Minggu, 10 November 2019
Jejak laskar Diponegoro di wilayah karesidenan Madiun
LASKAR PERANG DIPONEGORO
DI EKS KARESIDENAN MADIUN
1. Sekilas Perang Jawa
Perang Diponegoro yang juga dikenal dengan sebutan Perang Jawa (Inggris:The Java War, Belanda: De Java Oorlog) adalah perang besar dan berlangsung selama lima tahun (1825-1830) di Pulau Jawa, Hindia Belanda (sekarang Indonesia). Perang ini merupakan salah satu pertempuran terbesar yang pernah dialami oleh Belanda selama masa pendudukannya di Nusantara, melibatkan pasukan Belanda di bawah pimpinan Jenderal Hendrik Merkus de Kock yang berusaha meredam perlawanan penduduk Jawa di bawah pimpinan Pangeran Diponegoro. Akibat perang ini, penduduk Jawa yang tewas mencapai 200.000 jiwa, sementara korban tewas di pihak Belanda berjumlah 8.000 tentara Belanda dan 7000 serdadu pribumi. Akhir perang menegaskan penguasaan Belanda atas Pulau Jawa.
Dalam karyanya , Kuasa Ramalan: Pangeran Diponegoro dan Akhir Tatanan Lama di Jawa, 1785-1855, Peter Carey menulis , kurang lebih ada 108 kiai , 31 haji , 15 syekh , 12 penghulu Keraton Yogyakarta , dan 4 kiai-guru ( mursyid tarekat ) yang turut berperang bersama Diponegoro . Yang paling terkenal tentu saja Kiai Mojo , ideolog Perang Jawa yang banyak disebut sebagai penasehat spiritual - intelektual sang pangeran . Menurut sejarawan asal Inggris yang telah meneliti perjuangan Pangeran Diponegoro sejak 30 tahun silam itu , dukungan dari para ulama datang karena sejak kecil Pangeran Diponegoro sering mengunjungi berbagai pesantren di wilayah Yogyakarta , serta ditempa secara spiritual oleh nenek buyutnya , Ratu Ageng yang dikenal salehah, penganut tarekat Syattariyyah
2. Menyebar, Merintis Perjuangan jalur pendidikan
Setelah Pangeran Diponegoro ditangkap , para kiai yang menjadi perwira tinggi dalam kesatuan tempur melakukan langkah diaspora alias menyebar diri lalu mendirikan sebuah masjid maupun merintis pendirian pondok pesantren untuk mengajar ngaji para penduduk kampung . Sebagian besar menyebar dari wilayah Kedu, Yogyakarta , dan Magelang dan ke wilayah barat (banyumasan) serta wilayahTimur (karesidenan Madiun dan Kediri).
Langkah perubahan strategi perjuangan ini di antaranya berpedoman pada QS. Al-Taubah 122 : “ Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya ( ke medan perang ) , mengapa tidak pergi dari tiap - tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya , supaya mereka itu dapat menjaga dirinya . ”
Salah satu symbol perjuangan para laskar Diponegoro yaitu ditanamnya dua pohon sawo (sawo jejer) didepan rumah atau masjid yang mereka bangun, jaringan pesantren Tegalsari cukup luas meliputi wilayah – wilayah di mancanegara timur yang memberikan dukungan kepada pangeran Diponegoro, banyak pesantren berafiliasi dengan laskar Diponegoro di karesidenan madiun dan kabupaten Ponorogo, keberadaan beberapa pesantren yang secara topografis berada dilereng dan lembah gunung lawu menjadi tempat strategis sekaligus pintu masuk para lascar Diponegoro menemukan daerah yang akan digunakan untuk menyemai perjuangan dan mendidik kader penerus.
Berikut ini laskar – laskar Diponegoro yang memilih tempat di karesidenan Madiun.
LASKAR DIPONEGORO DI EKS KARESIDENAN MADIUN
A. Madiun
1. Kyai Mubarok (Kampir Kanigoro Kota Madiun)
2. Kyai Muslimin (Tawangrejo Kota Madiun)
3. Kyai Thobroni (Prambon Dagangan Madiun)
4. Kyai Thohir (Selopuro Bacem)
5. Kyai Basyir (Banaran Geger)
6. Kyai Muhsin (Penjalinan Sidorejo Kebonsari)
7. Mbah Rangsang Kromo (Tempursari Wungu Madiun)
8. Kyai Tafsir Anom (Masjid Bin Umar, BanjarsariDaganganMadiun)
9. Mbah Surodilogo (Sewulan Dagangan Madiun)
10. Mbah Suhud (JlTanjung Raya, Manisrejo Kota Madiun)
B. Magetan
1. Kyai Imam Nawawi (Taman Arum Parang Magetan)
2. Kyai Abdurrahman (Tegalrejo Nguntoronadi)
C. Ponorogo
1. Kyai Kholifah (Bogem Sampung)
2. Kyai Bukhori (Mangunan Sampung)
3. Kyai Nasheh (Koripan Bungkal)
4. Kyai NurFadhil (Gentan Jenangan)
5. KyaiAbdul Wahab (Duri Sawo)
6. KyaiTabri (DuriSawo)
7. Kyai Ali Muhammad (Jalen Balong)
8. Kyai Muso (Ngembak)
9. Kyai Hasan Besari (Kertosari Babadan Ponorogo)
10. Kyai Hasan Ali (PatihanWetan)
11. Kyai Ibrahim Cekok
12. Kyai Mustaqim Sugihan Pulung
13. Kyai Abdus Syukur (Karanglo Jetis Ponorogo)
14. Mbah Brotonegoro (Gunung Larangan Sumoroto)
15. Warok Martopuro (Kertosari Ponorogo)
16. Kyai Dipokerti (Coper Mlarak)
17. Kyai Thohir (Mojoroto Gelanglor Sukorejo )
18. Kyai Mukarrom (Kauman Sumoroto)
19. Kyai Minhad (Tanjungrejo Badegan Ponorogo)
20. Kyai Hasan Munada (Mlancar Sukorejo)
21. Kyai Nurman (Mlancar Sukorejo)
22. Kyai Hamzali (Jarakan Banyudono )
D. Ngawi
1. Mbah Hasan Tobri (Recobanteng Playaran Kendal )
2. Kyai Hasan Besari (Balong Gerih Geneng )
3. Kyai Nur Salim ( BentengPendemNgawi)
E. Pacitan
1. Kyai Yahuda
2. Tumenggung Djojokaridjo
3. Tumenggung Djimat
4. Ahmad Taris
Lahumul fatihah…..
Copas dari Gus Nur Abu Hamid
Referensi :
1. Peter carey, Takdir Riwayat Pangeran Diponegoro
2. Zainul milal bizawae, Jejaringan Ulama Diponegoro
3. Wawancara dengan dzurriyah.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar