Sabtu, 22 Maret 2025

Pecel Madiun dan Sejarahnya

Pecel Madiun dan Sejarahnya

By Septian Dwita Kharisma

Secara umum pecel adalah sebuah makanan khas daerah Mataraman, mataraman adalah wilayah-wilayah yang pernah dikuasai oleh Penembahan Senopati dari Mataram Islam yang dahulu Bekas Wilayah Mataram Kuno (abad 9 M), kerajaan Mataram kuno yang bercorak Hindu tersebut sudah mengenal pecel Hal ini dibuktikan dengan catatan yang berjudul kekawin Ramayana. Selanjutnya suku tengger juga mengenal pecel, konon Masyarakat Tengger adalah keturunan langsung kerajaan Majapahit. 

Pecel dalam kebudayaan masyarakat tengger adalah makanan yang digunakan untuk ritual, menurut catatan J.E Jesper mantan Asisten residen Rembang mencatat dalam laporannya yang bernama Tengger en de Tenggereezen (Tengger dan Masyarakat Tengger) dimana dalam catatan itu dikatakan bahwa pecel adalah hidangan yang digunakan untuk ritual kelahiran seorang anak di dalam suku tengger dikenal sebagai pecel brosot, pecel brosot adalah hidangan yang berupa daging ayam yang disuir-suir halus yang disiapkan dengan sambal, santan dan ayam tersebut dipanggang serta dilumuri asam dan garam (J.E Jesper, 1928: 66)

pecel merupakan masakan khas mataraman. Hidangan tradisional, hal tersebut tercantum dalam naskah babad tanah jawi. Babad tanah jawi adalah karya sastra yang dahulu ditulis pada zaman sri susuhunan pakubuwono I, beliau memerintahkan penulisan buku tersebut pada tahun 1700an ( wulandari, 2020:_). 

Dalam kitab kuno tersebut dikisahkan sunan kalijaga mengunjungi rumah ki gede pemanahan. Selama diskusi dengan Ki Ageng Pemanahan disebuah batu besar di tepi sungai Gadjah wong disambut Nyi Ageng Pemanahan. 

Istri Ki Ageng Pemanahan itu membawa sepiring sayur dengan bahan dasar kacang tanah dan nasi. Sunan kalijaga tidak tahu hidangan seperti itu dan bertanya pada Ki Ageng Pemanahan, dan Ki ageng pemanahan menjawab, masakan yang terbuat dari sayur rebus yang diperas airnya, dinamakan pecel (wulandari, 2020:_)

Pecel di dalam serat centhini adalah makanan yang dihidangkan untuk para tamu yang berkunjung kerumah biasanya para tamu selain diberi hidangan pecel, mereka juga diberi hidangan berupa buah-buahan dan ayam yang biasanya menjadi lauk-pauk serta aneka jenang seperti brem, wajik dan lain sebagainya. 

serat centhini tersebut dikatakan ketika Raden Jayengresmi bersama dengan kedua santrinya yang bernama gathak dan gathuk, disebuah berjalan di lereng gunung kelud tepatnya di hutan lodaya, sesampai disebuah surau ia disambut dengan oleh Ki Carita, Ki Carita memerintahkan anak perempuannya Ni Rubiyah menyiapkan hidangan untuk para tamunya, di pagi itu Raden Jayengresmi beserta santrinya.

Mereka diberi hidangan berupa makanan dan minuman hasil bumi Ki Carita, selanjutnya ketika Raden Jayengresmi melakukan perjalanan kembali bersama kedua santrinya. Mereka sampai di dukuh prawatadi wilayah krajan undakan, Raden Jayengresmi disambut dan diberi hidangan, Lombok terong, pare, timun, kacang, ceme, jambu dersana, manggis, kepel, kokosan, rambutan, dhuwet delima, jeruk , salak, pelem santok, pelem sengir, pelem madu, jangan bening, sambel, jangan menir, pecel ayam lalaban cambah kemangi (Wahjudi pantja sunjata dkk, 2014: 26)

Selain menjadi hidangan para tamu, pecel juga bisa dihidangankan untuk sesajen dan acara spiritual masyarakat di masa-masa mataram Islam. Dalam catatan peneliti Belanda, L. Th. MAYER dan J. F. A. C. van MOLL dalam bukunya “De Sëdëkahs En Slamëtans In De Desa“ pecel dihidangkan di ruang tengah yang biasanya digunakan untuk acara manten, dalam ritual tersebut hidangan yang dihidangkan ialah panggang pitik urip, kelapa, beras, minyak kacangm tumpeng, jajan pasar, gedhang ayu, jadah, wajik, pondhoh, inthil, jongkong, uler-uleran, klepon gimbal,cengkaruk, srabi, pecel pitik, jangan menir, sega golong, sega wuduk, ayam lembaran (MAYER & Moll, 1909: 23)

Tradisi spiritual ini dengan hidangan pecel, berjalan hingga era kolonial Belanda biasanya masyarakat desa menghidangkan pecel ketika mereka melakukan kegiatan slamatan 

dalam catatan De Sëdëkahs En Slamëtans In De Desa tersebut, Kegiatan Slamatan tersebut dipimpin oleh seorang pemuka agama, ia memimpin sholawat dan doa, kegiatan ini dilakukan setiap selasa kliwon, anggara kasih dan hari raya. Dimana terdapat 7 atau 9 bola-bola nasi yang dipotong sebagian diberi daging. dan hidangan lainnya, terdapat juga pecel ayam hidangan daging ayam yang disiapkan dengan cara khusus disajikan, dan ini lebih merupakan semacam makan malam santai di mana para undangan berpartisipasi, acara ini dipersembahkan untuk para dewa dan roh agar orang atau keluarga ini tidak terkena mara bahaya Namun secara lebih umum, pada hari Jumat atau Selasa kliwon biasanya membakar dupa di tempat-tempat yang disebut suci, di rumah, di dapur, lumpia (lumbung padi), di sumur atau di halaman, di jalan, dll. sebagai persembahan kepada makhluk halus atau menaburkan bunga dll, ini disebut slamëtan kliwonan

Pada abad ke 15 terjadi konflik antara dua kerajaan diantara Mataram Islam yang dipimpin oleh penembahan Senopati dengan Kesultanan Pajang yang dipimpin oleh Sultan Hadi Wijaya, ketika itu Madiun yang masih bernama Purabaya dipimpin oleh Ronggo Jumeno dibawah kekuasaan kerajaan pajang. Pada tahun 1586 setelah kerajaan Pajang Jatuh oleh Mataram Islam, Purabaya yang dipimpin oleh Ranggo Jumeno melawan Mataram Islam. 

Perlawanan tersebut selanjutnya dipimpin oleh Retno Jumillah yaitu putri Ronggo Jumeno. Namun perlawanan tersebut gagal dan akhirnya Penembahan senopati memperistri Retno Jumillah, hingga akhirnya oleh Penembahan Senopati. Daerah Purabaya diganti nama menjadi Madiyun atau Madiun pada tahun 1590. 

Hegemoni Mataram oleh Penembahan Senopati itulah yang membuat Budaya Madiun mulai menjurus ke budaya Mataram sehingga mempengaruhi seluruh bidang kebudayaan termasuk kuliner yang ada di Madiun, disitulah makanan Pecel mulai dikenal.

Di Madiun, pecel memiliki cita rasa tersendiri. pada era kemerdekaan, makanan pecel Madiun menjadi primadona karena pecel kerap dijadikan santapan para pasukan republik saat era revolusi

pada 1948 ketika terjadi pembrontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) di Madiun, Divisi Siliwangi yang datang ke Madiun untuk menumpas pembrontakan tersebut, Masyarakat sekitar penginapan Divisi Siliwangi di Jalan Kutilang Kota Madiun selalu mengirim Nasi Pecel untuk kebutuhan makanan pasukan (Wawancara dengan pak Saioen 98 tahun pada 09 september 2018)

Hal tersebut membuat makanan pecel dikenal luas oleh masyarakat dan lestari hingga sekarang, menjadi Makanan Rakyat .

*Sumber Bacaan

1.Wahjudi pantja sunjata, dkk . “kuliner Jawa dalam serat centhini” (Departemen pendidikan dan Kebudayaan Balai pelestarian Nilai budaya Yogyakarta, 2014)

2. J.E Jesper, Tengger En De Tenggereezen (Monografieën Van Het Java-Instituut En G. Kolff & Co., 1928),

3. L. Th. MAYER dan J. F. A. C. van MOLL “De Sëdëkahs En Slamëtans In De Desa “ (G. C. T. VAN DORP & Co: 1909)

4. https://eudl.eu/pdf/10.4108/eai.9-10-2019.2291109 di unduh pada 19 november 2021.

*Sumber wawancara
Wawancara dengan pak Saioen 98 tahun pada 09 september 2018

Catatan: 
Catatan sejarah ini belumlah sempurna, masih perlu banyak sumber lagi. Sehingga catatan sejarah pecel madiun ini seyogyanya perlu di sempurnakan serta diteliti lebih lanjut dan ini hanya sebuah catatan kecil pastinya ada banyak Refrensi diluar sana soal Sejarah Pecel Madiun -Sekian-.
Dicopy dari FB. Septiyan D Karisma

Selasa, 18 Maret 2025

Kabupaten Caruban

caruban

Caruban adalah salah satu kota tua yang ada di wilayah Madiun. Dulunya, Caruban ini adalah sebuah kabupaten tersendiri yang sudah muncul sejak periode Kerajaan Mataram. Eksistensi kabupaten ini juga dibilang cukup lama, bahkan sampai menjelang pertengahan abad ke 19. Kabupaten Caruban sendiri memiliki batas-batas sekitarnya, yakni sisi utara dengan Padangan/Rajegwesi, sisi timur dengan Nganjuk/Berbek, sisi selatan dengan Banget, dan sisi barat dengan Muneng/Madiun. Sesuai dengan hasil Perjanjian Giyanti, wilayah Caruban saat itu diberikan kepada otoritas keraton Kasunanan Surakarta. 

Beberapa tokoh bupati yang sempat memerintah di wilayah Caruban diantaranya adalah Raden Sumadirja, Pangeran Mangkudipura I, Raden Tumenggung Wignja Subrata, dan tokoh bupati yang terakhir yakni Raden Tumenggung Martanegara. 

Pada tahun 1830 selepas akhir peristiwa Perang Jawa wilayah Kabupaten Caruban tampaknya masih dipertahankan sebagai sebuah kabupaten. Hal ini setidaknya berlangsung sampai dengan tahun 1838. Kemudian sejak tahun itu pula status Caruban mulai dihapus secara permanen sebagai daerah kabupaten dan mulai ditetapkan hanya sebagai sebatas kawedanan/distrik yang dipimpin seorang wedono saja. Wilayah bekas kabupaten Caruban digabungkan dengan Kabupaten Madiun yang ada di sebelah baratnya. 

Berbagai jejak sejarah Caruban sebagai wilayah kabupaten lama dapat diketahui dari keberadaan makam-makam para tokoh bupati Caruban, penamaan toponimi wilayah, keberadaan struktur tata kota lama, serta dokumentasi peta lama dan arsip. 

Melihat posisi Caruban yang strategis sekian lama ini dan juga penuh kesejarahan, maka akhirnya Pemerintah Kabupaten Madiun yang sebelumnya memiliki pusat ibukotanya ada di Madiun (kota Madiun) dipindahkan ke kota Caruban. Peresmian nama Caruban sebagai ibukota Kabupaten Madiun ditetapkan sejak tahun 2019 oleh Presiden Joko Widodo.

Sumber : FB Eko Jarwanto

Pemberontakan Jayakatwang

Adanya pemberontakan yang dilakukan oleh Jayakatwang merupakan penyebab runtuhnya Kerajaan Singasari. Pemberontakan itu terjadi pada 1292, ketika masa pemerintahan Kertanegara, raja Kerajaan Singasari yang terakhir. Jayakatwang adalah keturunan Raja Kertajaya, penguasa terakhir Kerajaan Kediri yang dikalahkan oleh Ken Arok, pendiri Kerajaan Singasari. Lantas, apa sebab Jayakatwang ingin sekali menghancurkan Kerajaan Singasari dan bagaimana kronologinya?

Latar belakang Pemberontakan Jayakatwang

Pada 1222, Raja Kertajaya dari Kediri dapat dikalahkan oleh Ken Arok, penguasa Tumapel, dalam Perang Ganter. Setelah itu, Ken Arok mendirikan Kerajaan Tumapel, yang pada akhirnya dikenal sebagai Kerajaan Singasari. Sedangkan Kediri tidak dihancurkan dan diperintah oleh keturunan Raja Kertajaya yang mengakui kepemimpinan Singasari. Sejak 1271, salah seorang keturunan Raja Kertajaya yang bernama Jayakatwang, memerintah sebagai adipati di Gelang-Gelang (sekitar Madiun sekarang). Raja Kertanegara, yang berkuasa di Kerajaan Singasari antara 1272-1292, telah mengambil beberapa langkah untuk menjaga hubungan baik dengan Jayakatwang. Salah satunya adalah dengan menikahkan Jayakatwang dengan adiknya, Turukbali. Disebutkan pula dalam Prasasti Kudadu dan Prasati Mula-Malurung bahwa Raja Kertanegara menjadikan anak Jayakatwang yang bernama Arddharaja sebagai menantunya. Dengan begitu, Raja Kertanegara dan Jayakatwang sebenarnya memiliki hubungan kekerabatan, yakni sebagai ipar sekaligus besan. Akan tetapi, atas hasutan patihnya, Jayakatwang bertekad akan membalas dendam kematian leluhurnya. Oleh sang patih, ditunjukkan dharma seorang ksatria yang harus menghapus aib leluhurnya. Itulah yang menjadi penyebab Jayakatwang akhirnya memberontak untuk menyerang dan membunuh Kertanegara.

Kronologi Pemberontakan Jayakatwang
Kitab Pararaton menyebutkan bahwa dalam usaha meruntuhkan Kerajaan Singasari, Jayakatwang mendapat bantuan dari Arya Wiraraja, Bupati Sumenep yang telah dijauhkan dari keraton oleh Raja Kertanegara. Arya Wiraraja memberitahu kapan waktu yang tepat untuk menyerang Singasari, yaitu ketika sebagian besar tentaranya sedang melaksanakan Ekspedisi Pamalayu. Pemberontakan Jayakatwang dilaksanakan antara pertengahan bulan Mei dan Juni 1292. Prasasti Kudadu maupun Kitab Pararaton menyebut bahwa tentara Kediri dibagi ke dalam dua kelompok untuk menyerang dari arah utara dan selatan. Rupanya, tentara yang menyerang dari utara hanya sekadar untuk menarik pasukan Singasari dari keraton. Untuk meredam para pemberontak yang datang dari utara, Raja Kertanegara memerintahkan menantunya, Raden Wijaya, memimpin serangan. Ketika Raden Wijaya mengejar pasukan Kediri yang terus bergerak mundur, Jayakatwang segera menyerbu keraton dari arah selatan.

Raja Kertanegara terbunuh dalam serangan dan Jayakatwang berhasil menguasai seluruh istana. Gugurnya Raja Kertanegara pada 1292 menandai runtuhnya Kerajaan Singasari dan Jayakatwang kemudian berusaha membangkitkan Kerajaan Kediri. Akan tetapi, sebelum impian tersebut tercapai, Raden Wijaya melancarkan serangan balas dendam pada 1293 dan membunuh Jayakatwang. Setelah itu, Raden Wijaya mendirikan Kerajaan Majapahit yang terletak di Mojokerto, Jawa Timur.

Referensi:

Poesponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto (Eds). (2008). Sejarah Nasional Indonesia II: Zaman Kuno. Jakarta: Balai Pustaka.

Sumber: kompas . com, Fb : Prapanca’s

Senin, 17 Maret 2025

Kabupaten Berbek

berbek

Berbek saat ini hanyalah sebuah kecamatan di wilayah Nganjuk, namun demikian dahulu kala wilayah ini ternyata pernah menjadi salah satu kabupaten penuh sejak abad 18-19. Berbek sendiri secara geografis berbatasan dengan Madiun di sisi barat, Bojonegoro di sisi utara, Pace/Kediri di sisi timur, dan Gunung Wilis di sisi selatannya.

Nama Berbek sebenarnya sudah tercatat oleh Valentijn tahun 1681 di mana saat itu wilayah ini dipimpin oleh Demang Watsiana. Namun demikian, eksistensi Kabupaten Berbek secara konkrit baru mengemuka sejak awal abad 19, yakni selepas terjadinya perlawanan Ronggo Prawirodirjo III (Bupati Wedono Madiun).
Tahun 1812, setelah kota Berbek di porak-porandakan oleh perlawanan Ronggo Prawirodirjo III dua tahun sebelumnya, maka Sultan Hamengkubuwana II dari Yogyakarta kemudian menunjuk Raden Tumenggung Sosrokusumo I (dikenal pula dengan nama Kanjeng Jimat) sebagai bupati pertama wilayah Berbek ini. Beliau sendiri awalnya adalah bupati dari wilayah Grobogan, Jawa Tengah yang kemudian dipindah di Berbek.
Tahun 1830 wilayah Berbek berhasil dicaplok oleh pihak Gubernemen (Pemerintah Hindia-Belanda) sebagai imbas dari peristiwa Perang Jawa (1825-1830). Meskipun Bupati Berbek saat itu loyal terhadap pihak keraton, namun sebagian rakyatnya adalah barisan pendukung perjuangan Pangeran Diponegoro. Setelah dikuasai oleh pihak Gubernemen, wilayah Berbek bahkan diperluas/ditambah sampai dengan Nganjuk dan Kertosono.
Pada tahun 1880, pusat ibukota Kabupaten Berbek terpaksa dipindah sedikit ke utara, yakni dari kota Berbek menuju kota Nganjuk. Dengan demikian sejak saat itu ada pemerintahan Kabupaten Berbek yang berpusat di kota Nganjuk. Perpindahan ini disebabkan banyak faktor, salah satunya adalah pembangunan jalur kereta api di sisi utara sebagai arus perkembangan transportasi zaman dan akses perkebunan.
Menginjak akhir tahun 1928, saat berkuasa tokoh bupati yang bernama Raden Tumenggung Sosrohadikusumo, pihak Gubernemen memberikan otonomi kepada kabupaten ini. Namun demikian, dalam Besluit tersebut, tidak lagi menggunakan mama Kabupaten Berbek, melainkan sudah memakai nama Kabupaten Nganjuk. Hal ini menyesuaikan nama wilayah pemerintahan dengan nama ibukota dan letak pendoponya. ketetapan Besluit ini berlaku per 1 Januari 1929. Demikianlah, maka sejak tahun 1929 nama Kabupaten Berbek hilang dalam sejarah untuk dilanjutkan dengan Kabupaten Nganjuk

sumber : Eko Jarwanto,https://www.facebook.com/eko.jarwanto.92

Jumat, 07 Maret 2025

Kabupaten Sumoroto

Bagi sebagian orang nama Somoroto mungkin cukup asing di telinga namun ternyata daerah ini pernah menjadi suatu wilayah tingkat kabupaten yang penting di daerah Jawa Timur bagian barat. Kabupaten Somoroto eksis mulai abad 18 sampai akhir abad 19. Kabupaten Somoroto ini dahulu kala terletak di sebelah barat kota Ponorogo, dan berbatasan langsung dengan Madiun di utara, Pacitan-Trenggalek di selatan serta Gunung Lawu di sisi barat. 

Kabupaten Somoroto diketahui sudah muncul sejak akhir abad 18 namun secara resmi pemerintahan baru didirikan pada tahun 1805 dengan bupati awalnya yang bernama Tumenggung Prawirodirjo. Kemudian setelah beliau wafat maka secara berturut-turut digantikan oleh tokoh Tumenggung Sumonegoro, Raden Mas Brotodirdjo, dan Raden Mas Brotodiningrat.

Somoroto sebagai wilayah administrasi kabupaten berada di bawah otoritas keraton Kasunanan Surakarta awal mulanya. Namun setelah tahun 1830 status kewenangannya dicaplok oleh pihak Gubernemen Belanda sebagai dampak dari Perang Jawa. Salah satu ciri kekhasan bupatinya adalah merupakan satu garis trah turun-tenurun mulai dari awal sampai akhir. 

Keberadaan Kabupaten Somoroto setelah eksis selama hampir 80 tahunan akhirnya harus dihapus oleh Gubernemen (Pemerintah Hindia Belanda) pada tahun 1878. Hal ini sesuai dengan Stasstblad No 205 tanggal 28 Juli 1878. Bupati terakhir Somoroto kemudian dimutasi menjadi Bupati Ngawi, yang kebetulan masih kosong saat itu. Kemudian bekas wilayah Kabupaten Somoroto disatukan dengan Kabupaten Ponorogo yang berada di sisi timurnya. Somoroto sendiri merupakan salah satu kabupaten yang paling akhir dihapus oleh pihak Gubernemen pasca terjadinya Perang Jawa saat itu, jika dibanding kabupaten-kabupaten lainnya. 

Jejak kejayaan Kabupaten Somoroto saat ini tentunya dapat kita temukan di wilayah Kecamatan Kauman, Kab. Ponorogo, yakni berupa bekas alun-alun (struktur tata kota lama), lokasi pemakaman para bupati Somoroto di pesarean Srandil, dan juga toponim nama tempat.
Sumber: FB.Eko Jarwanto

Jumat, 28 Februari 2025

Kabupaten Sekaran


Mungkin tidak banyak yang tahu bahwa Sekaran dahulu pernah menjadi sebuah kabupaten (Kadipaten). Kabupaten ini terletak tepat di timur dari kota Bojonegoro. Wilayahnya dilalui arus Sungai Bengawan solo, di sisi timurnya berbatasan dengan Duri, di utara berbatasan dengan Tuban, dan di sisi barat-selatan berbatasan dengan Rajekwesi. 

Nama Sekaran punya catatan strategis dalam sepak terjang perjalanan sejarah KeratonJawa. Kabupaten Sekaran berada di bawah yuridiksi Kasultanan Yogyakarta (sesuai hasil Perjanjian Giyanti). Di tempat inilah pernah terjadi peristiwa penting, yakni gugurnya Bupati Wedana Madiun (Kepala Bupati) Raden Ronggo Prawirodirjo III. Beliau gugur pada tanggal 17 Desember 1810 bersama dengan pengikut setianya,  tepat di Sungai Bengawan Solo saat berjuang keras menentang kebijakan-kebijakan penindasan H.W.Daendles yang kejam.

Kini, nama wilayah Sekaran hanya menyusut menjadi sebuah desa, di bawah Kecamatan Balen (masuk Bojonegoro). Wilayah Sekaran ini dicaplok oleh Kolonial Belanda (Gupernemen) sejak tahun 1812, akibat konsekuensi peristiwa di atas. Salah satu nama Bupati yang diketahui dari Kabupaten Sekaran ini adalah Raden Tumenggung Prawiroyudo. Beliau memerintah sekitar tahun 1808-1820 an. Beliau membawahi 1.600 cacah saat tahun 1808.

Semoga bermanfaat. 🙏
Unik kali ya menceritakan kabupaten-kabupaten yang sudah "punah" lainnya.
FB: Eko Jarwanto