Sikap “BAWALAKSANA”
Falsafah Luhur
Prinsip Bawalaksana adalah
sebuah filsafat hidup yang telah dijunjung tinggi masyarakat Nusantara terutama
di tanah Jawa. Prinsip ini telah dipegang teguh oleh kalangan penguasa, pemimpin dan ulama sebagai janji yang harus ditepati dan
rakyat yang sangat percaya dan menghormati janji tersebut. Maka dalam masyarakat Jawa terkenal dengan
ungkapan Sabdo pandhito ratu tan keno
wola-wali. Ungakapan ini tertanam dalam kehidupan masyarakat, dijunjung
tinggi dan menjadi sebuah hukum tidak tertulis, atau norma yang harus dipenuhi
oleh para penguasa atau raja dan para ulama / tokoh agama.
Prinsip Bawalaksana ini,
secara tidak langsung merekat kuat di kehidupan masyarakat nusantara
melalui cerita-cerita dalam dunia
pewayangan, atau cerita rakyat lainnya. Banyak contoh cerita nusantara yang
menggambarkan prinsip Bawalaksana atau janji
, tetapi pada akhirnya terhukum
oleh janjinya sendiri, karena tidak bisa memenuhi apa yang telah
diucapkannya.
1. Cerita rakyat dari Minangkabau “Malinkundang”
akhirnya menjadi batu karena mengingkari janjinya pada Ibunya.
2. Roro Jonggrang
disabda Bandung Bondowoso karena mengingkari janjinya untuk mau
diperistri.
3. Ken Arok disabda Mpu Gandring, mati dengan
kerisnya sendiri karena mengingkari
pembuatan keris sakti.
4. Majapahit hancur karena mengingkari janji , saat
mempersunting putri Pajajaran “Dyah Pitaloka”
dan masih banyak lagi contoh cerita, mereka yang
celaka karena mengingkari janjinya sendiri.
Dalam refleksi kehidupan
politik Negara Republik Indonesia, sejak kemerdekaan sampai era reformasi, para
pemimpin negeri ini banyak yang celaka akibat tidak memenuhi janjinya pada
rakyat. Artinya mereka dengan sengaja melanggar prinsip Bawalaksana.
Hal ini bisa kita amati secara
umum pada setiap Pemilu, banyak para calon Legislatif mengobral janji, namun
pada akhirnya dihukum oleh janjinya tersebut. Banyak Calon DPR yang pada
periode pertama sukses mendapatkan kursi, namun pencalonan yang kedua kali gagal, bahkan sampai menghabis biaya yang luarbiasa.
Karena terhukum oleh janjinya pada rakyat. Ada suatu ungkapan yang cukup populer dalam
demokrasi yaitu,” vox populi vox dei” Suara Rakyat adalah Suara Tuhan. Saya kira ungkapan ini sejalan dengan prinsip
Bawalaksana, jadi siapapun calon penguasa yang menginginkan mendapatkan simpati
dari rakyat kuncinya adalah pegang teguh prinsip Bawalaksana, yaitu satu kata
satu perbuatan, menepati apa yang telah diucapkan.
Dalam buku "Sabda Pandita Ratu",1990 oleh Sujamto. Di contohkan tokoh-tokoh yang memegang teguh prinsip
Bawalaksana, yang diambil dari tokoh-tokoh pewayangan dan sejarah nusantara,
yaitu:
1. Prabu Dasarata, menenuhi janjinya pada Dewi
Kekayi agar tahta Kerajaan Ayodya diberikan pada keturunannya yaitu, Raden
Barata
2. Ramawijaya, karena Janji ayahnya, Ramawijaya
merelakan tahta Ayodya yang menjadi haknya diberikan pada Raden Barata.
Ramawijaya rela dibuang ke hutan Dandaka bersama Dewi Shinta istrinya dan ditemani
adiknya Raden Laksmana.
3. Prabu Santanu, dengan berat hati memenuhi
janjinya untuk menyerahkan tahta Hastina untuk keturunan Dewi Durgandini
(setyawati), yaitu Raden Citragada dan Wicitrawirya karena kedua pangeran ini
meninggal dalam peperangan kemudian
digantikan Resi Wiyasa yang merupakan putra Dewi Durgandini dengan Bambang
Palasara untuk melanjutkan tahta Hastinapura.
Resi Bisma
4. Dewabrata (Resi Bisma), berjanji wadat hanya untuk meyakinkan pada Dewi
Durgandini agar mau di persunting ayahnya, untuk meyakinkan janjinya Dewabrata
bersumpah wadat, Hingga trah Hastinapura berpindah pada keturunan Dewi
Durgandini yaitu: Citragadda dan Wicitrawirya.
Puntadewa
5. Puntadewa,
terkenal dengan raja berdarah putih karena sikap kesabarannya yang tanpa batas.
sebagai seorang yang ‘wani ngalah luhur
wekasane’! Piwulang (ajaran) Jawa tersebut artinya bahwa manusia hendaknya
berani mengalah, ketahuilah bahwa tindakan mengalah tersebut akan membawa
pada derajat yang luhur (kebaikan tinggi). Dan, patut diingat bahwa mengalah di
sini bukan berarti kalah, tetapi mengalah demi kebaikan dan kemaslahatan
bersama. Bukankah dengan demikian orang yang mengalah itu pada hakikatnya
justru menjadi pihak yang menang?
Dalam kehidupannya, Prabu Puntadewa ini dikenal sebagai penyabar, adil
dan bijaksana, pemurah, jujur atau tak pernah berbohong, bahkan tak pernah
marah sedikit pun. Karena itulah Raja Ngamarta itu dikenal sebagai seorang satriya yang
memiliki ludira seta (darah putih). Apapun yang dimintanya pasti
diberikan, termasuk barang yang paling berharga sekali pun, seperti pusaka
‘Jamus Kalimasada’ dan permaisurinya Dewi Drupadi dalam lakon “Indrajala
Maling”, misalnya, dikisahkan ada seorang maling bernama Indrajala yang
meminta kepada Prabu Puntadewa senjata Ngamarta (Jamus
Kalimasada) dan istrinya Dewi Drupadi. Dan, Prabu Puntadewa pun
menyerahkan Jamus Kalimasadadan istrinya Dewi Drupadi kepada Indrajala.
Sumber : wawansusetya.blogspot.com
6. Dewi Kunthi, adalah sosok wanita yang sangat mulia membimbing, putra
Pandawa menjadi ksatria-kesatria yang sakti berbudi luhur.
Dewi Kunthi adalah putri Prabu Kunthiboja raja Mandura. 4 bersaudara :
1. Basudewa yang menurunkan : Krisna dan Baladewa
2. Dewi Kunthi menurunkan Putadewa, Bima, Arjuna serta mengasuh anak Dewi Madrim sejak bayi yaitu: Raden Nakula dan Sadewa,
3. Arya Praburukma
4. Ugrasena menurunkan Setyaki senapati tangguh Pandawa
1. Basudewa yang menurunkan : Krisna dan Baladewa
2. Dewi Kunthi menurunkan Putadewa, Bima, Arjuna serta mengasuh anak Dewi Madrim sejak bayi yaitu: Raden Nakula dan Sadewa,
3. Arya Praburukma
4. Ugrasena menurunkan Setyaki senapati tangguh Pandawa
7. Resi Wisrawa
Sebuah kisah tragis Resi Wisrawa yang berniat mencarikan istri sang Anak
tercinta Raja Lokapala Prabu Danaraja/Danapati, mengikuti sayembara pilih di
negeri Alengka melamar Dewi Sukesi putri Prabu Sumali. Dewi Sukesi hanya mau
diperistri oleh Resi Wisrawa yang telah membabarkan Sastra Jendra Hayuningrat.
Sebuah dilema bagi Resi Wisrawa, yang pada akhirnya memenuhi sumpah Dewi Sukesi yang hanya mau diperistri oleh siapapun yang
mamu medar Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu, maka lahirlah Rahwana,
Kumbakarna, Sarpakenaka dan Gunawan Wibisana. Di akhir cerita Prabu Danaraja
bermaksud menghukum Resi Wisrawa yang dianggap merebut Dewi Sukesi, namun
karena Prabu Danaraja merasa walaupun bagaimana Resi Wisrawa adalah ayahnya
yang harus di hormati, maka Prabu Danaraja menyembah ayahnya dan pulang ke
negeri Lokapala, atas kebijaksanaanya Prabu Danaraja di angkat sebagai Asalira
Dewa, dengan jejuluk Dewa Wisranawa/Dewa Kuwera sebagai Dewa Harta Kekayaan.
Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu
Serat : kitab, ajaran Sastrajendra: ilmu tentang raja-raja (keutamaan) Hayuningrat: kedamaian, keselamatan Pangruwating: merubah, mengobati Diyu: simbol keburukan, angkara
8. Patih Suwanda
Bambang Sumantri yang setelah menjadi patih disebut “Patih Suwanda”
adalah Patih dari Raja Harjunasasrabahu dari negara Maespati pada era sebelum
Sri Rama tokoh dalam kisah Ramayana. Patih Suwanda termasyhur dalam
kegagahberaniannya, mampu melaksanakan semua tugas dari Prabu Harjunasasrabahu
dengan penuh tanggungjawab dan akhirnya gugur di palagan melawan Dasamuka.
Sebagai kesimpulan sikap luhur "bawalaksana"di dalam
kasustraan jawa adalah :
Menepati janji, satu kata satu perbuatan dengan semua konsekuensi yang ada, dijalani dengan rasa syukur, dan ikhlas
Menjalani hidup ini dengan punuh rasa syukur,apapun ketetapan rasa yang Tuhan berikan tetap bersyukur dan ikhlas menjalani.
Menjalani hidup ini dengan punuh rasa syukur,apapun ketetapan rasa yang Tuhan berikan tetap bersyukur dan ikhlas menjalani.
Menjalani hidup ini dengan berarti, hidup dikatakan berarti apabila
dalam menjalani hidup ini bisa memberikan manfaat buat sesama,masyarakat dan
bangsa, menjadi pribadi yang kaya hati (amalshaleh/berderma),luas hati (sabar).
Setia berjalan diatas kebaikan budhi pekerti luhur,welas asih
sesama Sebenarnya jalan dan laku
keluhuran yang beraneka macam rupa warna serta jalanya tidak berhenti didalam
ketiga hal diatas saja,asalkan setiap diri bisa berjalan diatas
kebenaran,kebajikan menuju kebenaran sejati yang bersumber dari Tuhan YME ,maka
diri sedang berjalan dan meniru laku utama. Semua agama mengajarkan tentang
kebajikan dan kebenaran biarlah mereka-mereka menjalani keyakinan yang
diyakininya,berfikir berprilaku hidup tentram penuh toleransi,jangan menghakimi
kepercayaan agama lain yang pada akhirnya toh juga tidak mau dipaksakan,anda
sudah pasti tidak mau ikut ajaran keyakinan dia,dan dia yang pasti tidak mau
juga walau dipaksa maupun sukarela untuk mengikuti ajaran keyakinan anda.Maka
tiada guna berdebat masalah agama.para pembaca yang budhiman yang dirahmati
Tuhan.kembali pada pembahasan topik awal mengenai "Bawalaksana" kenapa dalam kasustraan jawa kata bawalaksana menempati posisi penting dalam laku
utama. Utamaning nata. Seyogyanya setiap manusia, terutama pemimpin harus teguh
dan setia menjalankan kata bawalaksana, jika tidak memegang dan menjalankan
ini, sudah bisa dipastikan dia tidak akan mendapatkan "kepercayaan" di
hati rakyatnya,dalam lingkup terkecil pribadi manusia maka dia tidak akan
mendapatkan kepercayaan dari sesamanya bahkan rekan dan kawan akrab
sekalian, wibawanya jatuh dikarenakan kurang di percaya.Ya benar sekali kata
sederhana ini mengandung pengertian yang sangat luas,terjemahan dari arti
singkatnya adalah :
"Teguh untuk melaksanakan dan memegang janji atau ucapanya
sendiri,berusaha menepati apapun misalkan rintangan yang menghadang dan akan
dihadapi dikemudian hari".
Kata bawalaksana juga bisa disejajarkan dengan sikap ucapan dan prilaku yang konsekwen terhadap ucapan yang telah dikeluarkan, Dalam menepati "Sesanti/janji" kata bawalaksana juga bisa disejajarkan dengan kata orang yang teguh dan dapat dipercaya ucapan dan perilakunya,tidak munafik".
Apakah para pejabat dan kepala negara sekarang yang masih
berkuasa menjalankan tahta kepemimpinan masih memegang teguh kata-kata
"bawalaksana"yang telah diikrarkan ketika pelantikan kenaikan pangkat
dibawah sumpah ayat sucinya.?
para pembaca, kata bawalaksana adalah sebuah kata yang juga identik dan bisa menuju pada makna
para pembaca, kata bawalaksana adalah sebuah kata yang juga identik dan bisa menuju pada makna
"Sabda
Pandhita Ratu Tan Kena wola wali"
Sabda : ucapan
Sabda : ucapan
Pandhita :Orang linuwih/Kepercayaan
Ratu :Yang memerintah,mengatur,menjalankan tapuk kepemimpinan.
Tan kena :Dihindari,Tidakboleh,larangan.
Wola-wali:Tidak sesuai,ucapan mencla-mencle,Tidak berpendirian,lahir bathin jiwa raga yang tidak bisa sejalan dengan ucapan.tidak konseksen,munafik,ingkar janji.
Ratu :Yang memerintah,mengatur,menjalankan tapuk kepemimpinan.
Tan kena :Dihindari,Tidakboleh,larangan.
Wola-wali:Tidak sesuai,ucapan mencla-mencle,Tidak berpendirian,lahir bathin jiwa raga yang tidak bisa sejalan dengan ucapan.tidak konseksen,munafik,ingkar janji.
Sumber :
Nilailuhur.blogspot.com
buku Sabda pandita ratu,1990
oleh Sujamto
TAULADAN BAGI KSATRIA SEJATI
Serat Tripama ( tiga suri tauladan untuk para ksatria ) adalah karya KGPAA
Mangkunegara IV (1809-1881) di Surakarta, yang ditulis dalam tembang
Dhandanggula sebanyak 7 pada (bait), mengisahkan keteladanan Patih
Suwanda (Bambang Sumantri), Kumbakarna dan Suryaputra (Adipati Karna)
Adipati Karna
Raja Ngawangga, Adipati Karna tanpa ragu bertempur memihak Kurawa melawan Pandawa, mengapa ia tanpa ragu memilih posisi yang batil dan melawan Pandawa sebagai pihak yang benar dan merupakan saudaranya sendiri ? apakah tekad membalas budi kepada Prabu Duryudana atau ia bersikap sekedar menjalani takdir tanpa ragu-ragu. Sikap Karna yang demikian itu sebenarnya terdorong oleh etika Bawalaksana juga. Pada saat masih muda dan hanya dikenal sebagai anak Adirata, kusir (sais) Kerajaan Astina, ia sangat tersinggung oleh sikap Arjuna yang tidak mau melayani tantangannya, karena dianggap tidak pantas disejajarkan dengan para kesatria, datanglah Duryudana sebagai Dewa penolong dan mengangkatnya sebagai saudara yang berarti setingkat dengan para kesatria. Pada saat itu pula Karna bersumpah untuk senantiasa membela dan mengabdikan dirinya kepada Duryudana. Ia tetap konsekwen memegang janji ini, meskipun di kemudian hari ia mengetahui bahwa Pandawa adalah adik-adiknya sendiri (anak Dewi Kunthi). Posisi Karna terhadap Kurawa mirip dengan posisi Kumbakarna terhadap Rahwana, juga terikat pada etika Bawalaksana. Oleh karena itu, meskipun diberitahu oleh Kresna bahwa ia adalah anak Dewi Kunthi yang berarti masih saudara seibu dengan Pandawa, Karna tetap teguh berdiri di pihak Kurawa, tanpa ragu-ragu melawan adik-adiknya
Bambang Sumantri
Bambang Sumantri yang setelah menjadi patih disebut “Patih Suwanda”
adalah Patih dari Raja Harjunasasrabahu dari negara Maespati pada era sebelum
Sri Rama tokoh dalam kisah Ramayana. Patih Suwanda termasyhur dalam
kegagahberaniannya, mampu melaksanakan semua tugas dari Prabu Harjunasasrabahu
dengan penuh tanggungjawab dan akhirnya gugur di palagan melawan Dasamuka.
Kumbakarna
Kumbakarna adalah adik dari Prabu Dasamuka raja Ngalengkadiraja
(Alengka), walaupun berbentuk raksasa tetapi tidak mau membenarkan tindakan
kakaknya yang angkara murka dengan menculik Dewi Shinta. Walaupun demikian pada
saat kerajaan Ngalengkadiraja diserang oleh musuh, yaitu Sri Rama dan
pasukannya, Kumbakarna memenuhi panggilan sifat ksatrianya, mengorbankan jiwa
membela tanah air. Kumbakarna gugur membela negara, bukan membela kakaknya.
Kumbakarna adalah salah satu pelaku dalam kisah Ramayana.
Sumber : iwanmuljono.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar