Persaudaraan Setia Hati Pernah Dicap Kiri
____________________________________________
TAWURAN yang sering terjadi di Jawa Timur belakangan ini membuat perguruan pencak silat ini jadi tercoreng citra baiknya. Padahal, perguruan pencak silat ini salah satu yang legendaris di Indonesia. Perguruan silat dan persaudaraan Setia Hati (SH) ini sudah lebih dari seabad melahirkan pendekar-pendekarnya.
Di antara pendekar SH itu ikut serta dalam pergerakan nasional. Bahkan, mereka dianggap terlibat dalam Pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) tahun 1926. Kendati terlibat, mereka tak bisa disebut penganut ajaran komunisme yang kaffah, sebab PKI hanya alat perjuangan bagi orang-orang anti-Belanda seperti mereka. Seperti yang dilakukan Hartadi.
Menurut koran De Locomotief tanggal 8 Februari 1927, pekerjaan Hartadi adalah tukang kayu di maskapai kereta trem uap Semarang Joana Stoomtram Maatschappij. Di luar pekerjaan resminya, Hartadi adalah ketua serikat buruh kereta-trem Vereniging van Spoor-en Tramwegpersoneel (VSTP) cabang Semarang. Jadi dia bersama PKI karena dia berada di serikat buruh VSTP tadi. Di luar urusan perburuhan, dirinya adalah bagian dari persaudaraan Setia Hati.
Selain Hartadi, ada pula Kasmidjan. Laki-laki yang pada 1927 itu telah berusia 28 tahun itu sehari-hari sebelum pemberontakan bekerja perusahaan Jepang Toyo Menka Kaisha, yang sejarahnya terkait dengan Toyota Motor. Kasmidjan juga anggota Setia Hati.
Selain Hartadi dan Kasmdijan, anggota persaudaraan Setia Hati yang dianggap terlibat dalam pemberontakan itu adalah: Soewirdjo, Soedarma alias Oerip, Koesmin, Mohamad Jasin, Prawirodihardjo dan Haji Moesa. Koran De Locomotief tanggal 29 Agustus 1927 menyebut, Soewirdjo berusia 25 tahun ketika ditahan. Dia mantan asisten juru tulis dan pernah menjadi calon ketua Persaudarakan Setia Hati. Di luar pekerjaannya, dia anggota Sarekat Rajat. Soedarma alias Oerip berusia 21 tahun ketika ditahan. Dia mantan pejabat di Dana Yatim Piatu dan Janda Sipil di Batavia. Dia dianggap sebagai propagandis Sarekat Ra’jat. Keduanya tinggal di Cirebon.
Di antara mereka yang kemudian dipastikan dikirim ke Kamp Tanah Merah Boven Digoel, Papua Selatan adalah Koesmin, Mohamad Jasin, Prawirodihardjo, dan Haji Moesa. Koran De Locomotief edisi 27 Februari 1928 menyebut Koesmin berusia 23 tahun ketika ditahan. Dia seorang kusir dan mantan sekretaris PKI. Dia terakhir tinggal di Kalicacing, Salatiga. Mohamad Jasin adalah seorang guru sekolah Sarekat Rakjat di Semarang dan berusia 27 tahun ketika ditangkap. Prawirodihardjo yang ditangkap pada usia 27 tahun adalah pekerja di perusahaan listrik dan tinggal di Semarang. Haji Moesa adalah pedagang kulit. Dia anggota Sarekat Rajat dan popagandis PKI. Usianya 27 tahun ketika ditahan.
Mereka bergabung dengan PKI dalam melawan pemerintah kolonial sebagai personal, bukan membawa nama Setia Hati sebagai perguruan atau organisasi. Namun karena keterlibatan beberapa anggotanya, Setia Hati tetap dicap sebagai organisasi merah atau kiri.
Pelabelan kiri itu tentu terkait dengan banyaknya rakyat jelata di dalam Setia Hati. Lantaran pelabelan itu, kemudian sebagian anggota Setia Hati mendirikan organisasi lanjutan namun bersifat non-politik seperti yang dilakukan Raden Soerodiwirjo, anak asisten wedana Tambakrejo, Temanggung, dan kawan-kawannya di Semarang. De Locomotief dan Het Nieuws van den dag voor Nederlandsch Indie (31 Maret 1939) mencatat, Setija Hati Organisatie (SHO) sebagai organisasi baru didirikan di Semarang pada 1932. Dalam ketentuan organisasinya, mereka punya pernyataan soal politik.
“Persaudaraan SHO bertujuan mendidik para saudara agar menjadi manusia yang unggul dalam moral dan sehat melalui pengamalan nilai-nilai rohani yang universal dan olah raga jasmani. Bersifat netral terhadap agama dan tidak bergerak dalam bidang politik,” bunyi pasal 2 anggaran dasar SHO seperti dikutip De Locomotief dan Het Nieuws van den dag voor Ned. Indie (31 Maret 1939). “Tidak ada seorang pun penghuni Digoel pada saat berdirinya persaudaraan tersebut,” sambung kedua koran.
Dikutip dari: fb.naila safira
Tidak ada komentar:
Posting Komentar