Inskripsi Prasasti Kudadu |
Menelusuri situs Ngurawan dan Sekitarnya, Nagara Glang-Glang I Bhumi Wurawan
Gerbang Kuno situs Ngurawan Foto th.1980 Buku Sejarah Kab Madiun |
Kerajaan di nagara Glang-Glang i bhumi Wurawan
(Ringkasan skripsi dari Sdr. Novi BMW, Peneliti,
Pamong Budaya,
Komunitas PASAK, Kompas Madya )
Komunitas PASAK, Kompas Madya )
Krom (1954: 145)
menyatakan bahwa Glang-Glang sama dengan Daha atau Kadiri. Namun, Poerbatjaraka
(1968: 372) tidak sependapat dengan pendapat Krom di atas. Beliau berpendapat bahwa
Glang-Glang tidaklah sama dengan Daha, dalam arti kata yang sesungguhnya dan
dalam arti yang terbatas menurut geografis. Hal tersebut merupakan hasil
penelitiannya dalam cerita-cerita Panji, dimana terdapat nama Kerajaan Gegelang
(Glang-Glang) disamping Kerajaan Daha. Lokasi Gegelang diidentifikasikannya
berada di sebelah barat Gunung Wilis. Poerbatjaraka melokasilisasikan
Glang-Glang berada di daerah Pagotan, selatan Kota Madiun. Pelokasian
Glang-Glang berada di barat Gunung Wilis didukung oleh beberapa sumber data
sejarah sebagai berikut:
Serat Centini
Cerita Centini
memberikan petunjuk yang jelas tentang lokasi Gegelang, ketika Panji mengabdi
kepada Raja Gegelang. Sesudah rombongan Raden Jayengresmi, Jayengraga,
Kulawirya dan Nurripin sampai di Memenang, Kediri. Kemudian mereka bermalam di
pelabuhan, di tepi Brantas sebelah timur. Pada keesokan harinya, mereka
menyeberangi sungai dengan sebuah perahu tambangan dan menuju ke Gunung Klotok,
di Gua Selomangleng. Ketika hendak meneruskan perjalanan dari Gua Selomangleng,
mereka menanyakan jalan menuju Gegelang. Mereka mendapatkan jawaban, bahwa
Gegelang masih jauh. perlu tiga hari lagi perjalanan dari Gua Selomangleng.
Menyusuri kaki Gunung Wilis di sebelah utara, kemudian berjalan ke barat
mengelilingi gunung (Wilis) (Poerbatjaraka,1968: 373).
Daerah-Daerah di sebelah barat Gunung Wilis adalah daerah
Karesidenan Madiun. Oleh karena itu, pelokalisasian Gegelang atau Glang-Glang
di Madiun tidaklah bertentangan dengan informasi dalam Serat Centini.
Selain itu, dalam cerita Panji Malat disebutkan juga tentang
orang-orang Pagutan yang kaget atas kedatangan orang-orang Melayu ke wilayah
Gegelang (Poerbatjaraka, 1968: 315). Dari sinilah Poerbatjaraka
mengidentifikasi Glang-Glang sama dengan Pagutan, yang sekarang menjadi Desa
Pagotan, Kecamatan Geger, Kabupaten Madiun.
Cerita
Bujanggamanik
Cerita
Bujanggamanik menyebutkan lokasi Gegelang berada di sebelah selatan Medang
Kamulan. Untuk mengetahui lebih jauh lokasi Gegelang versi Bujanggamanik, dapat
dilihat pada baris 780-789 sebagai berikut:
Ka kéncan
jajahan Demak,
Ti wétan na
Welahulu.
Ngalalaring
ka Pulutan,
Datang ka
Medang Kamulan.
Sacu(n)duk ka
Rabut Jalu,
Ngalalaring
ka Larangan
Sadatang aing
ka Jempar,
Meu(n)tasing
di Ciwuluyu,
Cu(n)duk ka
lurah Gegelang,
Ti kidul
Medang Kamulan,
Terjemahan dalam
bahasa Indonesia:
Ke sebelah kiri
wilayah Demak,
Di timurnya
Gunung Welahulu.
Aku berjalan
lewat Pulutan,
Datang ke Medang
Kamulan.
Setibanya ke
Rabut Jalu,
Aku berjalan
lewat Larangan.
Sesampainya aku
ke Jempur,
Kuseberangi
sungai Ciwuluyu,
Sampai ke daerah
Gegelang,
Sebelah selatan
Medang Kamulan,
(Noorduyn &
Teeuw, 2009: 297).
Terlihat bahwa
jalur yang dilalui Bujanggamanik setelah dari Demak menuju ke arah tenggara.
Setelah sampai di daerah Medang Kamulan terus menuju Rabut Jalu, Larangan dan
Jempur. Kemudian menyeberangi Ciwuluyu dan akhirnya sampai di daerah
Gegelang. Ciwuluyu adalah nama kuno untuk Bengawan Solo. Jadi, lokasi
Gegelang berada di seberang selatan Bengawan Solo, wilayah Karesidenan Madiun,
sebelah barat Gunung Wilis.
Kajian
Toponimi
Poerbatjaraka
(1968: 372) telah menafsirkan daerah “Pagutan” dalam cerita Malat sama dengan
Gegelang (Glang-Glang). Pagutan memiliki kata dasar ”Pagut”, yang
memiliki arti pertemuan (dua ujung), seperti gelang tangan. Sedangkan Gegelang
atau Glang-Glang berasal dari kata ”Gelang (gelang tangan)”. Jadi,
daerah Pagutan yang sekarang menjadi Desa Pagotan, Kecamatan Geger, Kabupaten
Madiun dapat diidentifikasikan sebagai lokasi nagara Glang-Glang dalam
prasasti, atau Gegelang sebagai sebutan dalam karya-karya sastra Jawa
(Poerbatjaraka, 1968: 372).
Kajian Toponimi
serta penafsiran nama ”Pagutan” dengan Gegelang oleh Poerbatjaraka di atas,
masih dapat diterima jika di daerah barat Gunung Wilis tidak ada toponimi lain
yang lebih mendekati nama ”Glang-Glang”. Namun, di Kabupaten Madiun bagian
selatan terdapat toponimi yang lebih mendekati nama ”Glang-Glang”, yaitu Desa
Glonggong, Kecamatan Dolopo. Di desa ini terdapat Dukuh Gelang yang berbatasan
dengan Dukuh Ngrawan, Desa Dolopo, di Kecamatan Dolopo sebelah utaranya. Di
sebelah barat Desa Dolopo terdapat Desa Doho. Di Desa Doho terdapat sumber mata
air di tengah areal persawahan yang disebut dengan ”Sendang Ganter”. Areal di
sekitar sendang itu disebut dengan ”Blok Ganter”
(Doho identik dengan Daha, yaitu
ibukota Kerajaan Pañjalu. Sedangkan Ganter dalam Pararaton diceritakan sebagai lokasi pertempuran antara pasukan
Tumapel dengan Pañjalu pada tahun 1144 Saka. Akibat perang Ganter tersebut,
Kerajaan Tumapel dibawah pimpinan Ranggah Rajasa menguasai Pañjalu dan Sri
Krtajaya gugur dalam serangan tersebut).
Toponimi ”nagara
Glang-Glang” lebih tepat ditujukan pada Dukuh Gelang ataupun Desa Glonggong
di Kecamatan Dolopo. Dari pada menafsirkannya dengan Pagotan. Apalagi di
sekitar Desa Glonggong terdapat nama-nama daerah yang berhubungan dengan
Kerajaan Glang-Glang serta Raja Jayakatyəŋ. Dukuh Ngrawan merupakan toponimi nama
dari bhumi Wurawan. Desa Doho dan Blok Ganter mengingatkan pada
peristiwa runtuhnya Kerajaan Pañjalu di bhumi Kadiri.Lokasi Kecamatan Dolopo berada di sebelah
selatan Kecamatan Geger. Sedangkan
sebelah baratnya berbatasan dengan Kecamatan Kebonsari. Sebelah timur
berbatasan dengan Kecamatan Dagangan, dan sebelah selatan berbatasan langsung
dengan Kabupaten Ponorogo. Daerah Madiun merupakan daerah subur, yang dialiri
oleh Sungai Madiun. Jadi, nagara Glang-Glang merupakan daerah peradaban
di lembah Sungai Madiun.
Data
Arkeologis
Sumber data
Arkeologis-epigrafis terdiri dari tiga jenis, yaitu Prasasti (tekstual),
Artefaktual dan Fitur (lingkungan).
Sumber Data
Prasasti
Prasasti Mula-Malurung (1177 Saka / 1255 M)
dengan jelas menyebutkan posisi nagara
Glang-Glang memiliki wilayah yang berbeda dengan nagara Daha. Nagara
Glang-Glang berada di wilayah yang bernama “bhumi Wurawan”,
sedangkan nagara Daha berada di wilayah yang bernama “bhumi Kadiri”.
Dalam Prasasti Taji (823 Saka/901M) disebutkan nama seorang pejabat, yang
disebut “rakryān iŋ burawan”. Atau seorang pejabat ke-rakai-an yang berkuasa
di daerah burawan. Nama burawan memiliki kemiripan dengan nama Wurawan.
Prasasti
Pucangan (963 Saka/1041 M) menyebutkan bahwa Raja Airlangga pada tahun 951 Saka
/1029 M menyerang Kerajaan Wuratan. Nama Wuratan
memiliki kemiripan pula dengan Wurawan. Dalam huruf Jawa Kuna, huruf “tha”
dengan huruf “wa/va” memiliki kemiripan bentuk. Hal tersebut dapat dilihat dari
table evolusi bentuk huruf “tha” dengan huruf “wa/va” dari abad ke abad sebagai
berikut:
Ada kemungkinan telah terjadi salah baca pada nama
Wuratan dari yang seharusnya dibaca “Wurawan”. Perlu dilakukan pembacaan ulang
terhadap Prasasti Pucangan (963 Saka) untuk mengidentifikasi kebenaran
hipotesis tersebut. Jika hipotesis tersebut benar adanya, maka dapat
dibayangkan bahwa ekspedisi militer Airlangga menuju ke arah selatan dari
daerah kekuasaannya.
Sumber Data
Artefaktual
a) Situs Masjid Maqomul Hidayah, Dsn Ngrawan
Situs ini berada
di Dukuh Ngrawan, Desa Dolopo, Kecamatan Dolopo, Kabupaten Madiun. Di areal
masjid Maqomul Hidayah terdapat banyak tinggalan arkeologis masa Hindu-Budha,
sebagaimana berikut:
- Yoni (Yoni (Sanskerta: योिन; yoni) adalah kata yang mempunyai arti bagian/tempat (kandungan) untuk melahirkan. Kata ini mempunyai banyak arti, di antaranya adalah sumber, asal, sarang, rumah, tempat duduk, kandang, tempat istirahat, tempat penampungan air, dan lain-lain. Dalam buku Kama Sutra dan dalam kaitannya dengan batu candi, yoni berarti pasangan lingga yang merupakan simbol dari alat kelamin wanita. Pasangan lingam-yoni dalam arti ini juga dikenal pada situs sejarah warisan dunia Mohenjo-daro di Pakistan. Di beberapa daerah di Indonesia yoni disebut juga lesung batu karena menyerupai sebuah lesung yang terbuat dari batu).
Lokasi Yoni ini
berada di areal makam masjid Maqomul Hidayah Ngrawan, tepatnya di depan pengimaman
masjid. Tinggi: 60 cm, panjang Yoni: 90 cm, panjang cerat: 30 cm, diameter
lobang Yoni: 18 cm dan kedalaman lubang Yoni 34 cm.
- Umpak
Umpak 1 dan
Umpak 2 berada di gerbang masuk areal masjid Maqomul Hidayah dan Madrasah Ibtidaiyah Toriqul Huda, dengan
posisi terbalik. Sedangkan Umpak 3 berada di sebelah utara masjid, di pinggir
Sungai Ngrawan. Ada
satu temuan lagi, yaitu Umpak 4, namun sekarang telah di ukir dan dijadikan
kemuncak kubah masjid. Umpak 1 memiliki ketinggian 33 cm, dan lebarnya 70 cm.
Umpak 2 memiliki tinggi 30 cm, sedangkan lebarnya 73 cm.
- Arca Dewi (Parwati (Sanskerta: पार्वती; Pārvatī) adalah salah satu dewi dalam agama Hindu. Menurut mitologi Hindu, Parwati merupakan puteri dari raja gunung bernama Himawan, dan seorang apsari bernama Mena. Parwati dianggap sebagai pasangan kedua dari Siwa, Dewa pelebur dan penghancur dalam agama Hindu. Parwati juga merupakan ibu dari Ganesha dan Kartikeya (Skanda). Beberapa aliran meyakininya sebagai adik dari Wisnu dan banyak pengikut aliran filsafat Shakta meyakininya sebagai dewi yang utama. Dalam susastra Hindu, Parwati juga dihormati sebagai perwujudan dari Sakti atau Durga. Dalam bahasa Sanskerta, kata Pārvatī berarti "mata air pegunungan". Parwati juga dikenal dengan berbagai nama, antara lain: Umā, Gaurī, Iswarī, Durgā, Ambikā, Girijā, dan lain lain.)
Arca Dewi
Parwati ini terletak disebelah Umpak 2. Tinggi arca Dewi ini yang tersisa
adalah 110 cm, sedangkan lebarnya 40 cm.
- Ambang Pintu
Batu ini
terletak di sebelah utara masjid, berdekatan dengan lokasi Umpak 3. Panjang ini
101 cm, tabal 25 cm
- Panil Relief
Panil relief ini
letaknya berdekatan dengan arca dewi dan umpak 2 di gerbang masuk areal masjid
dan Madrasah Ibtidaiyah Toriqul Huda Dsn. Ngrawan.
- Jobong Sumuran
Jobong ini
terletak di depan madrasah Toriqul Huda sebagai vas tanaman. Posisinya
terbalik, dimana di salah satu sudutnya berukir kronogram angka tahun 1320 Saka
(1398 Masehi). Tinggi Jobong 50 cm, diameter bagian puncak (terbalik di bawah)
sebesar 70 cm. Sedangkan bagian dasar (terbalik di atas) berdiameter 95 cm. Sebenarnya di
areal ini dahulu pernah ada bangunan gerbang kuno, tepatnya di barat masjid,
pada areal makam. Namun, gerbang tersebut telah tidak ada lagi, bahkan batu
bata kunonya telah dimanfaatkan masyarakat setempat untuk semen merah. Ada yang masih tersisa,
yaitu batu bata kuno yang dijadikan batu nisan pada makam di areal Masjid
Toriqul Huda. Selain itu, di bawah masjid dahulu merupakan lokasi dikuburkannya
arca-arca dari sekitar Ngrawan. Banyak sekali arca maupun batu bertulis yang
dijadikan pondasi masjid Ngrawan ini
B) Situs Daton
Lokasi Situs
Daton berada di Dukuh Ngrawan, Desa Dolopo, Kecamatan Dolopo, Kabupaten Madiun.
Jaraknya sekitar 100 m sebelah timur dari situs Masjid Toriqul Huda Ngrawan.
Temuan di situs ini adalah sebagai berikut:
- Puntuk Daton
Puntuk Daton ini merupakan pusat dari kesakralan
daerah Dolopo. Situs ini berada di pekarangan kosong milik desa, yang tidak ada
seorangpun berani memanfaatkannya. Puntuk Daton berupa gundukan tanah (puntuk),
yang ditumbuhi semak belukar. Di sekitar puntuk ditemukan banyak bata
kuno dan dua buah umpak berukuran besar.
Menurut Bapak
Saiful Huda (30) dahulu sebagian arca dan umpak yang berada di Masjid Toriqul
Huda berasal dari Situs Daton. Selain itu, terdapat struktur bata yang banyak
ditemukan dalam areal Situs Daton. Namun sayang, kini bata-bata kuno tersebut
telah diambil oleh masyarakat untuk dimanfaatkannmenjadi bahan pembangunan
rumah. Nama “Daton” sangat mungkin berasal dari istilah “Kedaton” atau “Kadatwan”,
yaitu istana, sebagai tempat tinggal raja beserta keluarganya.
- Umpak Daton
Pada Situs Daton
ditemukan 4 buah umpak batu, mirip dengan yang berada di Situs Masjid Toriqul
Huda Ngrawan. Kedua umpak tersebut terletak berdampingan di sebelah selatan
Puntuk Daton dengan posisi terbalik
C) Kumpulan Arca di rumah Bapak Saiful Huda
Rumah Bapak
Saiful Huda (30) berada di Dukuh Ngrawan, Desa Dolopo, Kecamatan Dolopo,
Kabupaten Madiun. Beliau adalah juru pelihara Cagar Budaya yang berada di
Kecamatan Dolopo. Di depan rumahnya terdapat arca Nandi yang telah putus
kepalanya. Kemudian di samping barat rumah diletakkan kumpulan Benda Cagar
Budaya, yang terdiri dari dua buah Jaladwara, sebuah arca Dewi Parwati, dan
sebuah miniatur candi. Benda-benda cagar budaya tersebut berasal dari
pekarangan, sekitar 200 m di sebelah barat daya masjid Maqomul Hidayah. (Menurut
keterangan bapak Saiful Huda (30), dahulu di pekarangan tersebut juga ditemukan
struktur bata dan beberapa arca dewa Hindu.
Namun struktur
bata tersebut telah digali dan dibongkar untuk dijadikan semen merah serta
sebagai bahan bagunan rumah warga. Begitu pula arca-arca dewa Hindu yang
ditemukan telah ikut terkubur di bawah masjid Maqomul Hidayah Ngrawan beserta
arca-arca dan batu bertulis dari sekitar Situs Daton.
D) Situs Gelang (Dul Boto)
Situs Dul Boto
terletak di Dukuh Gelang, Desa Glonggong, Kecamatan Dolopo, kabupaten Madiun.
Dul Boto adalah nama yang diberikan oleh masyarakat sekitar Dukuh Gelang untuk
menyebut sebuah jalan yang menghubungkan antara Desa Glonggong di timur dengan
Desa Doho di baratnya. Dul Boto berasal dari kata Kidul Boto, yang
memiliki arti Selatan (batu) Bata.
Menurut
informasi dari bapak Saiful Huda (30)151, dahulu di sebelah utara jalan
tersebut membujur panjang struktur batu bata kuno seperti tembok. Pada awal
tahun sembilan puluhan, struktur bata masih dapat dilihat pada beberapa sudut
desa, yang membentuk tembok memanjang dari timur ke barat Dukuh Gelang. Selain
itu ditemukan struktur yang sama di Desa Doho, yang memiliki garis lurus dengan
tembok di Gelang. Namun sekarang tidak dapat ditemukan lagi satu strukturpun.
Hal tersebut karena sebelum jalan diaspal banyak batu bata yang dijual dan
dibawa pulang masyarakat setempat untuk dijadikan bahan bangunan rumah mereka.
E) Situs Gedongstono
Situs
Gedongstono berada di Dukuh Gedong, Desa Doho, Kecamatan Dolopo, Kabupaten
Madiun, tepatnya di areal pemakaman belakang MTsN Dolopo. Situs ini berupa dua
buah makam kuno, yang dipercaya sebagai makam Pangeran Jati Kusuma dan Pangeran
Jati Ngalam.
F) Situs Umbul Air Panas
Situs Umbul Air
Panas merupakan situs yang berada di sebuah sumber mata air panas. Terletak di Dukuh Umbul, Desa
Glonggong, Kecamatan Dolopo, Kabupaten Madiun. Di depan mata air didirikan
sebuah cungkup untuk melindungi temuan berupa Benda Cagar Budaya masa Hindu-Budha.
Benda Cagar Budaya yang ada di Taman Rekreasi Umbul sekarang tinggal dua buah
arca Nandi, sebuah arca dewa, sebuah pecahan Yoni, sebuah miniatur
rumah, dan sebuah jaladwara.
G) Sendang
Ganter
Sendang Ganter
berada di lembah blok Ganter, Dukuh Krajan, Desa Doho, Kecamatan Dolopo, Kabupaten
Madiun. Sekitar 200 m sebelah selatan sendang. ini terdapat Sendang Petrukan
yang lebih kecil ukurannya. Kedua sendang tersebut berada pada sebuah lembah
yang lebih rendah dari tanah yang ada di barat dan timurnya. Nama Ganter
mengingatkan pada peristiwa runtuhnya kekuasaan Raja Kķtajaya dari Kerajaan Pañjalu karena
serangan Kerajaan Tumapel. Pararaton menceritakan pertempuran Ganter
sebagaimana berikut:
“…….Samangka
ta sanjata ing Tumapel acucuh lawan sanjata
Daha, aprang
loring Ganter, apagut sama prawira, anglongi
linongan,
katitihan sanjata Daha…………..........
Irika ta
sanjata Daha bubar tawon, pungkur wedus, sahut paying,tan
hana pulih
manih. Samangka ta siraji Dandang gendis murud saking
paprangan,
angungsi maring dewalaya………”
Terjemahan dalam
bahasa Indonesia:
“………sekarang
tentara Tumapel bertempur melawan tentara Daha,
berperang di
sebelah utara Ganter, bertemu sama-sama berani, bunuh
membunuh,
terdesaklah pasukan Daha………………..
Sekarang tentara
Daha terpaksa lari, karena yang menjadi inti
kekuatan perang
telah kalah. Maka tentara Daha bubar seperti lebah,
lari
terbirit-birit meninggalkan musuh seperti kambing, mencabut
semua
payung-payungnya, tak ada yang mengadakan perlawanan
lagi. Maka Raja
Dandanggendis mundur dari pertempuran,
mengungsi ke alam
dewa……..” (Padmapuspita, 1966: 22-23 dan 64).
Ganter memiliki
arti ” taman” (Zoetmulder, 1995: 273). Jadi peristiwa pada tahun 1144 Saka /1222 M yang disebut “aprang loring Ganter” dapat
diartikan dengan “bertempur di sebelah utara taman”. Lokasi Ganter yang
berada di nagara Daha, sesuai dengan lokasi Sendang Ganter yang berada
di wilayah Doho. Namun, bukanlah nagara Daha itu sama dengan Desa Doho
ini. Lokasi nagara Daha berada di wilayah Kabupaten Kediri. Sedangkan
keberadaan toponimi”nagara Daha” dengan Desa Doho di Madiun, dapat
ditafsirkan sebagai upaya pemindahan kosmologi oleh keturunan Raja Kķtajaya dari Kadiri. Hal ini mirip dengan
upaya pemindahan kosmologi Hindu, dengan cara memindahkan puncak Gunung Meru
dari tanah India
ke Pulau Jawa yang diceritakan dalam Kitab Tantupanggelaran.
Lokasi Sendang
Ganter berada di utara Dukuh Ngrawan. Jadi, jika diasumsikan keratonnya berada
di Dukuh Ngrawan, maka Ganter adalah taman kerajaan yang ada di sebelah
utara. Taman (ganter) berupa sumber
mata air yang disebut sendang. sesuai dengan cerita Malat yang
menyebutkan, bahwa tokoh Panji saat menghamba di Kerajaan Gegelang pada suatu
hari pergi menuju Ganter untuk menangkap ikan (Poerbatjaraka, 1968: 337).
Tentunya menangkap ikan haruslah berada di daerah berair. Hal ini sesuai dengan
keberadaan Sendang Ganter yang berada di utara bekas ibukota Glang-Glang. Bahkan
sesungguhnya disetiap ibukota suatu kerajaan memiliki ganter (taman)
masing-masing.
H) Sumur Gumuling (Sumur Guling)
Sumur Gumuling
atau yang disebut pula Sumur Guling berada di Dukuh Umbul, Desa Glonggong,
Kecamatan Dolopo, Kabupaten Madiun. Lokasinya satu dusun dengan Situs Umbul,
hanya berjarak sekitar 300 m ke arah timur laut Taman Rekreasi Umbul. Sesungguhnya sumur ini merupakan arung Yaitu,
salah satu jenis instalasi keairan yang terdapat pada masa Jawa Kuna, berbentuk
saluran air yang terletak di bawah permukaan tanah (Cahyono & Suprapto,
1999: 14).
Data-data
tersebut di atas dapat membantu dalam pemetaan pusat bekas nagara Glang-Glang
i bhumi Wurawan Dari temuantemuan tersebut, dapat dikuatkan
bahwa nagara Glang-Glang berada di sebelah barat Gunung Wilis, antara
Madiun-Ponorogo. Sedangkan bhumi Wurawan merupakan nama tanah (wilayah) yang mencakup
daerah lembah Sungai Madiun, atau dataran antara Gunung Lawu-Gunung Wilis.
Kliping Radar Madiun tentang Situs Ngurawan
Situs Ngurawan |
Situs Ngurawan |
Situs Ngurawan |
Situs Ngurawan |
Kliping Koran : Radar Madiun
Situs Candi Palur Ds. Palur Kebonsari Madiun
Blusukan Kompas Madya menuju Punthuk Candi Palur |
Batu bata dengan ornamen sama dengan situs Ngurawan |
umpak arca ornamen Nagaraja |
Desa ini letaknya sebelah barat sekitar + 3 km dari situs Ngurawan, Dolopo. kondisi tidak terawat, letak di tengah persawahan (berupa punthuk) terdapat batu-batu umpak arca yang bermotif kan Nagaraja, batu-batu bata kuno ukuran besar berserakan dan bermotif galur yang identik dengan Batu bata di situs Ngurawan. menurut warga dan salah seorang rekan Kompas Madya Bapak Mamak Sewulan yang pernah menginventaris situs ini pada tahun 1990 an situs ini masih berujud candi. semoga situs candi ini mendapat perhatian dari dinas terkait dan masyarakat. terimakasih.
Situs Sumur Gemuling / Ngguling Desa Palur, Kebonsari Madiun
Sumur Gemuling Desa Palur, Kebonsari Madiun |
Umpak arca didekat sumur gemuling Ds. Palur Kebonsari
Sumur Gemuling / Ngguling terletak di punden dusun Gemuling Desa Palur Kecamatan Kebonsari Kab. Madiun. Sumur ini dalamnya berupa arung atau aliran sungai bawah tanah. sumur ini dikeramatkan oleh warga sekitar. situs ini diperkirakan terkait erat dengan situs-situs di sekitarnya, candi Palur, Batu Lesung, dan situs Ngurawan. semoga dilestarikan sebagai cagar budaya di Kabupaten Madiun. terimakasih. salam Budaya. Kompas Madya.
Lingga di Dsn. Sirahnaga, Glonggong dan Lingga Sendang Mbrebes, Mlilir
2 buah Lingga yang dimanfaatkan untuk nisan makam dan punden Mbah sirahnaga |
Lingga besar di Sendang Mbrebes, Mlilir Dolopo |
sendang Mbrebes, sumber air yang tidak pernah kering |
Arca tak berbentuk di Sendang Mbrebes, Mlilir Dolopo |
Sumber : Kompas Madya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar