Situs Masjid Sewulan |
Sejarah Tanah Perdikan Sewulan
Sejak berdirinya masjid bentuk bangunan masih dipertahankan. Seperti tembok yang tebalnya mencapai satu meter dan kolam tempat wudhu yang terletak persis di depan masjid sama sekali belum tersentuh. Sedang di lingkungan Masjid Agung Sewulan terdiri dari pintu gapuro, halaman Masjid yang di tanami dengan Sawo Kecik, Mahardika, Bunga Tanjung, dan di lengkapi dengan kolam pesucian yang berada tepat di depan serambi Masjid sehinnga para jama’ah dengan Otomatis tidak akan membawa najis dari luar sekaligus sebagai tempat untuk berwudhu. Adapun sebagian makna Filosofis / Kinayah / simbol-simbol tadi adalah sebagai berikut:
1. Pintu Gapuro, yang berasal dari kata Ghofuro diharap orang dalam hidupnya selalu memohon ampun kepada Gusti Alloh yang bersifat Al-Ghofur, Dzat Yang Maha Pengampun.
2. Sawo Kecik, diharap manusia dalam kehidupannya selalu melakukan kebaikan (tansah junjung lelaku ingkang sarwo becik).
3. Tanaman Mahardikan (pohon mertega), dengan harapan setelah mengerjakan semua yang terpuji maka manusia akan memeroleh kemerdekaan / kesempurnaan hidup di dunia dan akhirat.
4. Bunga Tanjung, adalah sebagai pengingat pada orang tua agar terkadang juga menyanjung pada anak-anak atau seseorang yang di bawah umurnya yang intinya juga menghormati pada yang lebih muda.
5. Kolam pesucian yang mengandung makna setiap manusia yang menginginkan untuk masuk dalam kerajaan Alloh harus dalam keadaan bersih dan suci dari semua kotoran dan najis, sebab Dzat Alloh adalah bersih (Al-Qudus).
6. Serambi Masjid, yang biasa dipergunakan untuk ber Tholabul ‘Ilmi khusus nya ilmu agama, karena seorang hamba yang mengharapkan bisa Wushul ilallooh (sowan lan tumeko marang Gusti Allah ) maka orang tersebut haruslah menguasai, memahami dan menjalani semua aturan dan syarat untuk menjadi seorang hamba yang siap mengabdi pada Tuannya (Lungguhe kawulo marang Gusti).
7. Induk Masjid yang terdiri dari 4 pintu dan 5 jendela yang bermakna ;seorang hamba Alloh yang sedang beribadah kepada Alloh sebelumnya harus dapat menguasai, menundukkan dan menjaga semua panca inderanya (lubang 9 / Howo Songo), karena masuknya hawa nafsu itu melalui panca indera tersebut
8. Empat tiang penyangga induk Masjid adalah simbol dari 4 Madzhab, supaya orang Islam mengikuti Ulama’ yang menjadi pewaris Nabi khususnya Imam 4 yaitu; Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Hanafi dan Imam Chambali apabila seseorang tidak mampu untuk ber Ijtihad dalam memahami hukum-hukum Islam.
9. Atap Masjid yang bertingkat 3, bermakna setelah seseorang mengaku Islam maka tidaklah cukup hanya dengan bersyariat saja maka sebaiknya di teruskan dengan 3 tingkat yang selanjutnya, yaitu; Thoriqoh, Ma’rifat dan Chaqiqot yang sudah tidak bisa untuk di pisah-pisah lagi atau harus berjalan bersama-sama (Walloohu A’alam bishshowaab).
Pembangunan Masjid Agung Sewulan di kerjakan langsung oleh beliau Kyai Ageng Basyariyah dan menantu beliau, (R. Mas Muh Santri / Tumenggung Alap-Alap Kuncen, Caruban, Madiun) sebelum membangun Masjid tersebut Kyai Ageng Basyariyah menghendaki posisi bangunan Masjid agak ke selatan dari posisi pengimaman dengan harapan semua anak cucunya kelak menjadi orang ‘Alim dan Sholeh, sedang menantunya (R. Mas Muh Santri) menghendaki letak pengimaman di sebelah utara dengan harapan agar semua anak cucunya kelak menjadi orang yang terhormat atau seorang Umaro’, akhir kesepakatan adalah pengimaman Masjid di letakkan tepat berada di tengah seperti yang ada seperti sekarang ini dengan harapan anak cucunya kelak selain menjadi orang yang terhormat atau seorang priyayi juga menjadi seorang Ulama’.
Bangunan Masjid dengan pondasi dan tembok dari bata merah yang berukuran ± 20 cm X 40 cm yang di pasang dengan adonan tanah liat dan badeg tebu agar bangunan tersebut kuat dan tidak mudah retak. Sedang atap masjid terbuat dari kayu yang di bentuk Sirap, pada tahun 1922 atap masjid yang berupa sirap diganti dengan genting yang terbuat dari tanah liat di karenakan sudah banyak sirap yang lapuk karena di makan usia, tahun 1924 lantai masjid di renofasi dengan tegel, di tahun 1986 genting masjid di ganti lagi dengan genting baru yang lebih berkualitas.
Kolam yang berukuran 4 x 5 meter itu sendiri sekarang jarang digunakan. Maklum masyarakat biasanya lebih memilih berwudu di tempat yang sudah disediakan. Tapi sebagian warga pendatang masih percaya bahwa air dalam kolam itu bisa mempercepat balita untuk bisa berjalan. Biasanya setelah mandi di kolam itu, beberapa bulan selanjutnya bisa berjalan
Banyaknya ukiran kaligrafi disetiap sudut membuat nuansa Islam semakin kental. Apalagi mimbar (tempat untuk kutbah) yang ada sekarang juga merupakan warisan sejak berdirinya masjid tersebut. Meskipun demikian mimbar itu masih terlihat cukup elegan.
Sewulan sendiri berasal dari kata sewu (seribu) dan wuwul (ukuran luas sama dengan hektar) jadi sewu wuwul adalah 1.000 ha. Dari nama tersebut dapat diartikan bahwa Desa Sewulan adalah tanah hadiah yang luasnya 1000 ha. Oleh Raja yang berkuasa pada waktu itu. Ada juga berdasarkan cerita tutur berasal dari seribu bulan (Sewu Wulan) karena bertepatan dengan bulan ramadhan disaat Laillatul Qodar
Berdasarkan cerita rakyat sewulan, pendiri Desa Sewulan adalah Bagus Harun, seorang santri dari Tegalsari Ponorogo. Pada masa pemerintah Kasunanan Paku Buwono II di Kartasura, terjadi pemberontakan orang-orang Tionghoa terhadap kekuasaan Kompeni Belanda di bawah pimpinan Tai Wan Sui. Pada tahu 1741 terjadi peperangan hebat di Kartasura. Susuhunan Paku Buwono II meminta bantuan kepada Kyai Hasan Besari di Tegalsari, tetapi oleh Kyai besari hanya di kirim seorang santrinya bernama Bagus Harun. Bagus Harun dapat memenangkan pertempuran di Kartasura, kemudian Bagus Harun di beri hadiah tanah yang dipilihnya sendiri seluas 1000 wuwul / ha. Maka sejak tahun 1742 Desa Sewulan mendapatkan kemerdekaan penuh dan secara turun temurun dipimpin oleh seorang Kyai keturunan Bagus Harun atau yang terkenal dengan Kyai Ageng Basyariah.
Makam Kyai Ageng Basyariyah berada di kompleks makam Sewulan di belakang Masjid Agung Sewulan, tepatnya di cungkup utama. Di cungkup utama tersebut, makam Kiai Ageng Basyariyah diapit oleh putrinya (Nyai Muhammad Santri) dan menantunya (Kiai Muhammad Santri). Ketiga makam tersebut di naungi kain berwarna hijau. Tepat di depan makam Kiai Ageng Basyariyah terdapat songsong tiga tingkat berwarna hijau ( Songsong Tunggul Nogo). Songsong ini dihias dengan sepasang naga di bawahnya dan difungsikan sebagai rak sederhana untuk tempat Al Quran dan surat yasin.
Adapun pemimpin Desa Perdikan Sewulan hingga tahun 1962 adalah:
- R. Mas Bagus Harun (Kyai Ageng Sewulan I)
- R. Mas Maklum Ulama (Kyai Ageng Sewulan II)
- R. Mas Mustaram I (Kyai Ageng Sewulan III)
- R. Mas Mustaram II (Kyai Ageng Sewulan IV)
- R. Mas Rawan (Kyai Ageng Sewulan V)
- R. Mas Wiryo Ulomo (Kyai Ageng Sewulan VI)
- R. Mas Ichwan ‘Ali (Kyai Ageng Sewulan VII)
Ciri kekaryaan Desa sewulan adalah kerajinan dari besi (pande besi), pendirinya Nitikromo dari Jogjakarta dan Nuryo, barang yang dihasilkan adalah alat-alat pertanian, juga terdapat seorang empu pembuat keris pusaka yang bernama Mohamad Slamet, masih keturunan empu Suro dari Demak.
Presiden RI yang ke 4, Abdurrahman Wahid (Gus Dur) merupakan salah satu keturunan ketujuh Kiai Ageng Basyariyah. Jadi di Sewulan inilah, tempat bermain tokoh yang pernah menjadi Presiden RI itu, sebelum akhirnya hijrah ke Jombang.
1. Nyai Santri, sbg keturunan pertama / anak dari Kyai Ageng Basyariyah.
2. Ky Maklum Buntoro
3. Ky Mustaram/Muhtaram
(Konon menikahi 2 wanita. Salah satu istri beliau yg bernama Nyai Kuning, adalah janda dari seseorang yang masih leluhur Bung Karno. Mungkin dari daerah Tulungagung ). Salah satu keturunan dari nyai kuning dan Kyai Mustaram adalah:
4. Nyai Ilyas, berputra:
5. Nyai Nafikah ( digarwo KH Hasyim Asy'ari Tebuireng ) berputra
6. KH Abdul Wahid Hayim
7. Gus Dur
Ndalem Kyai Ageng Sewulan (rumah Ibu Soekotjo) |
Ruang tengah Ndalem Kyai Ageng Sewulan |
dr kiri :Bp. Mamak Sewulan (tokoh Masy), Bp Koirul (pemangku rumah), Bp. Janus, Bp. Dwi Hamzah |
Selain Gus Dur, Menteri Agama Maftuh Basyuni juga tercatat sebagai keturunan Kiai Ageng Basyariyah. Almarhum KH Abdul Basith bin Mahfudz, Pengasuh PP Oro Oro Ombo Madiun yang cukup kharismatik juga termasuk bani Basyariyah. KH. Abdul Basith adalah putra Mbah Mahfudz, yang sepeda angin pancal kesayangan beliau dimuseumkan di Museum NU Surabaya. Konon suatu ketika seorang santri Mbah Mahfudz pernah melihat Mbah Mahfudz berada di Mekkah dengan membawa sepeda tersebut.
versi yang lain Sewulan berasal dari kata sewu (seribu) dan wuwul (ukuran luas sama dengan hektar) jadi sewu wuwul adalah 1.000 ha. Dari nama tersebut dapat diartikan bahwa Desa Sewulan adalah tanah hadiah yang luasnya 1000 ha. Oleh Raja yang berkuasa pada waktu itu.
Berdasarkan cerita rakyat sewulan, pendiri Desa Sewulan adalah Bagus Harun, seorang santri dari Tegalsari Ponorogo. Pada masa pemerintah Kasunanan Paku Buwono II di Kartasura, terjadi pemberontakan orang-orang Tionghoa terhadap kekuasaan Kompeni Belanda di bawah pimpinan Tai Wan Sui dari Semarang dan dibantu oleh Sri Susuhunan Paku Buwono II. Pada tahu 1741 terjadi peperangan hebat di Kartasura. Susuhunan Paku Buwono II meminta bantuan kepada Kyai Hasan Besari di Tegalsari, tetapi oleh Kyai besari hanya di kirim seorang santrinya bernama Bagus Harun. Bagus Harun dapat memenangkan pertempuran di Kartasura, kemudian Bagus Harun di beri hadiah tanah yang dipilihnya sendiri seluas 1000 wuwul / ha. Maka sejak tahun 1742 Desa Sewulan mendapatkan kemerdekaan penuh dan secara turun temurun dipimpin oleh seorang Kyai keturunan Bagus Harun atau yang terkenal dengan Kyai Ageng Basyariah.
Makam Kyai Basyariah |
Makam Kyai Ageng Basyariyah berada di kompleks makam Sewulan di belakang Masjid Agung Sewulan, tepatnya di cungkup utama. Di cungkup utama tersebut, makam Kiai Ageng Basyariyah diapit oleh putrinya (Nyai Muhammad Santri) dan menantunya (Kiai Muhammad Santri). Ketiga makam tersebut di naungi kain berwanrna hijau. Tepat di depan makam Kiai Ageng Basyariyah terdapat songsong tiga tingkat berwarna hijau ( Songsong Tunggul Nogo). Songsong ini dihias dengan sepasang naga di bawahnya dan difungsikan sebagai rak sederhana untuk tempat Al Quran dan surat yasin.
Sumber :
Buku Sejarah Kabupaten Madiun, 1980
Narasumber : Bpk. Mamak Sewulan, Bpk. Khoirul, Bpk Ardyan
c
Buku Sejarah Kabupaten Madiun, 1980
Narasumber : Bpk. Mamak Sewulan, Bpk. Khoirul, Bpk Ardyan
c
Mimbar Masjid Sewulan, masih asli |
Menunjukan th pemasangan tegel |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar