Kamis, 16 Januari 2025

Dibawah Tirani Jepang


Restorasi Meiji

Awal Modernisasi Jepang Sebelum menjadi negara modern Jepang merupakan negara feodalis. Mengapa feodalis? Sebab, kekuasaan politik dan ekonomi dipegang oleh kaisar, shogun (semacam panglima militer), dan daimyo (semacam tuan tanah/raja lokal). Kekuasaan itu terbentuk secara hierarki dengan puncak kekuasaan di tangan kaisar, sedangkan kekuasaan pemerintahan dipegang oleh seorang shogun. Tahun 1639, Shogun Tokugawa menjalankan kebijakan Sakoku (negara tertutup). Melalui kebijakan ini, orang asing dilarang masuk ke Jepang dan sebaliknya orang Jepang dilarang berhubungan dengan orang selain Jepang. Namun, pada kenyataannya, Belanda, Cina, serta Korea tetap berhubungan dengan Jepang. Mengapa Jepang menerapkan kebijakan Sakoku (tertutup) dengan bangsa lain? 

Ada dua alasan. Alasan pertama, pemerintahan Shogun Tokugawa terancam dengan kehadiran misionaris dari Spanyol dan Portugis yang menyebarkan agama Katolik. Mereka dituduh ikut campur urusan dalam negeri. Contohnya, ketika perang antar-shogun mereka memperkenalkan senjata api dan meriam terhadap salah satu shogun, sedangkan senjata orang Jepang berupa pedang (katana). Penyebaran agama yang dilakukan oleh Spanyol dan Portugis juga dituding mengancam kebudayaan asli Jepang. Alasan kedua ialah mempertahankan supremasi Tokugawa atas pesaingnya, Daimyo Tozama. Daimyo Tozama adalah daimyo di bawah Shogun Tokugawa, tetapi secara ekonomi lebih sejahtera karena menjalin hubungan dengan bangsa asing. Apabila Daimyo Tozama tetap bekerja sama dengan bangsa asing, maka dikawatirkan mereka menjadi kuat sehingga mengancam kekuasaan Tokugawa. 

Pada abad ke-19 (1854), kebijakan Sakoku mulai surut. Tahun 1854, kapal perang Amerika Serikat (kapal hitam) yang dipimpin oleh Komodor Matthew C. Perry menyerang Jepang sehingga memaksa pemerintahan Shogun Tokugawa menandatangani Konvensi Kanagawa pada tahun 1854. Konvensi itu pada intinya menyebutkan bahwa Jepang harus membuka diri dengan bangsa asing sehingga mengakhiri kebijakan tertutup Jepang yang telah berlangsung 200 tahun. Kemajuan Barat dan terbukanya pelabuhan-pelabuhan di Jepang yang semakin ramai menyadarkan Jepang betapa terbelakangnya mereka dibanding dengan negara-negara Barat sehingga Jepang bertekad untuk mengejar ketertinggalan. Pada masa pemerintahan Kaisar Meiji (anak dari Kaisar Komei), kesadaran mengejar ketertinggalan mulai terwujud melalui berbagai langkah perubahan besar yang dikenal dengan Restorasi Meiji (1868-1912). Kata “Meiji” berarti “kekuasaan pencerahan”. Pencerahan yang dimaksud adalah kombinasi kemajuan Barat dengan nilai-nilai tradisional Jepang. Dengan misi inilah Jepang mengutus pejabat untuk belajar ke Amerika dan Eropa, yang disebut misi Iwakura. Sebagai hasil misi Iwakura, Jepang memutuskan untuk mengadopsi sistem politik, hukum, dan militer dari dunia Barat. Restorasi Meiji kemudian mengubah Kekaisaran Jepang menjadi negara industri modern sekaligus menjadi kekuatan militer dunia. Berikut ini adalah beberapa bidang garapan Tenno Meiji yang tercakup dalam gerakan pembaruan itu. 

A. Bidang Perindustrian Dengan mengadopsi teknologi dari Barat, Jepang membangun industri-industri seperti pabrik senjata, galangan kapal, peleburan besi, dan lain sebagainya. Hasil produksi ini dijual ke pasar internasional dengan harga relatif murah dibandingkan harga penjualan produk yang sama di dalam negeri. Kebijakan ini disebut dumping. Hal ini membuat industri dalam negeri Jepang berkembang pesat. 

B. Bidang Perdagangan Jepang membangun bank-bank yang memungkinkan orang untuk meminjam uang agar berinvestasi. Jepang membangun pelabuhan-pelabuhan dan kapal-kapal dagang sehingga perdagangan mengalami kemajuan pesat. 

C. Bidang Militer Jepang gencar membangun angkatan perangnya. Tahun 1873, Jepang menerapkan kebijakan wajib militer. Jepang juga memesan sebuah kapal perang modern dari Belanda dan untuk mempelajari ilmu kelautan, Jepang mengirim 16 mahasiswa untuk belajar di Belanda. Jepang meniru sistem dan strategi dari Jerman dan Inggris. Dalam waktu singkat, Jepang telah memiliki tentara yang kuat, modern, dan tangguh. 

D. Bidang Pendidikan Jepang menerapkan wajib belajar bagi generasi mudanya. Mereka dididik untuk merasa memiliki rasa cinta kepada tanah airnya, semangat pantang menyerah dan berani mati (bushido), serta hormat dan tunduk kepada Kaisar. Pemerintah Jepang juga mengirim mahasiswa untuk menimba ilmu-ilmu Barat. 

E. Bidang Sosial Menghapus sistem kasta di Jepang. Saat itu, Jepang mempunyai empat kasta. Kasta pertama adalah kelas kaum terpelajar, kasta kedua adalah petani, kasta ketiga adalah seniman, dan kasta keempat adalah pedagang. Selain itu, pemerintah juga melarang adat istiadat yang bersifat feodalis seperti laki-laki memperlihatkan dan memakai kimono, laki-laki memanjangkan dan mengucir rambut serta ke mana-mana membawa pedang panjang dan pedang pendek yang menjadi ciri khas kelas samurai 

F. Bidang Hukum Sistem hukum dan konstitusi mengikuti model Jerman. Sebagai akibat dari industrialisasi itu, Jepang kemudian menjadi satu-satunya kekuatan besar negara non-Barat di dunia sekaligus kekuatan utama di Asia Timur dan Asia Tengara dalam waktu 40 tahun. 

Kemajuan, Perluasan Pasar Industri, dan Keterlibatan Jepang pada Perang Dunia ke-2 

Jepang sebagai negara industri sebagaimana negara-negara Barat mempunyai tiga tantangan, yakni 1) pasokan bahan mentah yang stabil, 2) jalur pelayaran yang aman, dan 3) pasar bagi hasil industrinya. Pada saat yang bersamaan, kepercayaan diri militer Jepang yang didukung kemajuan ekonomi membangkitkan rasa bangga terhadap negaranya. Nasionalisme ini berkembang menjadi nasionalisme radikal dalam bentuk keinginan sebagian warga agar Jepang menjadi negara imperialis. Faktor ekonomi (gold) dan faktor kejayaan (glory) inilah yang mendorong Jepang menduduki (menjajah) berbagai negara di Asia termasuk Indonesia menjelang akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Pada tahun 1894, Jepang membangun imperium yang sangat luas, meliputi Taiwan, Korea, Manchuria, serta Cina bagian Utara. Pada tahun 1894 dan 1895, Jepang terlibat perang dengan Cina (Perang Sino). Perang ini diawali oleh pemberontakan petani terhadap pemerintahan Korea. Merasa terdesak, pemerintah Korea meminta bantuan kepada Dinasti Qing dari Cina. Karena sejak lama Jepang ingin menguasai Korea, maka Jepang memanfaatkan situasi itu untuk menginvansi Korea. Karena Korea sekutunya Cina, maka Cina protes sehingga antara Jepang dengan Cina terlibat perang. Perang akhirnya dimenangkan Jepang dan kemudian membentuk pemerintahan boneka di Seoul. 

Kekalahan Cina terhadap Jepang ditandai dengan Perjanjian Shimonoseki yang isinya menyebutkan bahwa Semenanjung Liaodong dan Taiwan diserahkan kepada Jepang. 

Rusia, Jerman, dan Prancis yang semula menduduki Semenanjung Liaodong akhirnya mundur. Namun, karena Perjanjian Shimonoseki dianggap tidak sah, maka Rusia kembali menduduki Semenanjung Liaodong yang strategis itu. Untuk pertahanannya, Rusia kemudian mendirikan Benteng Port Arthur di situ dan menjadikan pangkalan angkatan lautnya di Pasifik. Tindakan Rusia ini membuat Jepang marah sehingga memicu perang Jepang dengan Rusia yang bernama “Perang Rusia-Jepang” pada tahun 1894 dan 1895. Dalam perang itu, tidak terduga Rusia kalah sehingga harus menandatangani Perjanjian Portsmouth yang diselenggarakan di Amerika Serikat dengan difasilitasi Presiden Roosevelt. 

Jenderal yang berjasa dalam kemenangan Jepang atas Rusia adalah Laksamana Togo Heihachiro. Isi Perjanjian Portsmouth yakni Jepang mendapatkan Pulau Shakalin dan daerah Manchuria. Kemenangan Jepang atas Rusia ini membangkitkan kepercayaan dan harga diri Jepang. Ternyata, bangsa Asia (ras Mongoloid) dapat mengalahkan bangsa Barat (ras Kaukasoid). Dampaknya, selain wilayah kekuasaannya semakin luas, juga muncul ambisi tersembunyi yang tidak hanya ingin menguasai Asia, tetapi juga mengalahkan bangsa-bangsa Barat lainnya. Ketika Prancis menyerah kepada pasukan Nazi Jerman di Eropa tahun 1941, Jepang memanfaatkannya dengan menginvansi wilayah jajahan Prancis di Indocina yang meliputi Kamboja, Laos, dan Vietnam. Pada saat yang bersamaan (tahun 1941), Jerman menginvansi Rusia. 

Sebelumnya, pada tahun 1940, terjadi kesepakatan “Pakta Tripartit”, yaitu bersatunya fasisme Jepang, Italia, dan Jerman dalam “kekuatan poros” yang kemudian hari bersama sama melawan “kekuatan Sekutu” yang terdiri dari AS, Inggris, dan Prancis dalam Perang Dunia II. Meski tidak memiliki kepentingan di Indocina (Kamboja, Laos, dan Vietnam), sikap agresi Jepang membuat Amerika Serikat menjadi geram. Pada tahun 1941, Amerika membidani persekutuan yang disebut ABDACOM (America, British, Dutch, Australian Command) untuk menghadapi keagresifan Jepang. Selain membuat organisasi, Presiden Roosevelt juga menerapkan embargo baja dan besi tua kepada Jepang yang kemudian diikuti dengan pembekuan semua aset-aset Jepang. Embargo baja dan besi tua ini sungguh memukul telak Jepang karena peralatan militernya semua terbuat dari baja dan besi tua. Seperti belum cukup, Amerika segera mengembargo minyak bumi terhadap Jepang. 

Minyak bumi merupakan penopang utama industri-industri militer Jepang. Embargo minyak bumi ini membuat industri militer Jepang menjadi kesulitan sehingga Jepang dihadapkan pada dua pilihan, hidup atau mati. Jepang bukannya menyerah dengan situasi, tetapi semakin berambisi menguasai minyak bumi Asia Selatan (India, Bangladesh, Pakistan, dan lain-lain) serta Asia Tenggara (Vietnam, Filipina, Indonesia, dan lain-lain) untuk mengatasi embargo minyak bumi Amerika Serikat. Sebagian wilayah yang menjadi sasaran Jepang itu merupakan jajahan Belanda, termasuk Indonesia, sehingga Jepang harus menghadapi kekuatan militer terbesar saat itu, yaitu Amerika Serikat. 

Di bawah ABDACOM, Amerika Serikat bertanggung jawab melindungi kepentingan kepentingan Belanda di Indonesia. Menyerang Indonesia dianggap menyerang ABDACOM. Untuk mengatasi kekuatan militer itu, Jepang mengambil keputusan, yakni harus terlebih dahulu melumpuhkan Amerika Serikat. Sasaran yang paling dekat di Asia adalah pangkalan angkatan laut Amerika Serikat di Asia Pasifik, yaitu di Pearl Harbour, Hawaii. Maka, secara mendadak tanpa ultimatum terlebih dahulu, Jepang menyerang Pearl Harbour pada 7 Desember 1941. Dengan serangan ini, Jepang telah mengawali perang Pasifik. Setelah menghancurkan Pearl Harbour, Jepang menduduki Filipina pada 10 Desember 1941, Burma pada 16 Desember 1941, dan pada 11 Januari 1942 Jepang mendarat di Indonesia dengan menguasai Kalimantan lalu menyusul Sumatra dan Jawa. Setelah Jawa dikuasai, Jepang mengendalikan seluruh wilayah Indonesia dalam waktu singkat. Perang yang dilancarkan Jepang di Asia Tenggara dan di Lautan Pasifik ini dikenal dengan Perang Asia Timur Raya atau Perang Pasifik. 3. Spionase Jepang Mengapa Jepang begitu mudah masuk Indonesia dan menguasai Yogyakarta? Ternyata, jauh sebelum tahun 1942 Jepang telah mengirimkan perwira-perwiranya di beberapa kota penting di Indonesia, termasuk Yogyakarta untuk dijadikan sebagai spionase. Perwira yang dikenal sebagai mata-mata di Yogyakarta adalah Shizukino Yamachi. Tugas Shizukino Yamachi adalah melakukan penyamaran untuk memata-matai kawasan Yogyakarta, yang nantinya pada wilayah tersebut akan dilakukan ekspansi besar-besaran oleh tentara Jepang. Untuk mengelabuhi masyarakat, Shizukino Yamachi mendirikan toko Fuji sebagai toko kelontong yang berada di daerah pecinan Yogyakarta atau sekarang dikenal Jalan Malioboro. Shizukino Yamachi mengubah namanya menjadi Tao Ai dan lebih suka memperkenalkan dirinya kepada orang baru sebagai pedagang dari Cina. Sehari-harinya, Shizukino Yamachi keluar rumah dari pagi hingga menjelang petang. Shizukino Yamachi menulis dengan detail segala hal yang ada dan terjadi di Yogyakarta. Kemudian, segala hasil data pengamatannya dikirimkan ke Jepang, agar mudah melakukan ekspansi. Data tersebut dikirimkan melalui radio komunikasi dari kamarnya sehingga pintu kamarnya yang berada di lantai atas selalu tertutup rapat. Shizukino Yamachi sering berkeliling menggunakan sepeda, berbusana putih dan mengenakan topi bulat. Semua orang tidak mengenal siapa sesungguhnya Shizukino Yamachi. Dia hanya dikenal sebagai seorang pengusaha yang baik dan ramah kepada setiap orang. 

Di pertengahan tahun 1939, Shizukino Yamachi mendadak pergi dan hilang begitu saja. Pada 6 Maret 1942, tentara Jepang telah memasuki Kota Yogyakarta. Mereka datang dari arah Jalan Solo menuju ke barat, setelah sampai di perempatan tugu, mereka berbelok ke selatan menuju Jalan Malioboro dan Gedung Agung. Iring-iringan pasukan disambut oleh warga tanpa ketakutan, bahkan warga bersorak sorai dengan melambai lambaikan bendera merah putih. Para pasukan Jepang datang dengan mengaku sebagai saudara tua. Untuk menarik simpati khususnya kepada rakyat Yogyakarta, serdadu Jepang menyerukan “Nipon Indonesia sama-sama”, mengumandangkan lagu Indonesia Raya, serta secara demonstratif membawa potret ratu Belanda yang ditusuk-tusuk dengan bayonet. Ketika peristiwa ini berlangsung, Shizukino Yamachi berada di kendaraan jeep paling depan diikuti kendaraan truk, sepeda, dan bahkan ada yang berjalan kaki. Setelah diketahui, ternyata Shizukino Yamachi merupakan salah satu perwira komandan divisi Angkatan Darat Jepang. 


Jepang Mengambil Alih Wilayah Hindia Belanda

Serangan Jepang pertama terjadi pada 11 Januari 1942 mendarat di Tarakan (Kalimantan Timur). Pada bulan Februari, Jepang menduduki Pontianak, Banjarmasin, Makassar, Palembang, dan Bali. Mengapa Jepang mendarat pertama kali di Tarakan dan kemudian menguasai Tarakan? Sebagaimana dibahas dalam pokok bahasan terdahulu, Jepang sangat kesulitan dalam mengoperasikan industri-industrinya, termasuk mesin-mesin perangnya, setelah Amerika Serikat mengembargo minyak bumi. Tarakan adalah salah satu daerah yang terdapat sumber-sumber minyak di Indonesia. Dengan menguasai Tarakan, berarti menguasai sumber minyak sehingga dengan demikian untuk menguasai daerah lain di Indonesia lebih mudah dan untuk menghadapi Sekutu juga lebih siap. Di Jawa, Jepang pertama kali mendarat di Banten, kemudian Indramayu, Rembang, Tuban, dan Surabaya. Sejak Maret 1942, Indonesia menjadi kekuasaan Jepang. Tujuan Jepang menyerang dan menduduki Hindia Belanda (Indonesia) adalah untuk menguasai sumber-sumber alam, terutama minyak bumi, guna mendukung industri dan kampanye perang Jepang. 

Gubernur Jenderal Belanda, Tjarda van Strarkenborgh, tidak berdaya menghadapi serangan kilat Jepang sehingga terpaksa menyerah tanpa syarat kepada Letnan Jenderal Hitoshi Imamura di Kalijati, Subang, Jawa Barat, 8 Maret 1942. 

Mengapa Jepang begitu mudah mengalahkan Belanda sedangkan peralatan militer Belanda juga sangat modern untuk saat itu? Jepang, sebelum menyerang Hindia Belanda, ternyata sudah jauh hari memperhitungkan penyerangan itu. Beberapa tahun sebelum 1942, para perwira Jepang sudah menyelidiki daerah-daerah yang menjadi titik kelemahan dan kekuatan Belanda. Di Jawa, daerah Banten, Indramayu, Rembang, Tuban, dan Surabaya adalah daerah strategis. Apabila menguasai daerah itu, maka Jepang dengan mudah akan dapat memaksa Belanda menyerah. 

Mengapa Thailand menjadi negara Asia yang tidak dijajah Jepang? Pada Perang Dunia II, Thailand “membantu” Jepang melawan Sekutu dengan cara memberikan wilayah negaranya sebagai tempat akomodasi tentara Jepang. Namun, seusai perang dan Jepang kalah perang melawan Sekutu, Thailand memutuskan untuk menjadi sekutu Amerika Serikat. Thailand juga merupakan negara yang tidak pernah dijajah bangsa Barat (Inggris, Prancis, Belanda, Spanyol, dan Portugal).


Strategi Jepang untuk Mendapatkan Simpati Rakyat 

Kedatangan Jepang disambut baik oleh Sukarno, Hatta, dan Ki Hajar Dewantara. Mereka optimistis bahwa kedatangan Jepang akan membawa kemerdekaan. Dasarnya adalah hal-hal berikut ini. 

a) Menyerahnya Belanda dianggap sebagai akhir penjajahan Belanda. Dengan kekalahan Belanda, maka berarti dimulainya era baru ketika bangsa-bangsa Asia bebas merdeka dan menentukan nasibnya sendiri dengan dipelopori oleh Jepang. Keyakinan itu bertambah tebal setelah Jepang memperkenalkan diri sebagai saudara tua bangsa-bangsa Asia. 

b) Jepang berjanji jika Perang Pasifik dimenangkan, maka bangsa-bangsa di Asia akan mendapatkan kemerdekaan. 

c) Jepang bersifat simpatik kepada aktivis pergerakan kemerdekaan, misalnya membebaskan tokoh-tokoh yang ditahan dan diasingkan kolonial Belanda seperti Sukarno, Hatta, Syahrir, dan lain-lain. 

d) Jepang menjanjikan kepada bangsa Indonesia untuk memberikan kemudahan-kemudahan yang tidak pernah diberikan oleh kolonial Belanda, misalnya mengibarkan bendera Merah Putih berdampingan dengan bendera Hinomaru Jepang, menggunakan bahasa Indonesia dalam percakapan sehari-hari, kebebasan beribadah sesuai keyakinan, dan membolehkan menyanyikan lagu kebangsaan “Indonesia Raya” bersama lagu kebangsaan Jepang “Kimigayo”. 


Pemerintahan Militer Jepang Setelah menguasai Indonesia, 

Jepang memerintah dengan sistem pemerintahan militer dengan membagi menjadi tiga daerah militer yang dikendalikan oleh angkatan darat (rigukun) dan angkatan laut (kaigun). Ketiga daerah tersebut di bawah komando panglima besar tentara Jepang yang bertempat di Saigon (Vietnam). Ketiga daerah tersebut meliputi: 

(1) Daerah Jawa dan Madura dengan pusat di Batavia di bawah kendali angkatan laut (kaigun); 

(2) Daerah Sumatra dan Semenanjung Melayu dengan pusat di Singapura di bawah kendali angkatan darat (rigukun); 

(3) Daerah Kalimantan dan Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua di bawah kendali angkatan laut (kaigun). 

Selain memerintah dengan sistem militer, Jepang dalam rangka mengawasi masyarakat dan membangun gerakan pertahanan masyarakat menggunakan sistem Tonarigumi yang sekarang lebih dikenal sistem Rukun Tetangga (RT). Dalam bidang politik, Jepang membentuk Jawa Hokokai (Himpunan Kebaktian Rakyat Jawa) sebagai lembaga yang bertugas mengumpulkan dana, misalnya dalam bentuk uang, beras, ternak, logam mulia, kayu jati, dan sebagainya. Dalam usaha mendapatkan tenaga kerja, Jepang membentuk Romukyokai (panitia pengerah romusha) untuk dipekerjakan dalam proyek pembangunan jalan raya, pelabuhan, dan lapangan udara. 

Pada awalnya, romusha ini mendapatkan upah. Namun, pada perkembangan selanjutnya para pekerja ini tanpa diupah oleh pemerintah Jepang. Dalam sistem pertahanan menghadapi Sekutu dan usaha melanggengkan kekuasaannya, di Indonesia dibentuk lembaga-lembaga semimiliter dan militer. Organisasi-organisasi buatan Jepang itu misalnya Keibodan (barisan pembantu polisi), Seinendan (barisan pemuda), Fujinkai (barisan wanita), Heiho (barisan cadangan prajurit), PETA (pembela tanah air), Putera (Pusat Tenaga Rakyat), Jawa Hokokai (Himpunan Kebaktian Rakyat Jawa), Jibakutai (pasukan berani mati), Kempetai (barisan polisi rahasia), dan Gakukotai (laskar pelajar). 

Dampak Pendudukan Jepang di Indonesia Masa pendudukan Jepang membawa dampak yang luar biasa terhadap bangsa Indonesia, baik dampak secara politik, ekonomi, dan sosial budaya. Untuk lebih jelasnya, berikut paparannya.

 a) Bidang Politik

Setelah Jepang berkuasa di Indonesia, organisasi kemasyarakatan baik itu organisasi politik, sosial, maupun keagamaan dibubarkan dan menggantikannya dengan organisasi bentukan Jepang. Satu-satunya organisasi yang dibiarkan oleh Jepang adalah Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) yang berdiri sejak pemerintahan kolonial Belanda. Organisasi ini mendapat simpati masyarakat sehingga berkembang dengan cepat. Karena organisasi ini mengkhawatirkan Jepang, maka pada tahun 1943 MIAI dibubarkan dan menggantikannya dengan Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) dengan K.H. Hasyim Asy’ari sebagai ketuanya. 

Untuk menekan tokoh pergerakan yang tidak kooperatif terhadap Jepang, dilakukan pengawasan yang ketat dengan menyebar polisi rahasia yang sangat ditakuti, yakni Kempetai. Jepang tidak segan segan menangkap, menginterogasi, bahkan menghukum mati orang yang dianggap bersalah tanpa proses pengadilan. Di samping cara cara represif, Jepang juga menerapkan cara-cara yang diharapkan mengundang simpati, misalnya: 

1) Menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dan melarang keras penggunaan bahasa Belanda. 

2) Membentuk kerja sama dengan para nasionalis serta membentuk gerakan 3A (Nipon cahaya Asia, Nipon pelindung Asia, Nipon pemimpin Asia) dengan menunjuk Mr. Syamsuddin sebagai ketuanya. 

Tujuan gerakan bentukan Jepang ini adalah menarik simpati rakyat Indonesia agar membantu Jepang menghadapi Amerika Serikat dan sekutunya. Gerakan ini akhirnya tidak mendapat simpati rakyat karena pada kenyataannya Jepang terlalu kejam bagi rakyat Indonesia. 

3) PUTERA, Sukarno, Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan K.H. Mas Mansyur sebagai pemimpinnya. Tujuan organisasi ini adalah memusatkan segala potensi rakyat Indonesia untuk membantu Jepang melawan tentara Sekutu. Namun, organisasi ini dimanfaatkan pimpinannya untuk membangkitkan nasionalisme yang sempat pudar. Karena organisasi ini ternyata lebih menguntungkan Indonesia daripada kepentingan Jepang, maka akhirnya Putera dibubarkan. 

4) Membentuk Badan Pertimbangan Pusat yang kemudian disebut Cuo Sangi In (pada zaman kolonial Belanda disebut Volksraad). Badan ini bertugas memberikan usul atau saransaran terhadap Jepang tentang masalah-masalah politik. Jepang menunjuk Sukarno sebagai ketuanya. 

5) Membentuk Jawa Hokokai (Himpunan Kebaktian Jawa) sebagai lembaga yang bertugas mengumpulkan dana, misalnya dalam bentuk uang, beras, ternak, logam mulia, kayu jati, dan sebagainya. Jepang menunjuk gunseikan atau seorang kepala pemerintahan sebagai ketuanya. Seperti organisasi lain bentukan Jepang, organisasi ini tidak mendapat sambutan rakyat, terutama di luar Pulau Jawa. 

Bidang Ekonomi 

Dalam bidang ekonomi, Jepang menginginkan Indonesia sebagai tempat eksploitasi segala sumber daya, baik itu pangan, sandang, logam, dan minyak demi kepentingan perang, sebagaimana tampak dalam hal-hal berikut ini. 

1.  Menyita Aset Ekonomi Jepang menyita aset hasil perkebunan (teh, kopi, karet, tebu), pabrik, bank, dan perusahaan-perusahaan penting. Banyak lahan pertanian yang terbengkalai karena pemerintah Jepang fokus pada ekonomi perang dan industri perang. Dampaknya, kelaparan rakyat dan kemiskinan di mana-mana. Kebijakan Jepang di antaranya juga adanya ekonomi perang. Ekonomi perang adalah semua kekuatan ekonomi di Indonesia digali untuk menopang kegiatan perang. 

Bagi Jepang,Indonesia merupakan negara yang sangat menarik perhatian karena merupakan negara kepulauan yang kaya akan hasil bumi, pertanian, tambang, dan lain sebagainya. Kekayaan Indonesia tersebut sangat cocok untuk keperluan industri Jepang. Setelah berhasil menguasai Indonesia, Jepang mengambil kebijakan dalam ekonomi yang sering disebut Self Help, yaitu hasil perekonomian di Indonesia dijadikan modal untuk mencukupi kebutuhan pemerintahan Jepang, contohnya sebagai berikut. 

1) Jepang memerintahkan menanam padi karena beras adalah sumber energi tentara Jepang. 

2) Jepang memerintahkan menanam jarak karena getah jarak dijadikan pelumas mesin-mesin industri alat perang Jepang termasuk pesawat tempur. 

3) Jepang memerintahkan menanam tanaman kina karena menjadi obat antimalaria. Penyakit malaria sangat melemahkan kemampuan bertempur pasukan Jepang. 

2. Pengawasan Ketat di Bidang Ekonomi Jepang melakukan pengawasan ekonomi secara ketat. Pengawasan tersebut antara lain penggunaan dan penyediaan barang serta pengendalian harga untuk mencegah meningkatkan harga barang. Jika ada yang melanggar, akan dikenai sanksi sangat berat. 

3. Kebijakan Self-Sufficiency 

Kebijakan self-sufficiency yaitu pemerintah Jepang mengharuskan pada wilayah-wilayah yang ada di bawah pemerintah Jepang harus memenuhi kebutuhannya sendiri. 

4. Memberlakukan Setoran Wajib, Romusha Pada tahun 1944, Jepang dalam ambisi perangnya semakin terdesak dan kalah di berbagai front sehingga kebutuhan bahan-bahan pangan semakin meningkat. Untuk mengatasinya, Jepang membuat aturan agar rakyat menyerahkan bahan pangan dan barang secara besar-besaran

melalui organisasi bentukan Jepang yang bernama Jawa Hokokai (Himpunan Kebaktian Rakyat Jawa) dan Nagyo Kumiai (koperasi pertanian). Setiap rakyat harus menyerahkan bahan makanan 30 persen untuk pemerintah Jepang, 30 persen untuk lumbung desa (simpanan), dan 40 persen menjadi hak miliknya. Kewajiban yang memberatkan itu membuat rakyat menderita dan kekurangan pangan sehingga rakyat makan makanan yang tidak biasa seperti umbi-umbian hutan, bekicot, dan sebagainya. Karena sandang juga langka, rakyat terpaksa memakai pakaian dengan bahan dasar karung goni. Keadaan itu diperparah dengan kewajiban romusha atau kerja paksa. Banyak rakyat meninggal di tempat kerja atau ditembak mati karena melarikan diri dari kewajiban romusha. 

Bidang Sosial 

1) Romusha Penerapan romusha pada awalnya secara sukarela dari rakyat karena mendapat upah dari pemerintah Jepang. Namun, lambat laun romusha menjadi kerja paksa yang tidak ada lagi sistem pengupahan. Banyak pemuda desa dan laki-laki desa lainnya yang dipaksa kerja romusha sehingga mengakibatkan lahan pertanian menjadi tidak tergarap. Mereka dimobilisasi tidak saja untuk membangun jalan, bandara, dan pelabuhan di dalam negeri, tetapi juga di luar negeri seperti Burma, Thailand, Vietnam, dan Malaysia. 

2) Selain memobilisasi para pemuda desa untuk romusha, pemerintah Jepang juga merekrut wanita-wanita desa untuk dijadikan perempuan penghibur tentara Jepang atau yang dikenal dengan Jugun Ianfu. Para wanita itu awalnya direkrut dijanjikan dididik menjadi perawat kesehatan, tetapi pada kenyataanya mereka dijadikan sebagai wanita penghibur. 

3) Pendidikan Pada masa Jepang, sistem pendidikan lebih buruk daripada masa kolonial Belanda. Jumlah sekolah menurun drastis dan jumlah warga buta aksara semakin banyak. Sistem pembelajaran dan kurikulum dijadikan untuk kepentingan perang. Pelajar di indoktrinasi dengan slogan Hakko Ichiu (delapan penjuru dunia di bawah satu atap). Slogan ini terus diterapkan sebagai alat propaganda Jepang bahwa Jepang pemimpin dunia dan alat pembenaran Jepang selalu menginvansi negara lain selama Perang Dunia II. 

4) Bahasa dan Stratifikasi Sosial Ada sisi positif dalam diri Jepang. Pertama, dalam bidang bahasa, karena bahasa Indonesia wajib digunakan sebagai bahasa pengantar. Bahasa Indonesia juga dijadikan sebagai pelajaran wajib. 

Kedua, dalam penjajahan Jepang ini, stratifikasi sosial golongan bumiputra (inlander, zaman Belanda) ditempatkan di atas golongan Eropa dan golongan Timur Asing kecuali Jepang. Jepang ingin mengambil hati rakyat dalam usaha menghadapi Sekutu dalam Perang Pasifik. 

Bidang Kebudayaan 

Sebagai negara fasis, Jepang memang mendidik warga negaranya dengan sangat ketat. Semua urusan warga negaranya harus taat pada aturan yang ditetapkan oleh negara. Walaupun menjadi negara modern akibat Restorasi Meiji, Jepang tetap sangat menghormati kaisarnya. Sebab bagi mereka, kaisar dianggap sebagai keturunan Dewa Matahari. Oleh karena itu, dalam tradisi Jepang, mereka memberi hormat ke arah matahari terbit dengan cara membungkukkan punggung dalam-dalam (disebut dengan Seikerei) sebagai simbol penghormatan terhadap kaisar. Kebiasaan Jepang itu dipaksakan kepada setiap negara jajahannya, termasuk di Indonesia sehingga menimbulkan rasa tidak suka terhadap Jepang. Perilaku seperti itu bertentangan dengan agama karena dianggap sebagai Syrik (menyekutukan Tuhan). 

Perlawanan K.H. Zainal Mustafa di Tasikmalaya, Jawa Barat pada tahun 1944 sebagai bukti bahwa Jepang tidak bisa memaksa begitu saja budayanya kepada tanah jajahan. Dalam usaha mengendalikan kebudayaan, Jepang membentuk organisasi yang bernama Keimin Bunkei Shidoso (pusat kebudayaan). Keimin Bunkei Shidoso dijadikan sebagai wadah perkembangan kesenian Indonesia. Lembaga ini juga dimanfaatkan Jepang untuk mengawasi dan mengarahkan seniman-seniman Indonesia agar karyanya tidak menyimpang dari kepentingan Jepang. Jika ada seniman yang berani mengkritik Jepang, maka seniman itu ditangkap dan dipenjarakan. Contohnya, Chairil Anwar dijebloskan ke penjara karena karya sastranya yang berjudul Siap Sedia. 

Strategi Politik Jepang membentuk Organisasi Kemasyarakatan 

a) Gerakan 3A Untuk mendapatkan dukungan rakyat Indonesia dalam perang Asia Timur Raya atau Perang Pasifik, Jepang membentuk sebuah perkumpulan yang dinamakan Gerakan 3A (Nipon cahaya Asia, Nipon pelindung Asia, Nipon pemimpin Asia). Perkumpulan ini dibentuk pada 29 Maret 1942. Jepang berusaha agar gerakan ini menjadi alat propaganda yang efektif untuk memenangkan perang dengan Sekutu. Oleh karena itu, di berbagai daerah dibentuk berbagai komite-komite. Ternyata, sekalipun dengan berbagai upaya, gerakan ini kurang mendapat simpati rakyat karena ternyata Jepang sudah mulai menampakkan sifat-sifat penjajahannya. Pada Desember 1942, Gerakan 3A dinyatakan gagal dan dibubarkan. 

b) Pusat Tenaga Rakyat (Putera)

Karena Gerakan 3A gagal, kemudian Jepang mengajak para tokoh pergerakan untuk bekerja sama. Jepang kemudian mendirikan organisasi pemuda yang dipimpin oleh Sukardjo Wiryopranoto. Karena lambat laun organisasi ini tidak mendapat sambutan rakyat, akhirnya Jepang membubarkannya. Dukungan rakyat terhadap Jepang memang tidak seperti awal kedatangannya, karena Jepang sudah banyak berubah. Misalnya, melarang pengibaran bendera Merah Putih yang berdampingan dengan bendera Hinomaru serta mengganti lagu “Indonsia Raya” dengan lagu “Kimigayo”. Jepang ketika perang dengan sekutu mulai menampakkan kekalahan di mana-mana sehingga rakyat Indonesia mulai tidak percaya dengan Jepang. Untuk memulihkan keadaan itu, Jepang harus bekerja sama dengan tokoh-tokoh nasionalis terkemuka, misalnya Sukarno dan Moh. Hatta. Karena Sukarno masih ditahan oleh pemerintah kolonial Belanda di Padang, maka Jepang membebaskannya. Jepang kemudian membentuk organisasi massa yang dapat diharapkan bekerja sama untuk menggerakkan rakyat. Pada Desember 1942, Sukarno, Hatta, K.H. Mas Mansyur, dan Ki Hajar Dewantara dipercaya untuk membentuk gerakan baru. Gerakan itu bernama Pusat Tenaga Rakyat (Putera) yang kemudian berdiri pada 16 April 1943. Tokoh-tokoh nasionalis ini terkenal dengan sebutan empat serangkai. Putera diketuai oleh Sukarno. Tujuan Putera adalah untuk membangun dan menghidupkan kembali segala sesuatu yang telah dihancurkan kolonial Belanda. Jepang menginginkan Putera bekerja untuk menggali potensi masyarakat guna membantu Jepang dalam perang. Di samping bertugas sebagai propaganda perang, Putera juga bertugas memperbaiki bidang sosial dan ekonomi. Putera kemudian membentuk organisasi sampai ke tingkat daerah-daerah dan pimpinan pusat tetap dipegang oleh empat serangkai sehingga dalam waktu singkat Putera berkembang sangat pesat. Melalui rapat-rapat,

para tokoh nasionalis memanfaatkan Putera untuk menyiapkan Indonesia merdeka. Rupanya, Jepang mulai sadar bahwa Putera dimanfaatkan oleh para nasonalis bukan untuk kepentingan Jepang sehingga pada tahun 1944 Putera dibubarkan Jepang. c) Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia) Berbeda dengan pemerintah kolonial Belanda yang anti organisasi Islam, Jepang lebih bersahabat terhadap umat Islam. Jepang mendekati umat Islam karena Jepang menginginkan agar umat Islam di Indonesia membantu Jepang melawan Sekutu. Oleh karena itu, organisasi Islam yang bernama MIAI yang cukup berpengaruh pada masa pemerintahan Belanda dan dibubarkan Belanda mulai dihidupkan kembali oleh Jepang. Tanggal 4 September 1942, MIAI diizinkan aktif kembali. Dengan demikian, MIAI dapat dimobilisasi untuk keperluan Jepang. MIAI berkembang sangat pesat karena merupakan tempat bersilaturahmi antar sesama para tokoh Islam untuk menuju Indonesia merdeka. Arah perkembangan MIAI mulai dipahami oleh Jepang. MIAI dianggap tidak memberi kontribusi terhadap Jepang dan itu berarti tidak sesuai dengan harapan Jepang. Maka, pada November 1943, MIAI dibubarkan Jepang. Sebagai penggantinya, Jepang membentuk organisasi Islam baru yang bernama Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia). Tugas dari Masyumi adalah dapat mengumpulkan dana dan dapat menggerakkan umat Islam untuk menopang kegiatan Perang Asia Timur Raya. Masyumi diketuai oleh Hasyim Asy’ari dan wakil ketuanya dijabat oleh Mas Mansur dan Wahid Hasyim, sedangkan penasihatnya adalah Ki Bagus Hadikusumo. 

K.H. Hasyim Asy’ari. Seorang ulama yang diberi kepercayaan Jepang memimpin Masyumi. organisasi induk umat Islam, anggotanya sebagian besar dari para ulama. Dengan kata lain, ulama dilibatkan dalam kegiatan pergerakan politik.

Organisasi Islam ini berkembang sangat pesat dan di setiap karesidenan ada cabangnya. Masyumi dalam perkembangannya menjadi tempat penampungan berkeluh kesah rakyat. Masyumi berkembang menjadi organisasi yang pro dengan rakyat sehingga tidak heran bila Masyumi menentang keras kebijakan romusha. Bahkan, Masyumi menolak permintaan Jepang agar organisasi bentukan Jepang ini menggerakan romusha. Dengan demikian, Masyumi telah membentuk dirinya menjadi organisasi pejuang yang membela rakyat. d) Jawa Hokokai (Himpunan Kebaktian Jawa) Pada tahun 1944, dalam Perang Asia Timur Raya, Jepang terus mengalami kekalahan di mana-mana sehingga kondisi ini sangat mengkhawatirkan keberadaan Jepang di Indonesia. Untuk itu, panglima ke-16, Jenderal Kumakici Harada membentuk oganisasi baru yang bernama Jawa Hokokai (Himpunan Kebaktian Rakyat Jawa). Organisasi ini dibentuk karena Jepang membutuhkan bantuan segenap rakyat secara lahir batin, yakni rakyat memberikan darmanya kepada pemerintah Jepang demi kemenangan perang. Agar pengalaman yang sudah terjadi tidak terulang, yakni pimpinan organisasi membelokkan organisasi sehingga tidak sesuai harapan Jepang, maka Jawa Hokokai dipimpin langsung oleh orang Jepang, yakni gunseikan. Sedangkan penasehatnya boleh orang Indonesia, yakni Sukarno dan Hasyim Asy’ari. Organisasi ini sampai ke tingkat RT (rukun tetangga). Di tingkat daerah (syu/shu) dipimpin oleh syucokan dan seterusnya sampai ke tingkat daerah ku oleh kuco, bahkan sampai ke gumi di bawah pimpinan gumico. Dengan demikian, Jawa Hokokai memiliki alat sampai ke desa-desa, dukuh, bahkan sampai RT (gumi atau tonari gumi). Tonari gumi dibentuk untuk memobilisasi seluruh penduduk dalam kelompok-kelompok yang terdiri dari 10 sampai 20 keluarga. Para kepala desa atau kepala dukuh atau ketua RT bertanggung jawab atas kelompoknya masing-masing. Program kegiatan Jawa Hokokai adalah sebagai berikut. 

1) Melaksanakan segala tindakan dengan nyata dan ikhlas demi pemerintah Jepang. 

2)  Memimpin rakyat berdasarkan semangat kekeluargaan. 

3) Memperkukuh pembelaan tanah air. 

Jawa Hokokai adalah organisasi pusat yang anggota anggotanya atas bermacam-macam hokokai (himpunan kebaktian) sesuai dengan bidang profesinya. Misalnya, Kyoiku Hokokai (kebaktian para guru), Isi Hokokai (kebaktian para dokter), dan sebagainya. Dalam perkembangannnya, Jawa Hokokai memobilisasi potensi rakyat untuk kemenangan perang Jepang, misalnya dalam bidang ekonomi dengan cara penarikan hasil bumi untuk keperluan perang. Organisasi Semimiliter 

a) Seinendan Seinendan (korps pemuda) adalah sebuah organisasi yang mewadahi para pemuda yang berusia 14 sampai 22 tahun. Organisasi ini dibentuk dengan tujuan menjaga dan mempertahankan tanah airnya dengan kekuatan sendiri. Kepentingannya bagi Jepang ialah menjadi tenaga cadangan dalam menghadapi perang Asia Timur Raya. Seinendan difungsikan sebagai barisan cadangan yang mengamankan garis belakang. Pengorganisasian Seinendan diserahkan kepada penguasa setempat, misalnya di tingkat syu/shu (keresidenan) ketuanya syucokan sendiri. Begitu juga di tingkat daerah ken (kabupaten), ketuanya kenco sendiri, dan seterusnya sampai ke tingkat gun (kawedanan), son (kecamatan), aza (dusun), dan gumi (RT). Tokoh-tokoh yang pernah mencicipi pendidikan Seinendan adalah Sukarni dan Latief Hendraningrat. 

b) Keibodan Keibodan (korps kewaspadaan) anggotanya berusia 25 sampai 35 tahun. Tujuannya untuk membantu tugas polisi Jepang dalam menjaga keamanan dan ketertiban. Untuk itu, mereka dilatih

kemiliteran. Pembina Keibodan adalah Departemen Kepolisian (Keimubu) dan di daerah syu (keresidenan) dibina oleh bagian kepolisian (Keisatsubu). Di kalangan orang Cina juga dibentuk Keibodan yang diamakan Kakyo Keibotai. Organisasi keibodan juga dibentuk di daerah-daerah seluruh Indonesia meskipun namanya berbeda-beda. Misalnya Keibodan di Sumatra disebut Bogodan atau di Kalimantan disebut Borneo Konan Kokokudan. 


Ketika situasi perang semakin memanas, Jepang melatih Fujinkai (perkumpulan wanita) dengan diberi latihan militer sederhana. Bahkan, pada tahun 1944 dibentuk Pasukan Srikandi. Organisasi sejenis juga dibentuk untuk usia murid SD yang disebut Seinentai (barisan murid sekolah dasar). Kemudian, untuk murid SMP dibentuk Gakukotai (barisan murid sekolah lanjutan). 


c) Barisan Pelopor Jepang membentuk Chuo Sangi in (semacam DPR). Salah satu keputusan lembaga itu adalah merumuskan cara untuk menumbuhkan keadaran di kalangan rakyat untuk membela tanah air dari serangan musuh. Sebagai bentuk nyata dari keputusan itu, Jepang pada 1 November 1944 membetuk organisasi baru yang bernama Barisan Pelopor. Melalui organisasi ini diharapkan adanya kesadaran rakyat untuk berkembang sehingga jika tanah airnya diserang musuh, maka rakyat siap membantu Jepang mempertahankan tanah airnya. Organisasi ini dipimpin oleh Sukarno yang dibantu oleh R.P. Suroso, Otto Iskandardinata, dan Buntaran Martoatmojo. Barisan pelopor berkembang pesat hanya di perkotaan. Organisasi ini mengadakan pelatihan militer bagi angotanya meskipun hanya menggunakan senapan dari kayu dan bambu runcing. Anggotanya sangat heterogen karena ada yang terpelajar, berpendidikan rendah, bahkan tidak pernah mengenyam pendidikan sekalipun. Tokoh yang pernah menjadi anggotanya adalah Supeno, D.N. Aidit, Johar Nur, dan Asmara Hadi. 


Dengan adanya organisasi ini, nasionalisme dan rasa persaudaran di lingkungan rakyat Indonesia semakin berkobar. Organisasi ini di bawah naungan Jawa Hokokai. 


d) Hizbullah Pada 7 September 1944, Perdana Menteri Jepang Kaiso mengeluarkan pernyataan tentang pemberian kemerdekaan untuk Indonesia karena kekalahan Jepang ada di mana-mana sehingga Jepang mengalami berbagai kesulitan. Cara yang ditempuhnya menambah kekuatan yang sudah ada, yakni membentuk pasukan cadangan khusus dari pemuda-pemuda Islam sebanyak 40.000 orang. Bagi Jepang, dibentuknya pasukan khusus Islam ini digunakan untuk membantu dalam pemenangan perang Jepang. Tokoh-tokoh Masyumi menyambut antusias pembentukan pasukan khusus Islam ini dan tentu saja sambutan itu disambut gembira pemerintah Jepang. Tujuan Masyumi membentuk organisasi ini adalah untuk persiapan menuju cita-cita kemerdekaan Indonesia. Maka, pada 15 Desember 1944, Jepang membentuk organisasi baru berupa pasukan sukarelawan Islam yang dinamakan Hizbullah (tentara Allah) yang dalam istilah Jepangnya disebut Kaykio Seinin Teishinti. Tugas pokok Hizbullah adalah sebagai berikut. 

-Sebagai tentara cadangan. 

-Melatih diri baik jasmani maupun rohani dengan giat. 

-Membantu tentara Dai Nippon. 

-Menjaga bahaya udara dan mengintai mata-mata musuh. 

-Menggiatkan usaha-usaha untuk kepentingan tugas perang. 

Sebagai pemuda Islam dengan tugas berikut. 

-Menyiarkan agama Islam. 

-Memimpin umat Islam agar taat menjalankan agama Islam. 

-Membela agama dan umat Islam Indonesia. 

Agar organisasi berjalan lancar, maka dibentuk pengurus pusat Hizbullah dengan ketuanya K.H. Zainul Arifin, wakil ketuanya Moh. Roem, dan anggota pengurusnya antara lain Prawoto Mangun Sasmito, Kia Zarkasi, dan Anwar Cokroaminoto. Para pelatihnya berasal dari komandan-komandan Peta dan di bawah pengawasan perwira Jepang. Kapten Yanagawa Moichiro, yakni seorang perwira Jepang, akhirnya memeluk Islam dan menikahi gadis dari Tasik. Dalam pelatihan, selain keterampilan militer juga kerohanian. Keterampilan fisik militer dilatih oleh para komandan Peta, sedangkan bidang mental kerohanian dilatih oleh K.H. Mustafa Kamil (bidang kekebalan), K.H. Mawardi (bidang Tauhid), K.H. Abdul Halim (bidang politik), dan K.H. Tohir (bidang sejarah). Pelatihan Hizbullah di Cibarusa itu ternyata membentuk kader pejuang yang militan serta menumbuhkan semangat nasionalisme para kader Hizbullah. Setelah pelatihan di Cibarusa itu mereka kembali ke daerah masing-masing dan membentuk Hizbullah di daerah sehingga Hizbullah berkembang dengan pesat. Para Hizbullah menyadari bahwa Tanah Jawa adalah pusat pemerintahan. Jika musuh sewaktu waktu menyerang, maka Hizbullah akan mempertahankan dengan penuh semangat. Semangat itu tentunya bukan karena membantu Jepang, tetapi demi tanah air Indonesia. Jika barisan pelopor di bawah naungan Jawa Hokokai, maka Hizbullah di bawah naungan Masyumi. 


Organisasi Militer 

a) Heiho

Heiho (pasukan pembantu) adalah prajurit Indonesia yang langsung ditempatkan di organisasi militer, baik angkatan darat maupun laut. Tujuan dari dibentuknya Heiho adalah membantu tentara Jepang. Anggotanya 42.000 orang, tetapi mereka tidak sampai berpangkat perwira karena perwira hanya untuk orang Jepang. Syarat untuk menjadi tentara Heiho antara lain 

1) usia 18 sampai 25 tahun, 

2) berbadan sehat, 

3) berkelakuan baik, dan 

4)berpendidikan minimal sekolah dasar. 

Adapun kegiatan pelatihan tentara Heiho adalah membangun kubu-kubu pertahanan, menjaga kamp tahanan, dan membantu perang tentara Jepang di medan perang. Contohnya, banyak anggota Heiho yang diterjunkan di peperangan melawan tentara Sekutu di Kalimantan, Papua, bahkan ada yang sampai ke Burma. Dalam organisasinya, tentara Heiho sudah dibagi-bagi menjadi kesatuan menurut daerahnya. Di Jawa menjadi bagian tentara Jepang ke-16 dan di Sumatra menjadi bagian dari tentara Jepang ke-25. Selain itu, tentara Heiho juga sudah dibagi menjadi beberapa angkatan, misalnya angkat darat, laut, dan kepolisian (kempeitei). Keterampilan khusus juga diberikan, misalnya bagian senjata antipesawat terbang, tank, artileri, dan pengemudi mesin perang. 


b) PETA 

Heiho sebagai bagian dari pasukan Jepang untuk menghadapi serangan Sekutu dipandang belum memadai. Oleh sebab itu, dibentuklah organisasi militer lain yang bernama Peta (Pembela Tanah Air). Para anggota Peta mendapat pelatihan militer karena organisasi ini organisasi militer. Semula, yang ditugasi melatih anggota Peta adalah seksi khusus dari bagian inteligen yang disebut Tokubetsu Han. Bahkan, sebelum ada perintah melatih Peta, Tokubetsu Han sudah melatih pemuda Indonesia untuk menjadi intelijen yang dipimpin oleh Yanagawa. Pelatihan pertama berlokasi di Tangerang dengan anggota 40 orang dari seluruh Jawa. Baru pada pelatihan tahap kedua, Jenderal Kumaikici Harada panglima tentara Jepang memerintahkan untuk membentuk Peta dan melatih Peta. Pada 3 Oktober 1943, secara resmi Peta didirikan dan anggota Peta berasal dari berbagai golongan, termasuk dari Seinendan. Dalam Peta sudah dikenalkan pangkat, misalnya daidanco (komandan batalion), cudanco (komandan kompi), shodanco (komandan peleton), bundanco (komandan regu), dan giyuhei (prajurit sukarela). Untuk mencapai tingkat perwira Peta, para anggota harus melalui pendidikan khusus. Pertama kali pendidikan dilaksanakan di Bogor dan setelah mereka lulus pelatihan ditempatkan di berbagai daidanco (komandan batalion) yang tersebar di Jawa, Madura, dan Bali. Dalam organisasi, Peta tidak seperti Heiho yang ditempatkan pada struktur organisasi tentara Jepang. Peta dibentuk sebagai pasukan gerilya yang melawan apabila terjadi serangan dari pihak musuh. Tegasnya, Peta dibentuk untuk mempertahankan tanah air Indonesia dari serangan Sekutu. Dalam kedudukan struktur organisasi, Peta memiliki kedudukan yang lebih bebas/fleksibel dan dalam hal kepangkatan ada orang Indonesia yang sampai mencapai perwira. Untuk itulah banyak orang yang tertarik untuk menjadi anggota Peta. Sampai pada akhir pemerintahan Jepang, anggota Peta sudah mencapai 37.000 orang di Jawa dan Sumatra mencapai 20.000 orang. Di Sumatra, nama yang terkenal bukan Peta, tetapi Giyugun (prajurit-prajurit sukarela). 

Orang-orang Peta inilah yang kemudian hari sangat berperan dalam ketentaraan setelah Indonesia merdeka. Tokoh terkenal Peta adalah Supriyadi dan Sudirman. 

Perlawanan terhadap Jepang secara Kooperatif Perjuangan secara kooperatif dilakukan oleh tokoh-tokoh nasionalis yang duduk di organisasi-organisasi bentukan Jepang. Melalui organisasi ini, mereka dengan rapi melakukan koordinasi-koordinasi agar rakyat bersatu untuk Indonesia merdeka. Dengan organisasi bentukan Jepang seperti Putera (Pusat Tenaga Rakyat), Sukarno, Hatta, Mas Mansur, dan Ki hadjar Dewantara membentuk empat serangkai untuk membangkitkan semangat nasionalisme bangsa Indonesia yang sempat luntur akibat tekanan dari kolonial Belanda. Sukarno dengan tidak ragu-ragu juga bekerja sama dengan Jepang agar perjuangan untuk Indonesia merdeka segera terwujud. Sikap Sukarno ini dimanfaatkan oleh pemerintah Jepang sebagai alat untuk memobilisasi rakyat karena Sukarno dianggap Jepang

sebagai tokoh yang paling berpengaruh terhadap rakyat. Akhirnya, antara Sukarno dengan Jepang saling memanfaatkan. Sikap Sukarno itu pernah dikecam keras oleh tokoh nasionalis lainnya, misalnya ketika Sukarno mendukung penerapan romusha dan bahkan ikut terlibat memobilisasi rakyat agar ikut romusha yang mengakibatkan mereka mati kelaparan, menderita penyakit dan meninggal, serta ditembak Jepang karena lari dari romusha. Karena kecaman keras dari beberapa pihak, Sukarno pernah berujar, “Aku telah mengorbankan hidupku untuk tanah ini … tidak jadi soal kalau ada yang menyebutku kolaborator Jepang … halaman-halaman dari revolusi Indonesia akan ditulis dengan darah Sukarno …. Sejarahlah yang akan membersihkan namaku ….” Untuk kepentingan Indonesia merdeka, Sukarno juga terlibat dalam persiapan kemerdekaan seperti BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau Dokuritsu Junbi Coosakai dan PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau Dokuritsu Junbi Inkai. 10. Perlawanan terhadap Jepang melalui Gerakan Bawah Tanah Gerakan bawah tanah di Indonesia tidak seperti gerakan bawah tanah di Eropa yang mengangkat senjata secara sembunyi-sembunyi. Gerakan bawah tanah di Indonesia artinya perjuangan yang dilakukan secara tertutup dan rahasia. Mereka, di balik kepatuhan terhadap Jepang, tersembunyi kegiatan-kegiatan yang menggerakkan rakyat untuk Indonesia merdeka. Walaupun akhirnya gerakan mereka diketahui Jepang dan organisasi yang mereka jalankan dibubarkan, tetapi peranan mereka sangat penting bagi Indonesia merdeka. Untuk lebih jelasnya, berikut ulasan tokoh-tokoh yang melakukan perjuangan bawah tanah. 

a) Kelompok Sukarni Sukarni adalah tokoh pergerakan pada zaman kolonial Belanda. Pada zaman pendudukan Jepang, Sukarni bersama Muhammad Yamin bekerja di Sendenbu (Barisan Propaganda Jepang). Sukarni juga menghimpun tokoh-tokoh pergerakan seperti Adam Malik, Kusnaini, dan Pandu Wiguna untuk terus mengobarkan perjuangan dan menggelorakan paham nasionalisme. Untuk menyamarkan gerakannya, Sukarni mendirikan asrama politik yang diberi nama “Angkatan Baru Indonesia” sehingga dapat mengumpulkan tokoh-tokoh penting seperti Sukarno, Hatta, Ahmad Subarjo, dan Sunarya. Keempat tokoh itu bertugas mendidik para pemuda tentang politik dan pengetahuan umum. 

b) Kelompok Ahmad Subarjo Pada masa pendudukan Jepang, Ahmad Subarjo bertugas sebagai Kepala Biro Riset Kaigun Bukanfu (Kantor Penghubung Angkatan Laut) di Jakarta. Di samping bekerja di lembaga itu, Ahmad Subarjo menghimpun tokoh-tokoh pergerakan yang bekerja di angkatan laut Jepang dengan mendirikan asrama pemuda yang bernama “Asrama Indonesia Merdeka”. Di asrama itu, Ahmad Subarjo menanamkan jiwa nasionalisme di kalangan pemuda Indonesia. 

c) Kelompok Sutan Syahrir Sutan Syahrir sangat yakin bahwa Jepang tidak akan menang perang melawan Sekutu. Untuk itu, menurut Syahrir, Indonesia harus segera merebut kemerdekaan pada saat yang paling tepat. Syahrir membuat jaringan-jaringan para pemuda yang mempunyai semangat nasionalisme tinggi, yakni para mahasiswa progresif. Ketika mendengar lewat radio bahwa Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu. Syahrir beserta pemuda lainnya mendesak kepada Sukarno dan Hatta untuk memproklamasikan pada 15 Agustus 1945. Karena Sukarno belum mendengar secara langsung penyerahan Jepang, maka Sukarno belum merespons secara positif. Lagi pula, Sukarno yang saat itu sebagai ketua PPKI dalam membuat keputusan harus sesuai prosedur, yakni adanya kesepakatan dari para anggota untuk Indonesia merdeka. 11. Perlawanan Jepang melalui Gerakan Bersenjata

Selain perlawanan dengan cara kooperatif dan gerakan bawah tanah, para tokoh pergerakan juga melakukan perlawanan dengan cara mengangkat senjata. Berikut tokoh-tokoh yang melakukan perlawanan secara fisik. 

a) Perlawanan Rakyat Desa Sukamanah di Tasikmalaya Perlawanan ini diawali dengan penolakan para santri di Pondok Pesantren Sukamanah Singaparma yang dipimpin oleh K.H. Zaenal Mustafa. Mereka menolak seikerei (sikap menghormati Tenno Haika dengan membungkukkan badan 90 derajat ke arah matahari terbit). Kewajiban seikerei ini menyinggung umat Islam karena termasuk perbuatan syrik yakni menyekutukan Tuhan. Selain alasan seikerei, K.H. Zaenal Mustafa juga sudah tidak tahan melihat penderitaan rakyat akibat penerapan romusha. Tanggal 25 Februari 1944, Kiai Zaenal memimpin perlawanan tetapi dapat dipadamkan pemerintah Jepang karena persenjataan yang tidak memadai. Banyak pengikut Kiai Zaenal yang terbunuh dan Kiai Zaenal sendiri tertangkap pada 25 Oktober 1944 hingga akhirnya dihukum mati Jepang.

 b) Perlawanan Rakyat Indramayu Peristiwa Indramayu terjadi pada April 1944. Pencetusnya adalah karena Jepang mewajibkan kepada rakyat untuk menyetorkan sebagian hasil panen padi dan pelaksanaan romusha yang telah mengakibatkan penderitaan rakyat. April 1944, mereka melakukan perlawanan di daerah Karangapel. Karena sifatnya spontan, maka perlawanan ini dapat dipadamkan pemerintah Jepang. 

c) Perlawanan Rakyat Aceh Perlawanan Aceh terjadi pada 10 November 1942 yang dipimpin oleh Tengku Abdul Jalil. Pemicunya karena tindakan sewenang-wenang Jepang terhadap rakyat Aceh. Usaha perundingan tidak berhasil sehingga Jepang menyerang di Cot Plieng. Tengku Abdul Jalil ditembak bersama pengikutnya ketika melarikan diri dari kepungan Jepang.

Informasi yang didapat dalam pertempuran itu, 90 serdadu Jepang tewas dan 3.000 rakyat Cot Plieng gugur di medan laga. 

d) Perlawanan Peta di Blitar Perlawanan dilakukan oleh Peta (Pembela Tanah Air), sebuah organisasi militer bentukan Jepang. Pemicunya adalah persoalan pengumpulan hasil panen padi yang diwajibkan Jepang kepada rakyat, romusha yang menyebabkan penderitaan rakyat, dan pelatihan Heiho yang keras di luar batas kemanusiaan. Alasan lain yang terungkap bahwa dalam Peta, pelatih militer Jepang bersikap angkuh dan selalu memandang rendah prajurit-prajurit Indonesia. Perlawanan dipimpin oleh anggota Peta komandan pleton (shodanco) yang bernama Supriyadi pada 14 November 1944 di Blitar. Perlawanan ini termasuk perlawanan yang terbesar dalam masa pendudukan Jepang di Indonesia. Meskipun perlawanan dapat dipatahkan dan pengikut Supriyadi dapat ditangkap, dilucuti, dan dihukum mati, tetapi perlawanan ini dapat membangkitkan semangat nasionalisme bangsa Indonesia untuk lepas dari penjajahan. Setelah perlawanan itu selesai, orang tidak tahu lagi di mana Shodancho Supriyadi berada. Jika Supriyadi ikut diadili oleh Mahkamah Militer Jepang dan mati dieksekusi, tidak ada saksi maupun catatannya. Kalau Supriyadi mati karena alasan lain, tidak jelas di mana makamnya. Sebaliknya, jika Supriyadi berhasil melarikan diri dan selamat, juga tidak seorang pun mengetahui di mana Supriyadi berada sehingga sampai sekarang keberadaan Supriyadi masih misterius. 

Pemberontakan Peta di Blitar ternyata jauh sebelum kejadian Sukarno sudah mengetahui rencana itu. Supriyadi dan kawan-kawan datang menemui Sukarno ketika Sukarno berkunjung ke Blitar. Supriyadi meminta restu kepada Sukarno akan melakukan pemberontakan. Ujar Sukarno, “Pertimbangkanlah masak-masak untung ruginya melakukan pemberontakan. Saudara masih terlalu lemah dalam kekuatan militer untuk melakukan gerakan semacam itu pada waktu sekarang.” Sukarno melanjutkan kata, “Kalaulah Saudara sekalian gagal dalam usaha ini, hendaknya sudah siap memikul akibatnya, Jepang akan menembak mati Saudara-saudara semua.” Begitulah, walaupun Sukarno sudah memperingatkan, Supriyadi dan kawan-kawan tetap melakukan pemberontakan. Akhirnya, ramalan Sukarno tepat, mereka tidak mampu melawan militer Jepang..

Kebijakan Jepang yang Melunak Karena Kalah Perang 1944, 

posisi Jepang dalam Perang Pasifik semakin terdesak. Sekutu di bawah pimpinan Jenderal Douglas Mac Arthur dengan strategi militernya berhasil merebut pulau demi pulau yang dikuasai Jepang sehingga Sekutu berhasil mendekati negara tersebut. 

Melihat situasi yang serba sulit, Jepang kembali berjanji memberikan kemerdekaan kepada bangsa Indonesia. Tanggal 7 September 1944, dalam sidang istimewa parlemen Jepang, Perdana Menteri Kuniaki Koiso mengumumkan sikap pemerintah Jepang bahwa daerah Hindia Timur (Indonesia) akan diperkenankan merdeka. Untuk membuktikan kesungguhannya, pada 1 Maret 1945, Letnan Jenderal Kumakici Harada sebagai panglima tentara Jepang di Jawa mengumumkan dibentuknya BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau Dokuritsu Junbi Coosakai. Badan ini bertugas menyelidiki berbagai hal terkait aspek politik, ekonomi, pemerintahan, dan lain sebagainya yang diperlukan bagi pembentukan sebuah negara merdeka. 

Badan ini diketuai oleh dr. Radjiman Wedyodiningrat dan wakilnya R.P. Soeroso. Anggota BPUPKI berjumlah 60 orang, di antaranya masuk juga wakil dari Tionghoa, Arab, bahkan peranakan Belanda dan tujuh orang sebagai anggota istimewa dari Jepang. Tanggal 29 Mei sampai 1 Juni 1945, BPUPKI bersidang untuk pertama kalinya. Dalam sidang tersebut, pada hari terakhir, yakni 1 Juni 1945, Sukarno mengusulkan rumusan dasar negara yaitu: (1) Kebangsaan Indonesia; (2) Internasionalisme atau perikemanusiaan; (3) Mufakat atau demokrasi; (4) Kesejahteraan sosial; (5) Ketuhanan Yang Maha Esa. 

Menurut ahli bahasa, rumusan ini kemudian diberi nama Pancasila. Meskipun demikian, sampai sidang terakhir belum diperoleh kata sepakat untuk menjadikan Pancasila sebagai dasar negara. Oleh karena itu, BPUPKI kemudian membentuk panitia kecil yang terdiri dari sembilan orang sehingga disebut Panitia Sembilan. Tugasnya adalah merumuskan dasar negara serta tujuan atau asas yang digunakan oleh negara Indonesia yang akan lahir. Pada 22 Juni 1945, Panitia Sembilan berhasil menyusun dokumen penting yang sampai sekarang digunakan, yakni preambule yang berisi asas Pancasila. 

Dasar negara yang merupakan hasil dari nilai-nilai yang digali Sukarno dari tradisi, adat istiadat, dan budaya Indonesia.  dan tujuan negara Indonesia merdeka. Rumusan itu dikenal sebagai Piagam Jakarta karena penandatanganannya bertepatan dengan ulang tahun Jakarta. Isi dari Piagam Jakarta itu adalah: 1) Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syareat Islam bagi para pemelukpemeluknya, 2) Kemanusiaan yang adil dan beradab. 3). Persatuan Indonesia. 4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, 5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. 

Selanjutnya, pada 14 Juli 1945, selaku panitia hukum dasar, Sukarno mengajukan rancangan dari isi hukum dasar tersebut yang terdiri dari tiga bagian yang meliputi: 

1. Pernyataan Indonesia merdeka. 

2. Pembukaaan Undang-undang Dasar. 

3. Batang tubuh Undang-undang Dasar. 

Rancangan pernyataan Indonesia merdeka diambil dari tiga kalimat awal alinea pertama dan rancangan pembukaan UUD, sedangkan rancangan pembukaan UUD diambil dari Piagam Jakarta. Setelah BPUPKI menyelesaikan tugasnya, badan ini dibubarkan pada 7 Agustus 1945 dan digantikan oleh PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau Dokuritsu Junbi Inkai. Anggotanya dipilih langsung oleh Marsekal Terauchi, penguasa tertinggi Jepang untuk wilayah Asia Tenggara yang bermarkas di Vietnam. Badan ini berangotakan 21 orang yang terdiri dari 12 orang wakil dari Jawa, 3 orang dari Sumatra, 2 orang dari Sulawesi, 1 orang dari Kalimantan, 1 orang dari Sunda Kecil, 1 orang dari Maluku, dan 1 orang dari perwakilan Tionghoa. Anggota tanpa sepengetahuan Jepang ditambah 6 orang di antaranya Sukarno (ketua), Moh. Hatta (wakil ketua), Soepomo (anggota), dan Radjiman Wedyodiningrat (anggota). Badan ini kemudian ditetapkan pada 9 Agustus 1945. Marsekal Terauchi kemudian mengundang tiga tokoh yang tergabung dalam PPKI, yakni Sukarno, Hatta, dan Radjiman Wedyodiningrat untuk datang ke markas pusat Jepang di Asia Tenggara, yaitu di Dalat, Vietnam Selatan. Dalam pertemuan itu, penguasa tertinggi Jepang untuk Asia Tenggara mengatakan akan memberikan kemerdekaan kepada bangsa Indonesia pada 24 Agustus 1945 dengan wilayah meliputi seluruh wilayah bekas Hindia Belanda

Sumber Referensi :

Kahin, George Mc Turnan. 2013. Nasionalisme Dan Revolusi Indonesia, Jakarta: Komunitas Bambu. 

Kasenda, Peter. 2015. Sukarno di Bawah Bendera Jepang (1942-1945). Jakarta: Kompas Media Sarana. 

Kurasawa, Aiko. 1993. Mobilisasi dan Kontrol: Studi Tentang Perubahan Sosial di Pedesaan Jawa, 1942-1945 (terjemahan). Jakarta: Grasindo. 

Lilik Suharmaji. 2018. Sejarah Indonesia Modern, Dari Imperialisme Kuno Sampai Pengakuan Kedaulatan RI, Yogyakarta: Lingkar Antarnusa. 

Lilik Suharmaji, 2019. Sultan Hamengku Buwono IX Keteladanan Sang Penjaga Gawang RI. Yogyakarta: Ombak. 

Lilik Suharmaji, 2021. Modul Ajar Sejarah Indonesia Materi Pendudukan Jepang di Indonesia. 

Peter Kasenda, 2015. Soekarno Di Bawah Bendera Jepang (1942-1945). Jakarta: Kompas. 

Ricklefs, MC. 2005. Sejarah Indonesia Baru 1200-2004, Jakarta: Serambi Ilmu Semesta. Ricklefs, MC. 2005. Sejarah Indonesia Baru 1200-2004, Jakarta: Serambi Ilmu Semesta. 

Ricklefs, MC. 2016. Sejarah Indonesia Modern, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. 


Link Literasi 

https://www.minews.id/kisah/pengaruh-restorasi-meiji-terhadap-kemajuan-jepang https://lensabudaya.com/restorasi-meiji-latar-belakang-dan-dampaknya/ https://tirto.id/sejarah-jepang-mendarat-dan-betapa-loyonya-knil-di-tarakan-dck https://www.kompasiana.com/roby_irzal_maulana/56d51497e2afbdda0c52734a/selamat-datang-saudara-tua https://www.harianaceh.co.id/2020/10/05/soekarno-juga-bertanggung-jawabuntuk-tragedi-romusha https://www.donisetyawan.com/perlawanan-yang-dipicu-penolakan-seikerei/ https://kelasips.com/organisasi-bentukan-jepang/



Soal Uraian:

  1. Jelaskan kondisi sosial dan budaya di Jepang sebelum dan sesudah Restorasi Meiji

  2. Mengapa Jepang sangat ingin menguasai Negara-negara di wilayah Asia ?

  3. Bagaimana Jepang bisa menjadi negara Industri dan apa tantangan yang dihadapi?

  4. Bagaimana Jepang masuk ke wilayah Hindia Belanda?

  5. Bagaimana Propaganda Jepang terhadap masyarakat di Hindia Belanda (Indonesia)?