju masa depan yang cerah. Pada pelaksanaan kegiatan ini, ASIA Center telah didirikan oleh Japan Foundation untuk mengimplementasikan berbagai kegiatan untuk mempromosikan dan memperkuat pertukaran budaya antara Jepang dan negara-negara di kawasan Asia (ASEAN, 2018).Indonesia merupakan negara yang terkenal memiliki kekayaan alam yang sangat lebih dari cukup seperti gas alam, minyak bumi, emas, nikel dan tentunya tanah yang subur. Selain bercukupan sda, Indonesia adalah negara multikultur atau negara yang memiliki kebudayaan yang beraneka ragam karena memiliki sekitar 300 kelompok etnis dan setiap daerah memiliki budaya yang berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya. Indonesia juga kaya akan bahasa daerah karena memiliki 652 bahasa daerah dan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional (Kemendikbud, 2018). Perekonomian Indonesia sudah mulai meningkat walaupun belum bisa dikatakan stabil dan masih jauh untuk dikatakan sebagai negara maju dan jika dibandingkan dengan Jepang masih dibawahnya jauh. Karena memiliki penduduk yang sangat banyak yaitu sekitar 267 juta jiwa seringkali menimbulkan permasalahan seperti kemiskinan, pengangguran, kesenjangan hukum, pendidikan yang rendah, pengelolaan SDA, dan juga tidak meratanya pembangunan (WB, 2019).Indonesia dan Jepang memiliki persamaan yaitu menjunjung tinggi nilai kebudayaan. Selain itu, Jepang juga memilih Indonesia sebagai partner untuk menjalankan diplomasi publik terutama dalam program Nihongo Partner yaitu topik yang ingin peneliti teliti, selain karena memiliki sejarah yang buruk antara Indonesia dan negaranya yaitu karena banyaknya minat masyarakat Indonesia dengan kebudayaan Jepang terutama Bahasa Jepang. Mata pelajaran bahasa asing yaitu Bahasa Jepang menjadi pilihan paling banyak diminati di sekolah-sekolah menengah di Indonesia. Lalu, lembaga-lembaga pembelajaran Bahasa Jepang juga banyak di Indonesia. Hal ini menjadi nilai keuntungan lebih bagi Jepang dalam melakukan diplomasi publik di Indonesia melalui lembaga milik pemerintah Jepang yang khusus menangani penyebaran kebudayaan Jepang yaitu the Japan Foundation yang bekerja sama dengan Pemerintah Indonesia. Pemerintah Jepang berpendapat bahwa pengajaran bahasa Jepang sebagai salah satu upaya dalam menggapai goals tercapainya citra yang baik akan negara Jepang (MOFA,2014). Indonesia menjadi sasaran dari diplomasi budaya yang dilakukan Jepang. Kebudayaan Jepang yang terus menjadi digemari oleh warga Asia Tenggara paling
utama yaitu oleh Indonesia membuat pemerintah Jepang terus tingkatkan promosi serta penyebarluasakan kebudayaan negaranya. Diplomasi budaya Jepang di ASEAN membagikan hasil yang sangat baik. Perihal tersebut diisyarati dengan terus menjadi banyaknya warga ASEAN yang berminat dengan budaya Jepang khususnya Indonesia. Pada tingkatan SMA serta mahasiswa. Indonesia tercatat bagaikan negeri ASEAN dengan angka paling tinggi dalam atensi belajar bahasa Jepang. Upaya nyata yang dicoba pemerintah Jepang dalam tingkatkan peminatan budaya serta bahasa Jepang pada siswa SMA serta mahasiswa lewat Japan Foundation yang mendatangkan 2.000 guru bahasa Jepang ke Indonesia dengan program Nihongo Partner. Tidak hanya itu pemerintah Jepang membagikan bermacam beasiswa kepada warga Indonesia, paling utama untuk pembelajaran pascasarjana (Japan Foundation Annual Report: 2004).Selain mempelajari bahasa Jepang melalui program Nihongo Partner, program ini membuka kesempatan bagi Indonesia juga untuk memperkenalkan budayanya kepada masyarakat Jepang yang dikirim oleh Pemerintah Jepang sebagai native speaker yang nantinya akan mengajarkan bahasa Jepang di SMA dan SMK di Indonesia. Kerjasama ini dilakukan secara government to government, Pemerintah Indonesia menunjuk Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia dan Pemerintah Jepang menunjuk the Japan Foundation sebagai wakil lembaga Pemerintah Jepang di Indonesia untuk menjalankan program ini. Implementasi program tersebut disusun oleh kedua lembaga dan program ini telah berjalan sekitar 4 tahun sejak tahun 2014. Melihat dari strategi diplomasi publik yang dilakukan oleh Jepang, hal ini juga bisa menjadi contoh bagi Indonesia untuk juga menaikkan nation branding Indonesia dan di mata dunia melalui kebudayaan. Penelitian kini bertujuann untuk mendeskripsikan strategimdiplomasi publik yang dijalankan oleh Jepang melalui soft power kebudayaan yaitu melalui program Nihongo Partner dalam mengubah citra negara mereka dari negara yang memiliki citra buruk karena pernah menjajah negara-negara lain menjadi sebuah negara yang damai. Upaya tersebut merupakan cara Jepang dalam mewujudkan nation branding negara tersebut agar menekankan bahwa Jepang sudah berubah menjadi lebih baik dan diberikan kepercayaan internasional terhadap Jepang dengan tujuan agar memberikan pandangan baik, visi, dan misi, cara hidup mereka serta nilai-nilai budaya Jepang. Hal ini diwujudkan oleh Jepang dengan cara menjalankan secara aktif diplomasi publik sejak tahun 1978.Untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana strategi Pemerintah Jepang melalui The Japan Foundation dalam memperkenalkan budaya Bahasa Jepang kepada Masyarakat Indonesia khsusunya siswa/I SMA/SMK di Indonesia dengan tujuan mengubah nation branding Jepang.
Dikutip dari :Enggar Wiganti Laras, 2020 DIPLOMASI PUBLIK JEPANG UNTUK MENGUBAH NATION BRANDING MELALUI PROGRAM NIHONGO PARTNERS DI INDONESIA TAHUN 2014-2019 UPN Veteran Jakarta, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Program Studi Hubungan Internasional[www.upnvj.ac.id – www.library.upnvj.ac.id – www.repository.upnvj.ac.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar