Kamis, 09 Januari 2020

Kiyai Ageng Kembang Sore

Lereng wukir mahendra

Perdikan Pacalan

Kanjeng kiyai Adipati Purwodiningrat adalah berasal dari Madura, generasi IV dari Panembahan Cakraningrat I ( R. Praseno) semula beliau mempunyai kedudukan sebagai bupati Pasuruan ( daerah Sabrang wetan), dalam kedudukan ini beliau sering berhadapan / bertentangan dengan Belanda, sehingga beliau memerlukan untuk “meguru” Beliau mendapatkan seorang guru yang sakti, sangat dihormati dan ditaati, kemana pun sang guru pergi, diikutinya. Pada waktu itu beliau sebgai bupati di Pasuruan  mempunyai nama RadenTumenggung  SOSROWINOTO. Dalam sejarahnya beliau ini berputra 13 orang, diantaranya yang tertua dijadikan permaisuri oleh kanjeng Sinuhun Sultan Hamengku Buwono II dari Jogjakarta , oleh karena itu putri tertua ini disebut Kanjeng Ratu Agung.
Pada suatu waktu sang guru yang diikuti oleh R.T. Sosrowinoto sampai pada suatu daerah yang masih kosong (alami) dan termasuk dalam daerah kekuasaan Sultan Yogyakarta, terletak di lereng Gunung Lawu sebelah timur.  R.T. Sosrowinoto sebagai mertua kanjeng Sultan Hamengku Buwono II diberi kedudukan oleh Sultan sebagai Bupati Magetan dan diberi gelar Kanjeng kiyai Adipati Purwodiningrat. Dalam nama atau gelar tersebut tersirat kedudukan beliau sebagai bupati (adipati) dan kesalehan beliau sebagai Kiyai dalam bidang spiritual. Adapun nama kanjeng Kiyai Kembang Sore yang lebih terkenal ini dihubungkan dengan cerita / legenda kesaktian beliau untuk menanam biji bunga jika pada waktu sore hari, paginya telah berkembang semerbak; jika ditanam waktu pagi, pada sore nya biji tadi sudah tumbuh dan berkembang. Kesaktian ini cukup terkenal sampai daerah yang jauh.

Terpetik pula cerita suatu ketika kiyai Ageng Kembang Sore menerima 2 orang tamu ( Kiyai Ageng Ronggo Sulih dan Kiyai Ageng Sampung) yang berniat datang mengajak adu kesaktian. Ternyata dalam adu kesaktian 2 tamu tadi mengalami kekalahan. Yang dalam bahasa Jawa disebut “Panglurugannya ke pancal” Atas petunjuk kanjeng Kiyai Kembang Sore tempat beradu kesaktian tadi diberi nama “PANCALAN”, yang kemudian lambat laun menjadi PACALAN.
Kanjeng Kiyai Ageng Kembang Sore setelah wafat dimakamkan di Pacalan (kidul)  makamnya masih dapat kita kunjungi dan hormati hingga sekarang.

Tanggal 27 Bulan Rajab tahun 1740 Jawa / 1812 masehi Kanjeng Kiyai Adipati Purwodiningrat wafat. Atas kehendak beliau sendiri minta dimakamkan disamping makam kanjeng Kiyai Kembang Sore. Dengan demikian yang dimakamkan di Makam Pacalan Kidul antara lain : Kiyai Ageng Kembang Sore, Kanjeng Kiyai Adipati Purwodiningrat , serta 3 orang sahabat Kyai Ageng Kembang Sore, yaitu: Kyai Ambarsari, Kyai Noyowongso, dan Kyai Sorowongso.
Setelah wafatnya Kanjeng Kiyai Adipati Purwodiningrat, oleh Sri Sultan Hamengku Buwono (yang juga terkenal dengan nama sultan Banguntopo) ditunjuk seorang juru kunci dengan tugas merawat dan memelihara makam mertuanya di Pacalan dan diberi kekuasaan sebagai Kepala Desa Perdikan dengan sebutan Kiyai secara turun temurun. Hal ini berlangsung terus hingga 12 Februari 1962 ; pada waktu itu sesuai aturan pemerintah status DesaPerdikan dihapus.  Hingga semenjak itu kepala desa Pacalan tidak lagi mempunyai sebutan Kiyai dan kedudukan, pengangkatan dan pemilihannya disesuaikan dengan prosedur pemerintahan Republik Indonesia.

Catatan tambahan mengenai nama Kembang Sore.
Nama “Kembang Sore” ini bukan nama sesungguhnya, tetapi merupakan sebutan atau julukan seseorang yang dijunjung tinggi ; adalah kurang pantas , jika rakyat banyak menyebutnya dengan nama asli. Konon menurut yang diceritakan oleh ayahnya Bapak Aboe Amin kepada putranya, waktu beliau mengantarkan Bapak Kiyai Takeran ( Kasan Ngulomo) untuk berziarah di makam Kyai Ageng Kembang Sore , ada suara “uluk salam” dari dalam makam yang menandakan diterimanya kedatangan mereka. Waktu ditanyakan  nama asli Kiyai Ageng disebutkan NORODIPO.

Desa Perdikan Pacalan Kidul dan Pacalan Lor
Seperti diuraikan diatas, Sri Sultan Hamengku Buwono II menunjuk seorang Juru Kunci yang juga berkebiasaan sebagai Kepala Desa Perdikan Pacalan. Beliau ini adalah suami cucu Kanjeng Kiyai Adipati Porwodiningrat, ialah Cokrodirono, menantu putri ke-2
Konon sewaktu putri ke 11 Kanjeng Kiyai Adipati Purwodiningrat (R.A. Mertowongso) menghadap kanjeng ratu Agung (kakaKnya; Istri HB II) mohon “kekuasaan”, oleh beliau diputuskan pernawolo (surat perintah) untuk membagi bumi Pacalan menjadi dua, ialah Pacalan Lor dan Pacalan Kidul, karena bumi Pacalan juga cukup besar. Dengan begitu ditetapkan Desa Pacalan Lor dengan ditunjuk R. Mertowongso sebagai kepalanya, tetapi juga mewajibkan kiyai  pemimpin agama Islam dengan demikian terbentuklah :
      1.       Desa Perdikan Pacalan Kidul dengan Cokrodirono sebagai Kiyai Pacalan Kidul ke 1 dan
       2.      Desa Perdikan Pacalan Lor dengan Mertowongso sebagai Kiyai Pacalan Lor ke 1
Perlu diketahui bahwa Nyai Mertowongso adalah bulik dari Nyai Cokrodirono  , karena Nyai Mertowongso adalah putri ke 11 dan Nyai Cokrodirono adalah anak wanita dari putri ke 2 R.T. Sosrodipuro ( menantu putri ke 2 Kanjeng Kiyai Adipati Purwodiningrat).

Kiyai Dermosentono
Nyai Dermosentono adalah putri Nyai Cokrodirono, yang suaminya diberi tugas sebagai juru kunci makam Pacalan dan berkedudukan sebagai kepala Desa Perdikan Pacalan (Kiyai Pacalan Kidul ke-1) Karena sampai waktunya dewasa belum mendapatkan suami, maka terucaplah prasetya nya untuk sanggup dikawini seorang laki-laki, sekalipun sebagai istri ke-2 atau ke-3 sekalipun. Hal ini terdengar oleh seorang kiyai Kepala Perdikan di lereng sebelah barat Gunung Lawu yang sudah beristri seorang wanita yang cacad (tunawicara) beliau ini adalah R. Darmosentono , seorang Kiyai Kesayangan Kanjeng Sinuhun Paku  Buwono di Surakarta. Dengan seijin istri dan Sinuhun beliau datang di Pacalan dan menikah dengan putri R. Cokrodirono, kiyai Pacalan kidul ke-1. sepeninggalR. Cokrodirono maka R. Dermosentono menggantikannya sebagai Kepala DesaPerdikan Pacalan Kidul ke-2 dan mendapatkan 3 orang anak (wanita, laki-laki dan wanita)
Syahdan pada waktu suatu ketika R. Dermosentono  sowan menghadap Kanjeng Sinuhun Solo. Oleh Sinuhun ditanyakan tentang pernikahannya di seberang timur gunungLawu dan berapa banyak putra yang diperolehnya. Pada waktu disebutkan keadaan para putranya , kanjeng Sinuhun ingin mundut putra lelakinya untuk diasuh dan dibesarkan di keraton solo. Ketika pemundutan ini disampaikan kepada istrinya, maka menangislah beliau karena tidak ingin melepaskan putra laki-laki satu-satunya ini. Dengan cara menyembunyikan putranya ini tercapailah kehendak kanjeng Sinuhun; sebagai akibatnya R. Dermosentono terpaksa meninggalkan Ny. Dermosentono sendiri di Pacalan dengan doa semoga keturunannya di kemudian hari mendapatkan derajat yang tinggi. Putra lelaki ini yang nantinya menggantikan kedudukan kepala Desa Perdikan Pacalan Kidul ke-3 ialah Eyang Kasan Besari

Urutan Kiyai Pacalan Kidul / Lor / Kepala Desa Perdikan
R. COKRODIRONO           Kiyai Pacalan / Kepala Desa Perdikan

Desa Perdikan Pacalan Kidul
      1.       R. Cokrodirono
      2.       R. Dermosentono
      3.       R. Kasan Besari
      4.       R. Purwo Sudarno
      5.       R. Suryo Sudarmo
      6.       R. Suryo Harjono

Desa Perdikan Pacalan Lor
      1.       R. Mertowongso
      2.       R. Joyo Puspito
      3.       R. Joyo Ngulomo
      4.       R.Purwo Ngulomo
      5.       R. Parto Ngulomo
      6.       R. I.B. Parto Kusumo

Sumber: Buku Silsilah Keluarga Kiyai Pacalan.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar