|
HvM berkunjung di Rumah Bersejarah Desa Brumbun |
Secuil Sejarah di Desa Wisata Brumbun, Wungu Madiun
Seiring
menggeliatnya Desa Wisata Brumbun dengan daya tarik Pesona lereng wilis yang
dilengkapi fasilitas-fasilitas menarik, diantaranya Body Tubing dialiran kanal
yang bersumber dari lorong air dari PLTA Giringan dan Golang yang merupakan
pemasok sumber energi listrik utama Madiun sejak masa kolonial. Selain
itu juga disediakan camping ground, warung kuliner ala pedesaan, kebun
buah-buahan dan juga ada air terjun dengan suasana teduh, sejuk dan bernuansa
asli pedesaan di pinggir sungai catur.
Desa
Brumbun, ternyata tidak hanya memiliki panorama alam dan lingkungan yang asri,
namun dibalik suasana kampung dengan udara yang sejuk banyak cerita menarik
dibaliknya, ada urban legend tentang Buta Kala / Raksasa yang mati dikepung
1000 warga kampung, akibat keserakahannya yang menginginkan putri Mbok Rondo Kuning,
legenda ini didukung adanya Kuburan Buta yang terdapat di atas bukit pinggir
kali catur. Maka dusun tersebut dikenal
dengan Dusun Sewu.
Di
dusun ini terdapat peninggalan kolonial yang sampai sekarang masih kokoh dan
berfungsi dengan baik, yaitu DAM sewu sesuai catatan di bangun Pemerintah
Kolonial Belanda tahun 1922.
Dam
ini juga yang memberi kemakmuran pada Desa Brumbun dan sekitarnya, dengan
mengaliri sawah ratusan hektar di wilayah Kecamatan Wungu dan Kota Madiun.
Jembatan pada DAM sewu menjadikan desa ini cukup strategis karena dengan adanya
jalur ini bisa memotong jarak antara Pasar Dungus dengan Desa Kresek.
Tentang
sejarah perjuangan bangsa ternyata Desa Brumbun memberikan sumbangsih dan sebuah cerita
menarik, yaitu
Pada
saat Agresi Militer Belanda II (operation craai), Pasukan Belanda berhasil
menguasai Kota Praja Madiun. Pada saat itu juga, Kanjeng Bupati Ronggo
Kusnindar, Bapak Walikota Sampoerno mengungsi ke wilayah Dungus dengan diikuti
para Wedana, R. Sumakun kepala Kantor Offset Kota praja Madiun dan pimpinan
daerah lainnya. R. Sumakun adalah keponakan Bung Karno.
Disebuah
rumah Pamong Desa, yaitu Musredjo Sentono para pengungsi tinggal untuk beberapa
minggu sambil menyusun siasat dalam mengusir Belanda dari kotapraja Madiun, hal
ini dikisahkan oleh eyang Putri Yati Kusuma yang saat itu masih berusia 9
tahun, namun ingatannya masih sangat kuat akan hal itu, karena pada saat itu,
eyang Putri Yati Kusuma di jadikan anak angkat oleh Kanjeng Bupati Ronggo
Kusnindar.
Setelah
pengungsian para petinggi Kotapraja Madiun tercium oleh Belanda, kemudian
pindah beberapa hari di Desa Bodag dan pindah lagi ke daerah Dusun mBikon yang
letaknya lebih tinggi lagi di lereng Barat Gunung Wilis.
Selain
pernah digunakan sebagai tempat mengungsi saat Agresi militer II tahun
1948-1949, di desa ini juga pernah digunakan sebagai markas TGP (tentara Genie
Pelajar) saat Agresi Militer II tahun 1949. Kompasmadya
|
Desa Wisata Brumbun |
|
Desa Wisata Brumbun |
|
DAM sewu desa wisata Desa Brumbun |
|
Kali Catur, Desa Brumbun |
|
DAM sewu, Desa Wisata Brumbun |
|
Kuburan Buta / Raksasa Dusun Sewu |
|
Desa Wisata Brumbun |
|
Air Terjun, Desa Wisata Brumbun |
|
Arena Tubing Desa Wisata Brumbun |
|
Rumah Sejarah Ibu Yati Kusuma |
|
Kursi saat Bupati R. Kusnindar tinggal di Brumbun |
|
Meja kuno saat Agresi Militer II di Madiun |
|
Rumah arsitektur masih asli era Agresi Militer II |
|
Rumah sejarah Brumbun, Arsitektur masih asli |
|
Kebun buah di belakang Rumah Ibu YatiKusuma |
|
Batu Gendingan Brumbun |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar