Jumat, 17 Mei 2013

Kyai Reksogati, cikal bakal Kabupaten Mediun

Kyai Ageng Reksogati, cikal bakal Kabupaten Madiun

Makam Kyai Reksogati, di makam umum Desa Sidomulyo
Kyai  Ageng Reksogati Cikal Bakal Berdirinya Pemerintahan Kabupaten Madiun

Kyai  Ageng Reksogati adalah seorang tokoh ulama yang diutus Kesultanan Demak sebagai penyebar agama Islam dan juga sebagai wakil sultan Demak di wilayah Purabaya, dalam misi keagamaannya beliau mendirikan sebuah pondok pesantren diwilayah karang pradesan Purabaya yang sekarang disebut Sogaten, maka tidak salah jika Kyai Reksogati dianggap sebagai tokoh yang babat desa Sogaten bahkan beliau diakui oleh masyarakat dan pemerintah Madiun sebagai cikal bakal pemerintahan Kabupaten Purabaya yang kemudian berganti nama menjadi Madiun sampai sekarang.

Petilasan Kyai Ageng Reksogati berada di Makam umum “Sitinggil” Kelurahan Sogaten, yaitu berupa Batu-batu umpak yang berjumlah 15 buah dan beberapa sudah dijadikan pondasi gerbang makam, lingga yoni, makam Kyai/Nyai Reksogati berada di Makam umum desa Sidomulyo. Di sekitar 2 desa ini dulu sering ditemukan artefak berupa gerabah,uang kuno,  peralatan rumah tangga, perhiasan emas, perak dan penemuan-penemuan pubakala lainnya.

Dalam sejarahnya tahun 1478 M dianggap sebagai masa runtuhnya Majapahit dan awal kejayaan Kesultanan Demak. Berdasarkan buku “Sejarah Kabupaten Madiun” tahun 1980, diwilayah (red:Madiun selatan) berdiri  Kadipaten Gegelang, yang dipimpin oleh Raden Adipati Gugur yaitu putra/menantu Prabu Brawijaya dari Majapahit. Raden Adipati Gugur memperistri putri Gelang dan mempunyai putri yang cantik jelita yaitu Raden Ayu Rara Lembah.  

Setelah surutnya Majapahit, Sultan Demak ( red: Raden  Patah)   berusaha memperluas kekuasaannya atas bekas wilayah Majapahit di daerah timur, termasuk  Kadipaten Gegelang,  dengan dipersuntingnya Raden Ayu Rara Lembah, putri  Gegelang oleh Pangeran   Surya Pati Unus , maka misi penyebaran Agama Islam dan menguasai wilayah Gegelang kiranya sudah tercapai, kemudian Surya Pati Unus menggantikan tahta  Raden Adipati Gugur (versi tutur)  beliau memilih lengser keprabon, menjadi pertapa dan akhirnya muksa dilereng gunung lawu. 

Dibawah Sultan Trenggana, Demak mulai menguasai daerah-daerah Jawa lainnya seperti merebut Sunda Kelapa dari Pajajaran serta menghalau tentara Portugis yang akan mendarat di sana (1527), Tuban (1527), Madiun (1529), Surabaya dan Pasuruan (1527), Malang (1545), dan Blambangan, kerajaan Hindu terakhir di ujung timur pulau Jawa (1527, 1546). Panglima perang Demak  waktu itu adalah Fatahillah, pemuda asal Pasai (Sumatera), yang juga menjadi menantu Sultan Trenggana. Sultan Trenggana meninggal pada tahun 1546 dalam sebuah pertempuran menaklukkan Pasuruan, dan kemudian digantikan oleh Sunan Prawoto

Dalam upaya menyebarkan agama Islam, Pangeran Surya Pati Unus mengganti menggeser areal pusat kerajaan ke utara yaitu di wilayah pinggir bengawan Solo (red:Sogaten)   Beliau berkuasa di Purabaya sampai tahun 1518

Tahun 1518 Pangeran Surya Pati Unus harus kembali ke Demak untuk mewarisi tahta Kesultanan Demak hingga pada tahun 1521 M, Pangeran Surya Pati Unus gugur saat memimpin pasukan Demak dalam menyerang Portugis di Malaka, hingga beliau mendapat julukan Pangeran Sabrang Lor. Saat kembali ke Demak diutuslah Kyai Ageng Reksogati  untuk mengawasi dan menyebarkan Agama Islam di wilayah Purabaya, selain beliau mendirikan pesantren juga sebagai pemimpin di wilayah tersebut. maka Kyai Ageng Reksogati inilah yang dianggap sebagai cikal bakal berdirinya Kabupaten Madiun.

Pangeran Timur putra bungsu Sultan Trenggono di Demak dilantik menjadi Adipati Purabaya bersamaan dengan dilantiknya Hadiwijoyo (red: Karebet/Joko Tingkir) oleh para wali sebagai Sultan Pajang tanggal 18 Juli 1568,  pemerintahan  berpusat di Desa Sogaten, Sidomulyo dan sekitarnya. Sejak saat itu secara yuridis formal Kadipaten Purabaya menjadi suatu wilayah pemerintahan di bawah Kasultanan Pajang  sebagai penerus Demak.

Pada tahun 1575 pusat pemerintahan dipindahkan dari Sogaten ke Desa Wonorejo (sekarang Kuncen) yang letaknya lebih strategis karena diapit 2 sungai yaitu Kali Catur dan Nggandong, sampai tahun 1590.
Pada tahun 1586 Kesultanan Pajang Runtuh akibat adanya konflik internal dan serangan dari Mataram, maka Panembahan Rama (sebutan lain pangeran Timur)  menyatakan bahwa Purabaya adalah kadipaten bebas yang tidak terikat dengan hierarki Mataram, dengan tidak tunduknya Purabaya pada Panembahan Senopati, maka Mataram segera mengirim ekspedisi militer untuk menaklukan Purabaya sebagai  Kadipaten Wedana Mancanegara Timur (Brang wetan), tahun 1586 dan 1587.  

Dalam ekspedisi tersebut prajurit Mataram selalu menderita kekalahan yang cukup berat. Prajurit Purabaya dan sekutu dipimpin oleh salah seorang prajurit wanita, yaitu Raden Ayu Retno Djumilah. Panembahan Rama dan Retno Djumilah memimpin seluruh prajurit gabungan Kadipaten Mancanegara Timur diantaranya, Kadipaten Surabaya, Pasuruan, Kediri, Panaraga, Kedu, Brebek, Pakis, Kertosono, Ngrowo, Blitar, Trenggalek, Tulung, Jogorogo dan Caruban.

Pada tahun 1590, dengan berpura-pura menyatakan takluk dalam versi lain atas saran Ki Mandaraka  (Ki Juru Mertani)  Panembahan Senopati mengutus seorang dayang cantik jelita bernama Nyai Adisara untuk menyatakan kekalahan dengan membawa surat takluk dan sebagai tanda, Nyai Adisara membasuh kaki Panembahan Rama yang airnya nanti digunakan untuk siram jamas Panembahan Senopati, hal ini membuat Pasukan Purabaya dan sekutunya terlena, maka pasukan sekutu berangsur-angsur pulang ke daerahnya masing-masing.

Dengan ahli strategi Ki Juru Mertani yang didukung 4000 prajurit   Mataram telah siap di barat Kali Madiun untuk menyerang pusat istana Kadipaten Purabaya, terjadilah perang hebat, hingga pada sore hari prajurit Madiun kalah dan banyak yang melarikan diri ke timur, tinggalah Raden Ayu Retno Djumilah yang ditugaskan untuk mempertahankan Purabaya, dengan di bekali pusaka Keris Kala Gumarang dan sejumlah kecil prajurit yang tersisa, Retno Djumilah Madeg Senopati Perang. Perang tanding terjadi antara Sutawijaya dengan Raden Ayu Retno Djumilah terjadi  disekitar sendang di dekat istana Wonorejo (daerah Kuncen, Demangan)
Pusaka Keris Kala Gumarang berhasil direbut oleh Sutawijaya dan melalui bujuk rayunya, Raden Ayu Retno Djumilah dipersunting oleh Sutawijaya kemudian diboyong ke istana Mataram.


Sumber :  Buku “Sejarah Kab. Madiun” tahun 1980 , Buku “Sejarah Kuncen” , Buku “Mitos dan Sejarah Ngurawan”

Makam Kyai Reksogati, di makam umum Desa Sidomulyo

Makam Kyai Reksogati, di makam umum Desa Sidomulyo

Makam Nyai Reksogati, di makam umum Desa Sidomulyo

Sedang memeriksa batu bata kuno ukuran besar
Batu Umpak di sitinggil, makam umum Kel. Sogaten
Batu Umpak : batu penyangga pilar pendopo/rumah/pondok Reksogati
Sitinggil : penyebutan masyarakat Sogaten
konon, batu diatas kembali lagi saat dipindah

Batu umpak Reksogati

disekitar sitinggil ini, ditemukan 15 buah umpak batu
Temuan fragmen terakota


Foto : Kompas Madya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar