Monumen
pejuang Sutoyo berada di desa Kaibon kec Geger, sebagai peringatan pejuang
lokal dari satuan tentara pelajar, menurut sumber yang pernah meneliti
keberadaan pejuang pelajar yang ada di madiun, satuan pejuang tersebut lebih
tepatnya dari kesatuan Mobpel (mobilisasi Pelajar). Peristiwa heroik tersebut terjadi kira-kira
bulan Agustus 1949 saat wilayah madiun diduduki Belanda dalam Agresi militer
II.
Berawal
dari pemuda Sutoyo 20 th. yang saat itu sedang mengadakan pertemuan dengan
rekan pejuang lainnya di rumah Pamanya yaitu Bejo Sastro Darsono, tepat di
belakang monumen. Saat itu didatangi tentara KNIL (londo ireng) lebih tepatnya adalah anggota OW (onderneming watch /tentara perkebunan) hingga terjadi
perkelahian sengit , kemudian salah seorang tentara OW yang lain segera
membidikan senapannya dan menembus tubuh Sutoyo hingga gugur di tempat, namun
peluru yang lainnya juga menyasar pada tentara OW yang lain hingga tewas. Melihat
keduanya menjadi korban, tentara OW segera melapor kejadian itu pada tentara
Belanda dan segera diadakan sweeping mengacak-acak seluruh desa untuk mencari
para pejuang yang lainnya. Semua penduduk ketakutan dan mengungsi ke dusun
Nglongko Balerejo karena disana terdapat markas Batalyon S Sukawati, sedangkan jenazah pemuda Sutoyo oleh tentara belanda di
biarkan dan dilarang di urus oleh warga. Namun Kasirun Sastro Dimejo ayahnya
dan Suwondo 15 th. adiknya tetap setia
menunggui jenazah Sutoyo, hingga mereka di bawa tentara Belanda ke PG. Kanigoro
yang akhirnya mereka turut gugur di eksekusi Belanda. Jenazah ketiga kusuma
bangsa tersebut di makamkan di Makam Sentono, Ds.Kaibon. Sujinah ibu Sutoyo dan Suwondo merasa sedih
dalam sehari kehilangan 3 keluarga. Tinggal Sri Hartatik yang waktu kejadian
baru berusia 4 tahun putri Mbah Guru Bejo menemani Sujinah, sebutan akrab Bejo Sastro Darsono yang memang seorang
guru sekolah rakyat di Kaibon, sedangkan Kasirun Sastro Dimejo sendiri sebetulnya seorang mandor di PG.
Kanigoro.
Bejo
Sastro Darsono dan ketiga putranya juga tergabung dalam tentara pelajar, yaitu Bayanu,
Sutaryo dan Yoso yang dikomandani putra Kades Kaibon Suprapto. Untuk mengenang
gugurnya para pejuang tersebut, dibangun monumen oleh Pemmerintah desa dan
diresmikan oleh Kades Suprapto Atmodiharjo pada 16 Agustus 1992. Hingga saat
ini masih di uri-uri tradisi cerita tutur kepahlawanan pejuang Sutoyo dengan
mengadakan napak tilas dari Dusun Nglongko Balerejo tempat penduduk yang
ngungsi waktu itu, gotong royong membersihkan monumen dan doa bersama di makam
sentono Kaibon yang di galakan lagi oleh kades Kaibon, Muhammad Sinto.
Sumber :
Artikel Radar Madiun, agustus 2017
Penelitian pejuang Mobpel oleh Bagus Ninar
Wawancara dengan Pak Pri keponakan Pejuang Sutoyo
Penelusuran Tim Kompas Madya
Foto : Instagram widodogbArtikel Radar Madiun, agustus 2017
Penelitian pejuang Mobpel oleh Bagus Ninar
Wawancara dengan Pak Pri keponakan Pejuang Sutoyo
Penelusuran Tim Kompas Madya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar