Senin, 21 Maret 2016

Menelusuri Jejak Perdikan Giripurno Gunung Bancak Magetan


Menelusuri Jejak Perdikan Giripurno Gunung Bancak Magetan

Pagi cerah Rabu 9 Maret 2016 tak berlangsung lama, sang Ditya Kala Rahu sudah siap dengan taringnya segera menerkam dan memangsa Sang Surya, mengetahui hal tersebut kali ini tidak menyurutkan penduduk bumi Purabaya untuk menjalankan aktivitasnya, hanya sebagian kecil mbok-mbok bakul di pasar sengaja tidak menggelar dagangannya, bukan karena takut pada sang Ditya tapi lebih karena ingin ikut melaksanakan puja bakti sembahyang Kusuf Gerhana Matahari yang telah diumumkan oleh  rama Kyai di sanggar pemujaan (masjid) sehari sebelumnya.  Pagi itu cuaca sangat cerah namun tak berapa lama sang Surya mulai pucat dan akhirnya hilang hampir seluruh tubuhnya, untuk wilayah Brangwetan tanah Jawa, Kotapraja Madioen khususnya diperkirakan terjadi gerhana matahari  85,17 persen. Tidak terdengar suara kentongan bertalu-talu seperti puluhan tahun lalu, pada pukul 07.00 wib, sebagian besar sanggar pamujan Masjid di bumi Purabaya melaksanakan sholat Kusuf Gerhana Matahari, diluar perkiraan  tanpa rasa ketakutan akan keberadaan Ditya Kala Rahu yang berwajah seram siap memangsa sang Surya mpenduduk bumi  justru tampak gembira berbondong bondong mendatangi sanggar pamujan masjid  untuk melaksanakan sholat kusuf Gerhana Matahari, kiranya Batara Whisnu telah melaksanakan tugasnya dengan baik  sang Surya telah kembali  bersinar sempurna seperti sedia kala.

Sesuai dengan rencana sehari  sebelumnya kami tim Kompas Madya dari bumi Purabaya segera meluncur ke arah peraduan abadi GKR Maduretno  dan Pangeran Ronggo Prawirodirjo III di Gunung Bancak, Desa Giripurno Kabupaten Magetan. Setelah sampai dikaki Gunung Bancak kami segera sowan ke rumah Mbah Laimah Putri untuk pinjam kunci  Pesarean  Gunung Bancak.  Medan tanjakan 75 derajat dan tikungan tajam segera  kami terjang tanpa menghiraukan pemandangan yang sebenarnya sangat menakjubkan di sepanjang perjalanan sekitar 2,5 KM menuju Makam Ratu GKR Maduretno. Sampai di Pesarean kami sejenak tertegun, karena disana sudah ada beberapa kelompok peziarah dari berbagai wilayah di Madiun yang memanfaatkan momen hari gerhana Matahari itu, tampak rombongan dengan pakaian khas orang Hindhu, Rombongan masyarakat umum, dan anak-anak muda yang sekedar bersantai menikmati suasana teduh dan damai di taman pesarean Gunung Bancak. Kami segera memasuki cungkup utama dan berdoa dan tahlil dipimpin oleh Mbah Harto Panembahan Sekar Tanjung.

Kemudian kami segera blusukan di areal Makam GKR Maduretno, sesuai pengamatan tim Blusukan : Didalam cungkup utama terdapat 3 nisan yang tengah adalah makam GKR Maduretno , sebelah kirinya Makam Ronggo Prawirodirjo III dan sebelah kanan tertulis makam Abdi dalem, selain itu ada 4 makam tanpa nama yang hanya ditandai nisan kecil. Sedangkan makam mbah Kaliyah berada di sebelah bsrat cungkup utama, kemudian konon  juga terdapat 100 makam prajurit Soreng yang ditandai dengan nisan-nisan batu yg sudah berserakan letaknya. Prajurit Soreng merupakan prajurit khas milik kabupaten Maospati sebagai penderek dari Gusti Ratu Maduretno.

Di areal pesarean terdapat 2 pohon tanjung seolah sebagai pintu masuk cungkup utama  dan 1 pohon sawo kecik tua, hal ini mengingatkan kami pada ciri khas masjid-masjid kuno kyai-kyai shaleh  era Mataram.

Di areal makam banyak ditemukan batu-batu balok persegi, juga struktur pondasi batu persegi memanjang yg sdh tertutup tanah, yang bisa di asumsikan sebagai fragmen candi. Juga di pinggir jalan menuju Pesarean terdapat batu lapik arca.
Di bawah pohon tanjung ada arca Dwarapala yang sudah rusak sulit dikenali bentuknya
Disekitar makam banyak jenis batuan lava beku dan jenis batuan endapan ( ada yang berasumsi sebagai semen purba )
Kebanyakan Arsitektur rumah Kampung (srotong) di Desa Giripurno mempunyai arsitektur yg sedikit berbeda dengan gaya rumah limasan pada umumnya terutama bagian pasangan kuda-kuda dan gewel, hal ini konon terkait dengan keberadaan kanjeng ratu Maduretno di gunung Bancak

Diwilayah sekitar Gunung Bancak banyak ditemukan situs purbakala diantaranya, situs Desa Sampung, Desa Pojok, Desa Ngunut, Desa Bogem dll.
Dalam penelusuran Tim Kompas madya tersebut  belum ditemukan secara pasti letak bekas ndalem kyai perdikan, namun dari informasi Bapak Kades bahwa Ndalem Ndoro Kyai Ageng letaknya persis sekarang digunakan sebagai kantor Desa Giripurno, sedangkan Masjid dan areal pesantrennya terletak dibelakang Kantor Desa. Masjidnya kira-kira masjid Baitul Mujahadah yang sekarang. Apalagi sesuai dengan toponim dusun sekitar kantor desa ini disebut dukuh Santren.

Sesuai daftar silsilah Kyai Perdikan Giripurno yang dipasang di cungkup GKR Maduretno terdapat perbedaan angka tahun yang terdapat rentang waktu cukup lama jika dibanding dengan tulisan yang terdapat pada Buku Sejarah Kabupaten Madiun tahun 1980 dan Banjarsari-online yang  merupakan Blog keluarga Kyai Bin Umar, ayah dari Kyai Baelawi.
Yaitu Tanggal 17 Desember 1810 Ronggo Prawirodirjo III gugur dengan tombak sakti ”Kyai Blabar” melawan Pangeran Dipokusumo. Sedangkan  sang istri  tercinta GKR Maduretno meninggal (sedo konduran) pada 16 November 1809 mendahului dan di makamkan di puncak gunung Kencana (namn lain Gunung Bancak) dimana kanjeng ratu juga berguru pada Kyai Kaliyah. Namun dalam silsilah Kyai Perdikan yang di pasang digunung Bancak Kyai Imam Balawi adalah  Kyai Perdikan Pertama yaitu pada tahun 1883 – 1886. 

Sedangkan Kyai Muhammad Bin Umar meninggal pada Tahun 1807 M atau 1227 hijriah. Ia mewariskan sebuah masjid, Al-Muttaqin, yang didirikannya pada 29 September 1763 Beliau memimpin Perdikan Banjarsari selama 44 tahun.
Ketidak sesuaian ini semoga bisa dijadikan bahan kajian dan penelitian lebih lanjut baik dari pemerintah, keluarga, komunitas maupun dari akademisi hingga keberadaan situs Gunung Bancak dapat lestari dan mampu memberi manfaat ekonomi bagi kesejahteraan penduduk Giripurno dan sekitarnya.  


Penelusuran dilaksanakan      : Rabu, 9 Maret 2016 bersamaan dengan Gerhana Matahari Total dan Hari Raya Nyepi

Peserta Jumlah : 13 peserta dari komunitas Historia Van Madioen (HvM) yaitu, Widodogb, Arfiati, Riski, Januar, Tatang, Andrik Akira, Soeharto Sosrodipuro, Pak Dhe Sulung, Bu Dhe Sulung, Jans Susetyo, Risna, Tata, Pak Eko.

Dokumentasi  :

pertigaan menuju pesarean kekiri/ jurukunci kekanan

Suasana Desa Giripurno

Menuju Pesarean Gunung Bancak

diantara 2 pohon tanjung depan cungkup GKR Maduretno

Mengamati arca dwarapala



fragmen batu 

Batu persegi di Makam Mbah Kaliyah

Batu jenis lava purba disekitar pesarean

Kembang sungsang disekitar pesarean

Tipe nisan kuno

Warung Kopi Giripurno Gn. Bancak
Rumah Limasan Khas Masyarakat Giripurno


menggali informasi di rumah Pak Arjo Sirin

Desain kuda-kuda gaya khas rumah limasan di Giripurno


Situs Sampung, lereng gunung Bancak

Batu Sandung/replika lumbung

Lapik arca di lereng gunung Bancak

Makam Mbah kyai baelawi




Penelusuran  Trah Kyai Baelawi di Desa Kedondong , Kebonsari Madiun

Keturunan Kyai Baidhowi / Kyai Baelawi – Banjarsari mempunyai putra / putri 7 orang yakni :
1. Kyai Imam Hidayat – Giripurno
2. Ki Abdul Latif - Kebonsari
3. Ki Zakaria (Djokaryo) – dsn. Simun , Sambirejo, Geger Madiun
4. Ki Munthohar – Kedondong Kebonsari Madiun
5. Ki Mustofa
6. Ki Ali Brahim
7. Ki Kasan Pura – Magetan

Ki Munthohar/Kyai Ali Munthohar/ Eyang Jayengsari mendirikan Masjid Nurul Huda dan Pondok Pesantren, Desa Kedondong Kebonsari Madiun.
Keluarga keturunan Kyai Ali Munthohar juga disebut Trah Eyang Jayengsari 
Trah Eyang Jayengsari dalam meneruskan perjuangan dalam bidang pendidikan dan keagamaan sampai sekarang mendirikan yayasan pendidikan Nurul Islam yang mengelola sekolah / Madrasah MI Nurul Islam, Jl. Jayengsari, Ds. Kedondong Kec. Kebonsari Kab. Madiun.

Sumber : http://banijayengsari.blogspot.co.id/
Masjid Nurul Huda Ds. Kedondong didirikan Kyai Munthohar Putra Kyai Baelawi

Lingkungan Masjid Nurul Huda
Bedug Masjid Nurul Huda
Ornamen Masjid Nurul Huda
Makam Kyai Munthohar 1929, Ds. Kedondong Kebonsari

3 komentar:

  1. Saya masih keturunan dari Ki Moh Bilawi (cucu dari Ki Moh Besari), melalui jalur putra beliau : Ki Abdul Latif, yg merupakan kakek dari nenek buyut saya. Mudah2an suatu saat ada kesempatan nyekar kesana 🙏

    BalasHapus
  2. Saya juga keturunan dr Ki Moh Baelawi melalui jalur Ki Abdul latif lanjut Ki Mangunarso—> Nyi Faqih Ibrahim—> Ki Hardjosoemarto—>Moh.Syahban —> Prayogo dan saya sendiri.

    BalasHapus
  3. Saya keturunan Ki Moh Baelawi, kmudian menurunkan Ki Abdul Latif (putra ke 2), Ki Mangunarso (putra ke ..), Ki Mangunatmodjo (putra ke 3), Nyi Siti Koestiyah Soerodjo (putri ke 9), Ki Krisnosoektji (putra ke 2), saya: Nyi Medy Krisnany (putri ke 1)

    BalasHapus