Rabu, 12 Februari 2025

Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia

 Kekalahan Jepang dalam Perang Asia Timur Raya

Ambisi Jepang untuk menguasai wilayah Asia Pasifik harus terkubur rapat-rapat, setelah Jepang menandatangani penyerahan diri kepada Sekutu pada tanggal 2 September 1945, di atas kapal USS Missouri. Penandatangan ini menandakan Jepang mengalami kekalahan dan berakhirnya Perang Dunia II.

Pangkalan Angkatan Laut Amerika Serikat di Pearl Harbor (Hawai) dihancurkan Jepang, kemudian Kaigun (Angkatan Laut Jepang) mengirimkan empat kapal induk ke Kepulauan Midway di tengah Samudra Pasifik untuk menghabisi sisa armada Pasifik Amerika Serikat.


 Alih-alih mengalahkan armada Amerika Serikat, kode komunikasi rahasia Kaigun berhasil dibuka pihak AS. Jumlah kekuatan musuh bisa diketahui dengan pasti, waktu serangan Jepang juga diprediksi dengan tepat, sehingga armada Jepang dapat dihancurkan dalam pertempuran.

Kekalahan di Midway sangatlah telak sehingga pihak Kaigun menutupi kabar tersebut agar tidak diketahui publik Jepang, bahkan hingga akhir Perang Pasifik. Kekalahan di Midway membawa dampak buruk bagi militer Jepang, seperti efek domino, perang-perang berikutnya Jepang selalu mengalami kekalahan di Pasifik. Seperti pulau Saipan, Iwo Jima, dan Okinawa berhasil dikuasai oleh Sekutu, padahal pulau-pulau tersebut memiliki peranan penting bagi keamanan militer Jepang. Kekalahan-kekalahan yang terjadi membawa Jepang semakin terdesak dalam kancah pertempuran di Pasifik. Untuk membantu dalam pertempuran tersebut, Jepang berusaha mencari simpati dari bangsa Indonesia, dengan cara memberikan janji kemerdekaan yang disampaikan Perdana Menteri Koiso dan direalisasikan dengan pembentukan BPUPKI serta PPKI.

Peristiwa Bom Atom 

Pada tanggal 26 Juli 1945, tiga pemimpin negara yang tergabung dalam sekutu yaitu Presiden Harry S. Truman (Amerika Serikat), Perdana Menteri Winston Churchill (Inggris Raya), dan Chiang Kai Sek (Cina), melaksanakan Konferensi di kota Postdam (Jerman) menghasilkan sebuah deklarasi mengenai kekalahan Jepang, yang kemudian dikenal dengan Deklarasi Postdam. Isi dari deklarasi Postdam diantaranya, semua penjahat perang harus diadili secara keras, termasuk mereka yang melakukan kekejaman terhadap para tawanan. Pemerintah Jepang harus memberi kebebasan dan memberlakukan demokrasi, serta penghormatan atas hak-hak asasi manusia. Pemerintah Jepang juga diberikan kesempatan untuk memilih mengakhiri perang kepada sekutu dengan cara menyerah tanpa syarat atau memilih untuk penghancuran secara besar-besaran. Namun sayangnya, Jepang menolak isi deklarasi tersebut. Atas dasar sikap Jepang tersebut, Amerika Serikat menjatuhkan bom di dua kota yaitu Hiroshima dan Nagasaki. Bom nuklir “little boy” dijatuhkan di Kota Hiroshima pada 6 Agustus 1945, selanjutnya Bom nuklir “Fat Man” dijatuhkan di Kota Nagasaki pada 9 Agustus 1945.

Bom yang diledakkan di dua kota Jepang tersebut, menyebabkan ratusan ribu penduduk Jepang meninggal dunia dan ratusan ribu lainnya mengalami cacat. Pada tanggal 14 Agustus 1945 (Waktu Amerika Serikat) atau 15 Agustus 1945 (Waktu Jepang), Jepang menyerah tanpa syarat pada Sekutu dan mengakui deklarasi Postdam. Pada tanggal 2 September 1945, Mac Arthur sebagai perwakilan dari pasukan sekutu bersama perwakilan dari pemerintah Jepang melaksanakan upacara penyerahan dan menandatangani dokumen penyerahan. Upacara penyerahan tersebut dilaksanakan diatas kapal perang Amerika Missouri yang berlabuh di teluk Tokyo. Dengan ditandatanganinya dokumen penyerahan tersebut, maka secara resmi perang Pasifik /Perang Dunia II telah berakhir.

1. Perbedaan Pendapat Golongan Muda dan Tua

Bom atom yang dijatuhkan oleh Sekutu di Hiroshima dan Nagasaki sampai jugaa ke telinga para aktivis pergerakan. Pada tanggal 9 Agustus 1945, tiga tokoh Indonesia yaitu, Soekarno, Moh. Hattaa, dan Radjiman Wedyodiningrat terbang ke Dalat, Vietnam menemui Marsekal Terauchi. Sehari setelahnya, tanggal 10 Agustus 1945 tokoh golongan muda Sutan Syahrir mendengar siaran radio BBC (British Broadcasting Corporation) tentang kekalahan Jepang dan kemungkinan akan menyerah kepada Sekutu. Berita kekalahan tersebut dalam waktu singkat, menyebar ke kalangan aktivitas pergerakan, baik Golongan Muda dan Golongan Tua. Terlebih pemanggilan ketiga tokoh nasional Indonesia ke Vietnam menambah keyakinan para aktivis pergerakan, bahwa kemerdekaan Indonesia menjadi agenda pembicaraan. Sepulangnya ke Indonesia, Mohammad Hatta bertemu dengan Sutan Syahrir membicarakan terkait Proklamasi Indonesia. Syahrir berpendapat Golongan Tua harus segera cepat memproklamirkan kemerdekaan Indonesia, tetapi hal ini dibantah oleh Hatta, dikarenakan proklamasi Indonesia akan diserahkan kepada PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) yang telah dibentuk. Syahrir berpendapat lain, menurutnya kemerdekaan jangan dilakukan melalui PPKI, karena Sekutu akan mengecap kemerdekaan sebagai buatan Jepang, sebaiknya Soekarno sendiri yang menyatakan kemerdekaan di corong radio sebagai pemimpin rakyat.

Perdebatan antara Hatta dan Syahrir menjadi polemik diantara golongan muda dan golongan tua. Inti dari perdebatan bukan pada ada atau tidak pelaksanaan proklamasi, melainkan beberapa hal seperti: a. Bagaimana proklamasi itu dilaksanakan b. Apakah ada campur tangan Jepang atau tidak dalam pelaksanaan proklamasi Soekarno dan Hatta menghendaki sikap yang kooperatif dengan Jepang, dimana hal-hal mengenai proklamasi harus dikonsultasikan dengan pihak Jepang, jadi menurut Soekarno tidak perlu tergesa-gesa. Ada dua pertimbangan Soekarno mengenai pendapatnya, yaitu: a. b. Militer Jepang masih ada di Indonesia, proklamasi tanpa izin Jepang ditakutkan akan memicu pertumpahan darah. Jepang telah berjanji akan melaksanakan proklamasi Indonesia pada tanggal 24 Agustus 1945 melalui PPKI.

Sekali lagi, pertimbangan dari Soekarno ditolak oleh Golongan Muda. Menurut Golongan Muda kemerdekaan Indonesia harus diraih dengan pengorbanan dan perjuangan rakyat sendiri, bukan campur tangan Jepang. Menunggu persetujuan PPKI, organisasi bentukan Jepang walaupun anggotanya orang Indonesia, sama saja dengan menyetujui kemerdekaan Indonesia merupakan hadiah dari Pemerintah Jepang. Golongan muda juga siap melakukan perlawanan, apabila militer Jepang turut campur tangan dalam proses kemerdekaan Indonesia.

Peristiwa Renggasdengklok 

Apakah kalian pernah mendengar Rengasdengklok? Berbicara mengenai proklamasi Kemerdekaan Indonesia, pasti akan selalu dikaitkan dengan peristiwa Rengasdengklok. Untuk mengetahui peristiwa Rengasdengklok bacalah ulasan berikut ini! Peristiwa Rengasdengklok disebabkan karena para pemuda gagal memaksa golongan tua untuk secepat mungkin memproklamasikan kemerdekaan Indonesia dan menjauhkan mereka dari pengaruh Jepang. Menurut Golongan Muda jika Soekarno-Hatta masih berada di Jakarta maka kedua tokoh ini akan dipengaruhi dan ditekan oleh Jepang serta menghalanginya untuk memproklamirkan kemerdekaan Malam hari di Tanggal 15 Agustus 1945, sebelum terjadi peristiwa Rengasdengklok, golongan pemuda mengadakan suatu perundingan di ruangan Lembaga Bakteriologi Pegangsaan Timur, yang dipimpin oleh Chaerul Saleh. Keputusan rapat yang menunjukan tuntutan-tuntutan radikal golongan pemuda yang diantaranya menegaskan bahwa kemerdekaan Indonesia adalah hak dan soal rakyat Indonesia sendiri, tak dapat digantunggantungkan pada orang dan kerajaan lain. Segala ikatan dan hubungan dengan janji kemerdekaan dari Jepang harus diputuskan dan sebaliknya diharapkan diadakannya perundingan dengan Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta agar supaya mereka turut menyatakan proklamasi.

Keputusan rapat tersebut kemudian disampaikan oleh Wikana dan Darwis jam 22.00 WIB di rumah kediaman Ir. Soekarno, Pegangsaan Timur (Sekarang jalan Proklamasi) 56, Jakarta. Tuntutan Wikana agar proklamasi dinyatakan oleh Ir. Soekarno pada keesokan harinya telah menegangkan suasana karena ia mengatakan bahwa akan terjadi pertumpahan darah jika keinginan mereka tidak dilaksanakan. Mendengar ancaman itu, Ir. Soekarno menjadi sangat marah dan melontarkan kata-kata yang bunyinya sebagai berikut: “Inilah leherku, saudara boleh membunuh saya sekarang juga. Saya tidak bisa melepas tanggung jawab saya sebagai ketua PPKI. Karena itu, saya akan tanyakan kepada wakil wakil PPKI besok”. Suasana hangat itu disaksikan oleh golongan nasionalis angkatan tua lainnya seperti Drs. Moh. Hatta, dr. Buntaran, dr. Samsi, Mr. Achmad Subardjo dan Iwa Kusumasumantri.


Nampak adanya perbedaan pendapat, dimana golongan pemuda tetap mendesak agar besok tanggal 16 agustus 1945 dinyatakan proklamasi, sedangkan golongan pemimpin angkatan tua masih menekankan perlunya diadakan rapat PPKI terlebih dahulu. Perbedaan pendapat itu telah membawa golongan pemuda kepada tindakan selanjutnya yakni menculik Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta ke Rengasdengklok. Tindakan itu berdasarkan keputusan rapat terakhir yang diadakan pada jam 24.00 WIB menjelang tanggal 16 agustus 1945 di Cikini 71, Jakarta. Rapat selain dihadiri oleh pemuda-pemuda yang berapat sebelumnya di ruangan Lembaga Bakteriologi, Pegangsaan Timur, Jakarta, Juga dihadiri oleh Sukarni, Jusuf Kunto, dr. Muwardi (barisan pelopor), Shodanco Singgih (Daidan Peta Jakarta Syu). Mereka telah bersepakat untuk melaksanakan keputusan rapat pada waktu itu, yaitu antara lain, menyingkirkan Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta ke luar kota, dengan tujuan menjauhkan mereka dari segala pengaruh Jepang. Demikianlah pada tanggal 16 agustus 1945 jam 04.00 WIB terjadi peristiwa penculikan Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta untuk dibawa ke luar kota menuju Rengasdengklok

  
Soekarno, Hatta yang disertai Fatmawati dan Guntur Soekarno Putra dibawah ke rumah seorang warga keturunan Tionghoa bernama Djiaw Kie Siong. Para pemuda berusaha meyakinkan kedua tokoh tersebut agar berusaha segera memproklamasikan kemerdekaan tanpa campur tangan tentara Jepang. Mereka meyakinkan Soekarno bahwa Jepang telah menyerah dan para pejuang telah siap untuk melawan Jepang, apa pun resikonya.

Di sana, mereka meyakinkan Soekarno dan Hatta bahwa Jepang benar-benar sudah Kemudian mereka menyerah. mencoba membujuk keduanya untuk segera memproklamasikan kemerdekaan. Sukarni bersikeras bahwa ada 15.000 pemuda bersenjata di pinggir-pinggir Jakarta yang siap memasuki ibu kota begitu proklamasi dikumandangkan. Namun, upaya itu tidak terlalu berhasil. Sementara itu, di Jakarta telah terjadi kesepakatan antara golongan tua yang diwakili oleh Achmad Subardjo dengan Wikana dari golongan muda untuk mengadakan proklamasi di Jakarta. Golongan muda mengutus Yusuf Kunto untuk mengantar Achmad Soebarjo ke Rengasdengklok. Selanjutnya mereka menjemput Soekarno-Hatta kembali ke Jakarta. Achmad Soebarjo berhasil meyakinkan kepada para pemuda untuk tidak terburu-terburu memproklamasikan kemerdekaan.

Pada malam hari tanggal 16 Agustus 1945, setelah sampai di Jakarta rombongan Soekarno-Hatta diantar oleh Laksamana Maeda ke rumah Mayor Jenderal Moichiro Yamamoto (Kepala pemerintahan militer Jepang di Indonesia). Namun Ia tidak mau menerima rombongan Soekarno-Hatta. memerintahkan Lantas Mayor Jenderal Otoshi Nishimura (Kepala Departemen Urusan Umum Pemerintahan Militer Jepang) untuk menerima kedatangan Soekarno-Hatta. Nishimura memberi kabar mengejutkan, bahwa Tokyo tidak mengizinkan proklamasi kemerdekaan Indonesia, dikarenakan perjanjian antara Sekutu dan Jepang, yang mengharuskan Jepang menjaga status quo di wilayah jajahan Jepang, salah satunya Indonesia. Tidak puas dengan jawaban Nishimura, rombongan Soekarno-Hatta kembali ke kediaman Laksmana Maeda, di Jalan Imam Bonjol No 1. guna menyiapkan teks proklamasi. Turut bersama rombongan adalah, Achmad Soebarjo, Sukarni, BM Diah, Sudiro, Sayuti Melik. Tanggal 17 Agustus dini hari, di rumah Laksamana Maeda, tepatnya di ruang makan, disusun naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Tiga tokoh nasional yang menyusun teks Proklamasi yaitu, Soekarno, Moh. Hatta, dan Achmad Soebarjo. Soekarno yang menulis naskah Proklamasi, sedangkan Moh. Hatta dan Achmad Soebarjo menyumbangkan ide secara lisan. Kalimat pertama merupakan buah pemikiran Achmad Soebarjo, sedangkan kalimat terakhir ide dari Moh. Hatta.

Soekarno kemudian meminta persetujuan kepada semua yang hadir. Sukarni mengusulkan teks Proklamasi ditandatangani oleh Soekarno dan Moh. Hatta atas nama bangsa Indonesia. Usul Sukarni diterima, naskah Proklamasi kemudian diserahkan kepada Sayuti Melik untuk diketik dengan beberapa perubahan-perubahan yang disepakati. Usai penandatanganan, mereka merundingkan lokasi pelaksanaan Proklamasi. Semula disepakati dilaksanakan di Lapangan Ikada Jakarta. Namun khawatir akan memicu bentrokan dengan tentara Jepang, akhirnya disepakati pelaksanaan Proklamasi diselenggarakan di rumah Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur No 56 Jakarta (sekarang Jalan Proklamasi No 1) pada pukul 10.00 WIB.

Taukah kalian, Achmad Subardjo yang turut menyusun teks proklamasi, tidak ikut dalam pembacaan proklamasi di Jalan Pegangsaan Timur No 56 Jakarta. Kok bisa yaa? Ternyata alasan ketidakhadiran Achmad Subardjo dalam proklamasi disebabkan rasa lelah atas berbagai kejadian di malam-malam sebelumnya. Pada peristiwa pengamanan Soekarno-Hatta oleh golongan pemuda ke Rengasdengklok, Achmad Subardjo-lah yang berusaha meyakinkan para pemuda untuk melepas keduanya. Dia juga yang menjemput Bung Karno dan Bung Hatta dari daerah di Karawang, Jawa Barat. Masih tanpa istirahat, Achmad Subardjo lalu ikut ke kediaman Laksamana Maeda untuk merancang perumusan naskah proklamasi bersama Soekarno-Hatta. Dimulai sejak tengah malam tanggal 16 Agustus, rapat perumusan baru selesai pukul 06.00 pagi hari tanggal 17 Agustus. Sumber:https://historia.id/histeria/articles/di-balik-ketidakhadiran-Ahmad-subarjo-dalam-proklamasi 6jMLw

Menjelang pelaksanaan proklamasi kemerdekaan, suasana di Jalan Pegangsaan Timur No 56 terlihat sibuk. Walikota Jakarta saat itu Soewiryo memerintahkan Mr. Wilopo untuk mempersiapkan peralatan yang diperlukan dalam pembacaan teks proklamasi kemerdekaan Indonesia. Suhud diperintahkan mencari tiang bendera, dengan menggunakan sebatang bambu. Bendera merah-putih yang dijahit Fatmawati juga disiapkan

Pada pukul 10.00 WIB pembacaan proklamasi dimulai. Sebelum membacakan naskah proklamasi, Soekarno terlebih dahulu menyampaikan pidato pengantar. Setelah pembacaan teks proklamasi selesai, Suhud dan Latief Hendraningrat mengibarkan bendera merah-putih. Pada saat bendera dikibarkan semua yang hadir dengan spontan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Acara selanjutnya sambutan Walikota Jakarta, Soewiryo dan Barisan Pelopor, dr. Muwardi.  

Selama ini kita hanya tahu kalau proklamasi kemerdekaan yang diucapkan oleh Bung Karno berlangsung di Jalan Pegangsaan Timur no. 56. Selebihnya kita tidak tahu siapa gerangan pemilik dari rumah yang sangat bersejarah ini. Beliau adalah Faradj bin Said bin Awad Martak. Pedagang Indonesia keturunan Arab ini mengizinkan rumahnya digunakan untuk upacara proklamasi.

Modul Sejarah Indonesia XI_KD 3.7 dan 4.7


Kamis, 06 Februari 2025

Kekalahan Jepang dan strategi nation Branding setelah Perang Dunia II

Jepang mulai mengalami kekalahan pada Perang Dunia II pada tahun 1939, pada puncaknya yaitu peristiwa dibomnya kota Nagasaki dan Hiroshima yang melapukkan Jepang. Setelah peristiwa naas tersebut dirasakan oleh Jepang, negara tersebut berupaya dan berusaha bangkit dari keterpurukan Perang Dunia II. Dengan segala upaya Jepang untuk mengembalikan keadaan negara, Jepang justru mengalami kritik pedas dan dianggap karena hanya mementingkan diri sendiri tanpa melihat situasi politik internasional yang sedang berkembang di dunia dan juga dianggap merugikan negara-negara lain (Nishihara, 2010).

Jepang mengantongi sejarah dan hubungan nan kelam dengan negara-negara yang pernah dijajahnya, salah satunya yaitu negara Indonesia. Indonesia pada dahulu kala pernah menduduki Indonesia selama kurang lebih 3,5 tahun pada tahun 1942 hingga 1945. Pada masa awal kedatangan Jepang ke Indonesia yaitu pada tanggal 8 Maret 1942, Jepang bersikap manis dan baik dengan kiat untuk membantu kemerdekaan Indonesia. Namun, hal yang sebaliknya menimpa Indonesia. Sikap diktator dan kejam diperlakukan oleh Jepang terhadap masyarakat Indonesia(Nursetiawati, 2018). Setelah image negara diktator yang menempel pada negara Jepang, Jepang memulai hubungan diplomatik dengan negara Indonesia. Jepang berusaha untuk membalas jasa atas kerugian yang dirasakan oleh Indonesia pada masa orde lama. Hal tersebut diimplementasikan pada Perjanjian Pampasan Perang. Perjanjian ini merupakan awal pembuka bagi hubungan politik antara Jepang dan Indonesia (DEPLURI, 2005).

Lalu, dengan adanya kritikan pedas dari terutama negara-negara lain pada pertengahan tahun 1950-an Jepang berusaha memperbaiki citra negaranya dengan melakukan hubungan kerjasama dengan negara-negara luar negeri dan memberikan bantuan dana atau yang disebut dengan ODA atau Official Development Assistance. 

Bentuk bantuan ini berupa bantuan luar negeri, investasi luar negeri, perdagangan  internasional ke negara-negara di Asia Tenggara (JPNODA, 2019). Tetapi, ODA yang merupakan inisiatif dari Jepang malah dianggap sebagai bentuk dominasi baru dan monopoli ekonomi yang dilakukan oleh Jepang. Dominasi baru tersebut meresahkan masyarakat di Kawasan Asia Tenggara, puncaknya pada kejadian yang disebut sebagai bentuk Anti Jepang yang terjadi pada masa orde baru. Fenomena Anti Jepang dirasakan di hampir seluruh negara di Asia yang pernah dijajah oleh Jepang. Salah satunya juga Indonesia. Indonesia marah akan dominasi ekonomi yang meresahkan dan ketidakseimbangan politik yang terjadi pada masa orde baru. Puncaknya terjadi pada peristiwa Malapetaka 15 Januari atau yang dikenal dengan Malari. Kejadian ini terjadi pada tahun 1974. Aksi demonstrasi 

terjadi di Kawasan Jakarta dan sekitarnya yang dilakukan oleh mahasiswa dari berbagai universitas di Indonesia (Haryanto, Indonesia Raya Dibredel, 2006).Peristiwa Malari bertepatan dengan momen kedatangan Perdana Menteri Jepang Kakuei Tanaka ke Jakarta. Maka dari itu, rakyat Indonesia pada saat itu memiliki anggapan bahwa Indonesia dijajah kembali oleh Jepang dan memiliki krisis kepercayaan terhadap Jepang. Pada peristiwa Malapetaka 15 Januari atau yang dikenal dengan sebutan Malari adalah saat terjadi kerusuhan yang dilakukan dengan dimulai dari aksi mahasiswa di pusat kota lalu meluas ke hampir seluruh kota yang menolak dominasi modal asing terutama Jepang di Indonesia. Dengan adanya sejarah buruk yang terjadi diantara Jepang dan Indonesia, Hal ini membuat Jepang semakin memiliki rasa untuk memperbaiki image dalam sejarah yang buruk dan ingin memperbaiki hal tersebut dengan cara kerjasama melalui diplomasi publik dengan Indonesia sebagai partner dikarenakan hubungan yang renggang antara negara Jepang dan negara-negara di Kawasan Asia Tenggara salah satunya yaitu Indonesia. 

Pasca Perang Dunia II dan Peristiwa Malari Jepang berusaha bangkit dan akhirnya berhasil untuk menjadi negara maju lalu, berkeinginan untuk memperbaiki citra negara Jepang yang sebelumnya lekat dengan sebutan penjajah menjadi negara yang memiliki citra baik dengan melakukan diplomasi publik (Bambang, 2007).Keadaan itulah yang membuat Jepang harus mengevaluasi kembali politik luar negeri negaranya. Takeo Fukuda mengubah kebijakan luar negeri negaranya yang dahulu hanya fokus kepada pembangunan hubungan dengan negara lain melalui diplomasi ekonomi kemudian berubah menjadi diplomasi kebudayaan. Kebijakan tersebut mulai dikasanakan pasca pidato Perdana Menteri Takeo Fukuda pada KTT ASEAN pertama di Manila Filipina pada tahun 1977 dengan konsepnya yang disebut Fukuda Doctrine (Nakamura: 2015). 

Esensi dari Doktrin Fukuda tersebut adalah : 

a. Jepang tidak akan pernah menjadi negara adidaya militer. 

b. Jepang akan menjalin hubungan dengan rasa saling pengertian dan rasa saling percaya terhadap negara–negara di Asia Tenggara. 

c. Jepang akan bekerjasama secara positif dengan seluruh anggota ASEAN sebagai mitra sejajar. 

Pada prinsipnya doktrin tersebut berisi tentang prinsip Jepang yang tidak hendak melaksanakan ikatan luar negerinya tanpa kekuatan militer. Jepang hendak lebih menguatkan ikatan negaranya dengan negeri lain lewat heart to heart understanding serta menolong dalam menuntaskan permasalahan Indo-china(Nakamura,2015). Doktrin tersebut pula mempertegas kemauan Jepang buat menjalankan kerjasama baru antara negaranya dengan Negara- negara di kawasan Asia Tenggara dalam bidang sosial serta kebudayaan karena Kawasan Asia Tenggara memiliki posisi yang istimewa bagi Jepang dan terutama yaitu Indonesia.

Hadirnya era globalisasi dalam kehidupan manusia telah membawa pengaruh yang besar, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang semakin canggih telah mengubah dunia. Hal tersebut mempengaruhi kehidupan sehari-hari dan perubahan kajian dalam studi ilmu hubungan internasional. Seperti yang terjadi pada studi ilmu hubungan internasional, dahulu hanya membahas High Politic lalu berubah menjadi Low Politic. 

Sebelum terjadi pergeseran negara-negara di dunia bermain pada tataran High Politic yang lebih menekankan dan mengacu pada Traditional Diplomacy dan Hard Power, lalu bergeser pada Low Politic yang mengacu dan menekankan pada Soft Diplomacy dan Soft Power (penggunaan kekuatan non fisik). 

Isu yang dibahas dan aktor yang terlibat menjadi sangat luas. Lalu, aktor yang sebelumnya yaitu hanya state lalu muncul non-state actor. Diplomasi merupakan taktik dengan mengaitkan peraturan serta moral tertentu yang dicoba oleh sesuatu negeri buat mencapai suatu kepentingn dalam negeri negara tersebut dalam hubungannya dengan negeri yang lain ataupun dengan warga internasional (Muhaimin Y. A., 2007). Ada banyak tipe dari diplomasi, salah satunya ialah merupakan diplomasi publik. 

Diplomasi publik didefinisikan bagaikan metode untuk mencapai national interest lewat 3 metode ialah informing, understanding and influencing foreign audiences. Dengan 3 metode tersebut bila proses diplomasi tradisional dikembangkan melalui hubungan negara terhadap negara hingga diplomasi publik lebih ditekankan pada negeri terhadap public ataupun publik terhadap hubungan publik. 

Perihal ini mempunyai tujuan buat warga internasional mempunyai pemikiran yang baik tentang sesuatu negeri tersebut, sebagai dasar sosial untuk sesuatu relation serta pencapaian kebutuhan yang lebih meluas (Susetyo, 2008). 

Dalam Kamus Hubungan Internasional pada dasarnya, Diplomasi publik merupakan suatu metode buat memperoleh pengaruh pemikiran dari publik negeri yang lain dengan bermacam Metode metode yang dibesarkan semacam film, alterasi, budaya, radio, serta televisi (State, 1987).

Terdapat 4 unsur dalam diplomasi publik dan kebudayaan yaitu, Pertama, Jangka panjang yaitu :  1. Pertukaran kebudayaan dan Pendidikan lalu juga pembentukan dan pemeliharaan kredibilitas dan rasa seling percaya antara aktor. 

Jangka pendek yaitu penyebaran informasi melalui media terutama siaran. Ketiga, berdasarkan berita yairu informasi publik, urusan publik untuk masyarakat domestik, lalu terakhir yaitu diplomasi publik untuk masyarakat luar negeri. 

Sebagai sebuah instrumen politik, diplomasi publik digunakan oleh negara dalam hubungannya dengan aktor dan non negara untuk memahami budaya, perilaku, mengatur hubungan, mempengaruhi opini dan tindakan untuk mendapatkan kepentingan. Pada abad ke-21 terjadi perubahan dalam konteks globalisasi, struktur jaringan dan teknologi yang canggih dan hal-hal ersebut menyebabkan transformasi beberapa mekanisme seperti kebijakan negara pemerintahan dan negara dalam diplomasi publik (Gregory, 2008).

Diplomasi publik menggunakan “soft power” dengan menggunakan kebudayaan, pendidikan, maupun ekonomi. Hal ini adalah yang dilakukan oleh Jepang. Jepang merupakan negara yang dikenal dengan perekonomian yang maju walaupun adanya keterbatasan sumber daya alam. Dalam urutan dunia Negara ini mencapai PDB terbesar kedua dan masuk dalam 3 besar dalam keseimbangan kapabilitas berbelanja. Jepang menjadi negara yang pertumbuhan ekonominya tercepat sepanjang sejarah dunia. Perekonomian Jepang tidak lepas dari bidang industri yang sangat mendominasi negara tesebut. Jepang juga terdapat di peringkat keempat untuk negara yang mengekspor terbanyak dan berada pada ranking keempat sebagai negara pengimpor tertinggi di dunia Industri jepang tidak diragukan lagi dalam perdagangan internasional seperti merk-merk Toyota, Sony, Panasonic, Fujifilm terkenal di seluruh dunia dan membawa dampak yang baik untuk perekonomian Jepang (EMBJapan, 2018). 

Masyarakat Jepang dikenal dengan sifat optimis dan memiliki sikap teguh dalam kondisi apapun, terutama dari beberapa musibah yang ditimpa oleh negara tersebut untuk bangkit seperti yang terjadi pada perang dunia ke-II. Dari kekalahan tersebut Jepang bersikukuh untuk bangkit dari beberapa krisis melalui memperbaiki perekonomian dengan orientasi kebijakan ekonomi baru.Jepang juga mengedepankan soft power mereka menggunakan bidang kebudayaan dan pendidikan. 

Soft power Jepang merupakan salah satu kekuatan yang memperngaruhi Asia selama beberapa dekade. Walaupun telah menjadi negara maju, Jepang tetap mempertahankan dan memeilihara budaya tradidisonal maupun modern. Sejak tahun 1990-an Jepang menjadi negara yang menunjukan powernya melalui Soft power bukan hard power. Jepang sangat populer sebagai produsen anime, manga, J-Pop dan kebudayaan populer lainnya. Lalu juga arsitektur, fashionmakanan membawa Jepang sebagai negara maju karena negara-negara lain menjadikan Jepang sebagai pusat perhatian dunia dan panutan. Perlahan-lahan kebudayaan Jepang menyebar ke negara-negara di Asia, Eropa dan benua-benua lainnya. Negara-negara lain melihat ini sebagai sesuatu yang unik dan khas yang tentunya memberikan kesan baik tentang Jepang (Novera, 2018). 

Soft diplomacy yang dijalankan oleh Jepang dengan menggunakan kebudayaan bertujuan untuk memperbaiki citra positif serta menumbuhkan saling pengertian dan kepercayaan melalui pemahaman budaya di berbagai negara, sehingga Jepang dapat mencapai kepentingan nasionalnya secara soft. Oleh karena itu, Kementrian Luar Negeri Jepang (Ministry of Foreign Affairs/ MOFA) membentuk Japan Foundation sebagai agen untuk menyebarkan pengertian mengenai Jepang melalui kerjasama atau promosi-promosi di bidang kebudayaan agar tercipta saling pengertian diantara Jepang dengan negara-negara lain (JPF, Japan Foundation, 2003). 

Fenomena kemajuan serta terus menjadi berkembanganya kebudayaan Jepang di bermacam belahan Negeri dunia membuat pemerintah mengubah status Japan Foundation menjadi independent administrative institution pada tahun 2003. Pergantian tersebut diharapkan sanggup tingkatkan konsentrasi Japan Foundation dalam memberitahukan kebudayaan Jepang ke segala dunia yang dicoba melalui pertukaran kebudayaan secara nasional serta internasional (JPF, Japan Foundation, 2003). Kebijakan pemerintah Jepang dalam penggunaan budaya sebagai instrumen diplomasi publik sudah ditetapkan melalui Diplomatic Bluebook yang dikeluarkan sejak tahun 2004 oleh Kementerian Luar Negeri Jepang. Dalam Diplomatic Bluebook dijelaskan bahwa Jepang mengedepankan dukungan terhadap perkembangan budaya dan menjadikan hal tersebut sebagai instrument strategi diplomasi Jepang (Novalingga, 2009).Penyebaran budaya yang dilakukan melalui lembaga JF mendapatkan dukungan penuh dari Pemerintah Jepang dan juga melibatkan PM Shinzo Abe, pada 2 periode kepemimpinannya, Abe mengeluarkan berbagai kebijakan ekonomi yang disebut Abenomics yang merupakan gabungan dari kata Abe dan Economics sebagai sebuah terobosan untuk membangkitkan Jepang dari deflasi berkepanjangan dan juga Pemerintahan Abe berkomitmen untuk mempererat aliansi tradisionalnya dengan Amerika Serikat dna juga meningkatkan hubungan dengan China (Abas, 2016).

Perdana Menteri Shinzo Abe pada tahun 2012 kembali maju dan dilantik sebagai PM Jepang yang sebelumnya telah memerintah pada tahun 2007. Pada tahun 2011 terjadi tantangan pada masa kepemimpinan barunya, hal tersebut merupakan kejadian gempa di timur Jepang yang menggemparkan dunia karena menyebabkan 3 reaktor nuklir fukushima mengalami kebocoran dan membuat perekonomian Jepang mengalami penurunan yang sangat drastis. Karena tingkat kepercayaan masyarakat internasional termasuk Indonesia terkait keamanan nasional di Jepang bagi wisatawan dan pelajar yang ini belajar di negara tersebut menurun bahkan tidak diterimanya produk-produk dari Jepang. Karena adanya ketakutan sudah terkontaminasi dengan zat berbahaya dari reaktor nuklik tersebut (Robertua, 2017). Namun, kebijakan luar negeri oleh kabinet Abe menciptakan banyak konflik di Asia timur. Konflik serta persaingan yang semakin meningkat antara negara asia timur membuat pengaruh dari soft power Jepang menurun. 

Hal ini juga menyebabkan menurunnya citra positif Jepang di Indonesia dan berbagai negara Asia. PM Abe sadar bahwa Jepang harus memenangkan hati dan pikiran publik sunia. Dalam memenuhi tujuan tersebut untuk memajukan citra Jepang yang lebih baik, Abe menekankan budaya sebagai alat politik kebijakan luar negerinya. Hal tersebut menjadikan perubahan arah kebijakan luar negeri yang dilakukan oleh PM Abe sangatlah berbeda dari masa pemerintahan sebelumnya yaitu Yoshihiko Noda dimana Abe lebih memilih untuk menggunakan budaya sebagai alat diplomasinya.

Jepang berusaha memperbaiki hubungan dengan negara-negara di Asia terutama Indonesia. Mengedepankan kerjasama dengan Asia tenggara karena memiliki tujuan ingin membuat makmur Kawasan Asia terutama menggunakan diplomasi publik dengan budaya. Pada kerjasama budaya Jepang - ASEAN, Jepang membuat suatu proyek yang disebut WA Project. WA Project telah diluncurkan pada KTT Peringatan ASEAN-Jepang pada Desember 2013 untuk berkontribusi dalam menciptakan dan memperluas keharmonisan dan perdamaian di seluruh Asia menuju masa depan yang cerah. Pada pelaksanaan kegiatan ini, ASIA Center telah didirikan oleh Japan Foundation untuk mengimplementasikan berbagai kegiatan untuk mempromosikan dan memperkuat pertukaran budaya antara Jepang dan negara-negara di kawasan Asia (ASEAN, 2018).

Indonesia merupakan negara yang terkenal memiliki kekayaan alam yang sangat lebih dari cukup seperti gas alam, minyak bumi, emas, nikel dan tentunya tanah yang subur. Selain bercukupan sda, Indonesia adalah negara multikultur atau negara yang memiliki kebudayaan yang beraneka ragam karena memiliki sekitar 300 kelompok etnis dan setiap daerah memiliki budaya yang berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya. Indonesia juga kaya akan bahasa daerah karena memiliki 652 bahasa daerah dan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional (Kemendikbud, 2018). Perekonomian Indonesia sudah mulai meningkat walaupun belum bisa dikatakan stabil dan masih jauh untuk dikatakan sebagai negara maju dan jika dibandingkan dengan Jepang masih dibawahnya jauh. Karena memiliki penduduk yang sangat banyak yaitu sekitar 267 juta jiwa seringkali menimbulkan permasalahan seperti kemiskinan, pengangguran, kesenjangan hukum, pendidikan yang rendah, pengelolaan SDA, dan juga tidak meratanya pembangunan (WB, 2019).Indonesia dan Jepang memiliki persamaan yaitu menjunjung tinggi nilai kebudayaan. Selain itu, Jepang juga memilih Indonesia sebagai partner untuk menjalankan diplomasi publik terutama dalam program Nihongo Partner yaitu topik yang ingin peneliti teliti, selain karena memiliki sejarah yang buruk antara Indonesia dan negaranya yaitu karena banyaknya minat masyarakat Indonesia dengan kebudayaan Jepang terutama Bahasa Jepang. Mata pelajaran bahasa asing yaitu Bahasa Jepang menjadi pilihan paling banyak diminati di sekolah-sekolah menengah di Indonesia. Lalu, lembaga-lembaga pembelajaran Bahasa Jepang juga banyak di Indonesia. Hal ini menjadi nilai keuntungan lebih bagi Jepang dalam melakukan diplomasi publik di Indonesia melalui lembaga milik pemerintah Jepang yang khusus menangani penyebaran kebudayaan Jepang yaitu the Japan Foundation yang bekerja sama dengan Pemerintah Indonesia. Pemerintah Jepang berpendapat bahwa pengajaran bahasa Jepang sebagai salah satu upaya dalam menggapai goals tercapainya citra yang baik akan negara Jepang (MOFA,2014). 

Indonesia menjadi sasaran dari diplomasi budaya yang dilakukan Jepang. Kebudayaan Jepang yang terus menjadi digemari oleh warga Asia Tenggara paling  utama yaitu oleh Indonesia membuat pemerintah Jepang terus tingkatkan promosi serta penyebarluasakan kebudayaan negaranya. Diplomasi budaya Jepang di ASEAN membagikan hasil yang sangat baik. Perihal tersebut diisyarati dengan terus menjadi banyaknya warga ASEAN yang berminat dengan budaya Jepang khususnya Indonesia. Pada tingkatan SMA serta mahasiswa. Indonesia tercatat bagaikan negeri ASEAN dengan angka paling tinggi dalam atensi belajar bahasa Jepang. Upaya nyata yang dicoba pemerintah Jepang dalam tingkatkan peminatan budaya serta bahasa Jepang pada siswa SMA serta mahasiswa lewat Japan Foundation yang mendatangkan 2.000 guru bahasa Jepang ke Indonesia dengan program Nihongo Partner. Tidak hanya itu pemerintah Jepang membagikan bermacam beasiswa kepada warga Indonesia, paling utama untuk pembelajaran pascasarjana (Japan Foundation Annual Report: 2004).

Selain mempelajari bahasa Jepang melalui program Nihongo Partner, program ini membuka kesempatan bagi Indonesia juga untuk memperkenalkan budayanya kepada masyarakat Jepang yang dikirim oleh Pemerintah Jepang sebagai native speaker yang nantinya akan mengajarkan bahasa Jepang di SMA dan SMK di Indonesia. Kerjasama ini dilakukan secara government to government, Pemerintah Indonesia menunjuk Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia dan Pemerintah Jepang menunjuk the Japan Foundation sebagai wakil lembaga Pemerintah Jepang di Indonesia untuk menjalankan program ini. Implementasi program tersebut disusun oleh kedua lembaga dan program ini telah berjalan sekitar 4 tahun sejak tahun 2014. Melihat dari strategi diplomasi publik yang dilakukan oleh Jepang, hal ini juga bisa menjadi contoh bagi Indonesia untuk juga menaikkan nation branding Indonesia dan di mata dunia melalui kebudayaan. Penelitian kini bertujuann untuk mendeskripsikan strategimdiplomasi publik yang dijalankan oleh Jepang melalui soft power kebudayaan yaitu melalui program Nihongo Partner dalam mengubah citra negara mereka dari negara yang memiliki citra buruk karena pernah menjajah negara-negara lain menjadi sebuah negara yang damai. Upaya tersebut merupakan cara Jepang dalam mewujudkan nation branding negara tersebut agar menekankan bahwa Jepang sudah berubah menjadi lebih baik dan diberikan kepercayaan internasional terhadap Jepang dengan tujuan agar memberikan pandangan baik, visi, dan misi, cara hidup mereka serta nilai-nilai budaya Jepang. Hal ini diwujudkan oleh Jepang dengan cara menjalankan secara aktif diplomasi publik sejak tahun 1978.Untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana strategi Pemerintah Jepang melalui The Japan Foundation dalam memperkenalkan budaya Bahasa Jepang kepada Masyarakat Indonesia khsusunya siswa/I SMA/SMK di Indonesia dengan tujuan mengubah nation branding Jepang.

Dikutip dari :Enggar Wiganti Laras, 2020 DIPLOMASI PUBLIK JEPANG UNTUK MENGUBAH NATION BRANDING MELALUI PROGRAM NIHONGO PARTNERS DI INDONESIA TAHUN 2014-2019 UPN Veteran Jakarta, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Program Studi Hubungan Internasional[www.upnvj.ac.id – www.library.upnvj.ac.id – www.repository.upnvj.ac.id

Kamis, 16 Januari 2025

Dibawah Tirani Jepang


Restorasi Meiji

Awal Modernisasi Jepang Sebelum menjadi negara modern Jepang merupakan negara feodalis. Mengapa feodalis? Sebab, kekuasaan politik dan ekonomi dipegang oleh kaisar, shogun (semacam panglima militer), dan daimyo (semacam tuan tanah/raja lokal). Kekuasaan itu terbentuk secara hierarki dengan puncak kekuasaan di tangan kaisar, sedangkan kekuasaan pemerintahan dipegang oleh seorang shogun. Tahun 1639, Shogun Tokugawa menjalankan kebijakan Sakoku (negara tertutup). Melalui kebijakan ini, orang asing dilarang masuk ke Jepang dan sebaliknya orang Jepang dilarang berhubungan dengan orang selain Jepang. Namun, pada kenyataannya, Belanda, Cina, serta Korea tetap berhubungan dengan Jepang. Mengapa Jepang menerapkan kebijakan Sakoku (tertutup) dengan bangsa lain? 

Ada dua alasan. Alasan pertama, pemerintahan Shogun Tokugawa terancam dengan kehadiran misionaris dari Spanyol dan Portugis yang menyebarkan agama Katolik. Mereka dituduh ikut campur urusan dalam negeri. Contohnya, ketika perang antar-shogun mereka memperkenalkan senjata api dan meriam terhadap salah satu shogun, sedangkan senjata orang Jepang berupa pedang (katana). Penyebaran agama yang dilakukan oleh Spanyol dan Portugis juga dituding mengancam kebudayaan asli Jepang. Alasan kedua ialah mempertahankan supremasi Tokugawa atas pesaingnya, Daimyo Tozama. Daimyo Tozama adalah daimyo di bawah Shogun Tokugawa, tetapi secara ekonomi lebih sejahtera karena menjalin hubungan dengan bangsa asing. Apabila Daimyo Tozama tetap bekerja sama dengan bangsa asing, maka dikawatirkan mereka menjadi kuat sehingga mengancam kekuasaan Tokugawa. 

Pada abad ke-19 (1854), kebijakan Sakoku mulai surut. Tahun 1854, kapal perang Amerika Serikat (kapal hitam) yang dipimpin oleh Komodor Matthew C. Perry menyerang Jepang sehingga memaksa pemerintahan Shogun Tokugawa menandatangani Konvensi Kanagawa pada tahun 1854. Konvensi itu pada intinya menyebutkan bahwa Jepang harus membuka diri dengan bangsa asing sehingga mengakhiri kebijakan tertutup Jepang yang telah berlangsung 200 tahun. Kemajuan Barat dan terbukanya pelabuhan-pelabuhan di Jepang yang semakin ramai menyadarkan Jepang betapa terbelakangnya mereka dibanding dengan negara-negara Barat sehingga Jepang bertekad untuk mengejar ketertinggalan. Pada masa pemerintahan Kaisar Meiji (anak dari Kaisar Komei), kesadaran mengejar ketertinggalan mulai terwujud melalui berbagai langkah perubahan besar yang dikenal dengan Restorasi Meiji (1868-1912). Kata “Meiji” berarti “kekuasaan pencerahan”. Pencerahan yang dimaksud adalah kombinasi kemajuan Barat dengan nilai-nilai tradisional Jepang. Dengan misi inilah Jepang mengutus pejabat untuk belajar ke Amerika dan Eropa, yang disebut misi Iwakura. Sebagai hasil misi Iwakura, Jepang memutuskan untuk mengadopsi sistem politik, hukum, dan militer dari dunia Barat. Restorasi Meiji kemudian mengubah Kekaisaran Jepang menjadi negara industri modern sekaligus menjadi kekuatan militer dunia. Berikut ini adalah beberapa bidang garapan Tenno Meiji yang tercakup dalam gerakan pembaruan itu. 

A. Bidang Perindustrian Dengan mengadopsi teknologi dari Barat, Jepang membangun industri-industri seperti pabrik senjata, galangan kapal, peleburan besi, dan lain sebagainya. Hasil produksi ini dijual ke pasar internasional dengan harga relatif murah dibandingkan harga penjualan produk yang sama di dalam negeri. Kebijakan ini disebut dumping. Hal ini membuat industri dalam negeri Jepang berkembang pesat. 

B. Bidang Perdagangan Jepang membangun bank-bank yang memungkinkan orang untuk meminjam uang agar berinvestasi. Jepang membangun pelabuhan-pelabuhan dan kapal-kapal dagang sehingga perdagangan mengalami kemajuan pesat. 

C. Bidang Militer Jepang gencar membangun angkatan perangnya. Tahun 1873, Jepang menerapkan kebijakan wajib militer. Jepang juga memesan sebuah kapal perang modern dari Belanda dan untuk mempelajari ilmu kelautan, Jepang mengirim 16 mahasiswa untuk belajar di Belanda. Jepang meniru sistem dan strategi dari Jerman dan Inggris. Dalam waktu singkat, Jepang telah memiliki tentara yang kuat, modern, dan tangguh. 

D. Bidang Pendidikan Jepang menerapkan wajib belajar bagi generasi mudanya. Mereka dididik untuk merasa memiliki rasa cinta kepada tanah airnya, semangat pantang menyerah dan berani mati (bushido), serta hormat dan tunduk kepada Kaisar. Pemerintah Jepang juga mengirim mahasiswa untuk menimba ilmu-ilmu Barat. 

E. Bidang Sosial Menghapus sistem kasta di Jepang. Saat itu, Jepang mempunyai empat kasta. Kasta pertama adalah kelas kaum terpelajar, kasta kedua adalah petani, kasta ketiga adalah seniman, dan kasta keempat adalah pedagang. Selain itu, pemerintah juga melarang adat istiadat yang bersifat feodalis seperti laki-laki memperlihatkan dan memakai kimono, laki-laki memanjangkan dan mengucir rambut serta ke mana-mana membawa pedang panjang dan pedang pendek yang menjadi ciri khas kelas samurai 

F. Bidang Hukum Sistem hukum dan konstitusi mengikuti model Jerman. Sebagai akibat dari industrialisasi itu, Jepang kemudian menjadi satu-satunya kekuatan besar negara non-Barat di dunia sekaligus kekuatan utama di Asia Timur dan Asia Tengara dalam waktu 40 tahun. 

Kemajuan, Perluasan Pasar Industri, dan Keterlibatan Jepang pada Perang Dunia ke-2 

Jepang sebagai negara industri sebagaimana negara-negara Barat mempunyai tiga tantangan, yakni 

1) pasokan bahan mentah yang stabil, 

2) jalur pelayaran yang aman, dan 

3) pasar bagi hasil industrinya. 

Pada saat yang bersamaan, kepercayaan diri militer Jepang yang didukung kemajuan ekonomi membangkitkan rasa bangga terhadap negaranya. Nasionalisme ini berkembang menjadi nasionalisme radikal dalam bentuk keinginan sebagian warga agar Jepang menjadi negara imperialis. Faktor ekonomi (gold) dan faktor kejayaan (glory) inilah yang mendorong Jepang menduduki (menjajah) berbagai negara di Asia termasuk Indonesia menjelang akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Pada tahun 1894, Jepang membangun imperium yang sangat luas, meliputi Taiwan, Korea, Manchuria, serta Cina bagian Utara. Pada tahun 1894 dan 1895, Jepang terlibat perang dengan Cina (Perang Sino). Perang ini diawali oleh pemberontakan petani terhadap pemerintahan Korea. Merasa terdesak, pemerintah Korea meminta bantuan kepada Dinasti Qing dari Cina. Karena sejak lama Jepang ingin menguasai Korea, maka Jepang memanfaatkan situasi itu untuk menginvansi Korea. Karena Korea sekutunya Cina, maka Cina protes sehingga antara Jepang dengan Cina terlibat perang. Perang akhirnya dimenangkan Jepang dan kemudian membentuk pemerintahan boneka di Seoul. 

Kekalahan Cina terhadap Jepang ditandai dengan Perjanjian Shimonoseki yang isinya menyebutkan bahwa Semenanjung Liaodong dan Taiwan diserahkan kepada Jepang. 

Rusia, Jerman, dan Prancis yang semula menduduki Semenanjung Liaodong akhirnya mundur. Namun, karena Perjanjian Shimonoseki dianggap tidak sah, maka Rusia kembali menduduki Semenanjung Liaodong yang strategis itu. Untuk pertahanannya, Rusia kemudian mendirikan Benteng Port Arthur di situ dan menjadikan pangkalan angkatan lautnya di Pasifik. Tindakan Rusia ini membuat Jepang marah sehingga memicu perang Jepang dengan Rusia yang bernama “Perang Rusia-Jepang” pada tahun 1894 dan 1895. Dalam perang itu, tidak terduga Rusia kalah sehingga harus menandatangani Perjanjian Portsmouth yang diselenggarakan di Amerika Serikat dengan difasilitasi Presiden Roosevelt. 

Jenderal yang berjasa dalam kemenangan Jepang atas Rusia adalah Laksamana Togo Heihachiro. Isi Perjanjian Portsmouth yakni Jepang mendapatkan Pulau Shakalin dan daerah Manchuria. Kemenangan Jepang atas Rusia ini membangkitkan kepercayaan dan harga diri Jepang. Ternyata, bangsa Asia (ras Mongoloid) dapat mengalahkan bangsa Barat (ras Kaukasoid). Dampaknya, selain wilayah kekuasaannya semakin luas, juga muncul ambisi tersembunyi yang tidak hanya ingin menguasai Asia, tetapi juga mengalahkan bangsa-bangsa Barat lainnya. Ketika Prancis menyerah kepada pasukan Nazi Jerman di Eropa tahun 1941, Jepang memanfaatkannya dengan menginvansi wilayah jajahan Prancis di Indocina yang meliputi Kamboja, Laos, dan Vietnam. Pada saat yang bersamaan (tahun 1941), Jerman menginvansi Rusia. 

Sebelumnya, pada tahun 1940, terjadi kesepakatan “Pakta Tripartit”, yaitu bersatunya fasisme Jepang, Italia, dan Jerman dalam “kekuatan poros” yang kemudian hari bersama sama melawan “kekuatan Sekutu” yang terdiri dari AS, Inggris, dan Prancis dalam Perang Dunia II. Meski tidak memiliki kepentingan di Indocina (Kamboja, Laos, dan Vietnam), sikap agresi Jepang membuat Amerika Serikat menjadi geram. Pada tahun 1941, Amerika membidani persekutuan yang disebut ABDACOM (America, British, Dutch, Australian Command) untuk menghadapi keagresifan Jepang. Selain membuat organisasi, Presiden Roosevelt juga menerapkan embargo baja dan besi tua kepada Jepang yang kemudian diikuti dengan pembekuan semua aset-aset Jepang. Embargo baja dan besi tua ini sungguh memukul telak Jepang karena peralatan militernya semua terbuat dari baja dan besi tua. Seperti belum cukup, Amerika segera mengembargo minyak bumi terhadap Jepang. 

Minyak bumi merupakan penopang utama industri-industri militer Jepang. Embargo minyak bumi ini membuat industri militer Jepang menjadi kesulitan sehingga Jepang dihadapkan pada dua pilihan, hidup atau mati. Jepang bukannya menyerah dengan situasi, tetapi semakin berambisi menguasai minyak bumi Asia Selatan (India, Bangladesh, Pakistan, dan lain-lain) serta Asia Tenggara (Vietnam, Filipina, Indonesia, dan lain-lain) untuk mengatasi embargo minyak bumi Amerika Serikat. Sebagian wilayah yang menjadi sasaran Jepang itu merupakan jajahan Belanda, termasuk Indonesia, sehingga Jepang harus menghadapi kekuatan militer terbesar saat itu, yaitu Amerika Serikat. 

Di bawah ABDACOM, Amerika Serikat bertanggung jawab melindungi kepentingan kepentingan Belanda di Indonesia. Menyerang Indonesia dianggap menyerang ABDACOM. Untuk mengatasi kekuatan militer itu, Jepang mengambil keputusan, yakni harus terlebih dahulu melumpuhkan Amerika Serikat. Sasaran yang paling dekat di Asia adalah pangkalan angkatan laut Amerika Serikat di Asia Pasifik, yaitu di Pearl Harbour, Hawaii. Maka, secara mendadak tanpa ultimatum terlebih dahulu, Jepang menyerang Pearl Harbour pada 7 Desember 1941. Dengan serangan ini, Jepang telah mengawali perang Pasifik. Setelah menghancurkan Pearl Harbour, Jepang menduduki Filipina pada 10 Desember 1941, Burma pada 16 Desember 1941, dan pada 11 Januari 1942 Jepang mendarat di Indonesia dengan menguasai Kalimantan lalu menyusul Sumatra dan Jawa. Setelah Jawa dikuasai, Jepang mengendalikan seluruh wilayah Indonesia dalam waktu singkat. Perang yang dilancarkan Jepang di Asia Tenggara dan di Lautan Pasifik ini dikenal dengan Perang Asia Timur Raya atau Perang Pasifik. 

Spionase Jepang 

Mengapa Jepang begitu mudah masuk Indonesia dan menguasai Yogyakarta? Ternyata, jauh sebelum tahun 1942 Jepang telah mengirimkan perwira-perwiranya di beberapa kota penting di Indonesia, termasuk Yogyakarta untuk dijadikan sebagai spionase. Perwira yang dikenal sebagai mata-mata di Yogyakarta adalah Shizukino Yamachi. Tugas Shizukino Yamachi adalah melakukan penyamaran untuk memata-matai kawasan Yogyakarta, yang nantinya pada wilayah tersebut akan dilakukan ekspansi besar-besaran oleh tentara Jepang. Untuk mengelabuhi masyarakat, Shizukino Yamachi mendirikan toko Fuji sebagai toko kelontong yang berada di daerah pecinan Yogyakarta atau sekarang dikenal Jalan Malioboro. Shizukino Yamachi mengubah namanya menjadi Tao Ai dan lebih suka memperkenalkan dirinya kepada orang baru sebagai pedagang dari Cina. Sehari-harinya, Shizukino Yamachi keluar rumah dari pagi hingga menjelang petang. Shizukino Yamachi menulis dengan detail segala hal yang ada dan terjadi di Yogyakarta. Kemudian, segala hasil data pengamatannya dikirimkan ke Jepang, agar mudah melakukan ekspansi. Data tersebut dikirimkan melalui radio komunikasi dari kamarnya sehingga pintu kamarnya yang berada di lantai atas selalu tertutup rapat. Shizukino Yamachi sering berkeliling menggunakan sepeda, berbusana putih dan mengenakan topi bulat. Semua orang tidak mengenal siapa sesungguhnya Shizukino Yamachi. Dia hanya dikenal sebagai seorang pengusaha yang baik dan ramah kepada setiap orang. 

Di pertengahan tahun 1939, Shizukino Yamachi mendadak pergi dan hilang begitu saja. Pada 6 Maret 1942, tentara Jepang telah memasuki Kota Yogyakarta. Mereka datang dari arah Jalan Solo menuju ke barat, setelah sampai di perempatan tugu, mereka berbelok ke selatan menuju Jalan Malioboro dan Gedung Agung. Iring-iringan pasukan disambut oleh warga tanpa ketakutan, bahkan warga bersorak sorai dengan melambai lambaikan bendera merah putih. Para pasukan Jepang datang dengan mengaku sebagai saudara tua. Untuk menarik simpati khususnya kepada rakyat Yogyakarta, serdadu Jepang menyerukan “Nipon Indonesia sama-sama”, mengumandangkan lagu Indonesia Raya, serta secara demonstratif membawa potret ratu Belanda yang ditusuk-tusuk dengan bayonet. Ketika peristiwa ini berlangsung, Shizukino Yamachi berada di kendaraan jeep paling depan diikuti kendaraan truk, sepeda, dan bahkan ada yang berjalan kaki. Setelah diketahui, ternyata Shizukino Yamachi merupakan salah satu perwira komandan divisi Angkatan Darat Jepang. 


Jepang Mengambil Alih Wilayah Hindia Belanda

Serangan Jepang pertama terjadi pada 11 Januari 1942 mendarat di Tarakan (Kalimantan Timur). Pada bulan Februari, Jepang menduduki Pontianak, Banjarmasin, Makassar, Palembang, dan Bali. Mengapa Jepang mendarat pertama kali di Tarakan dan kemudian menguasai Tarakan? Sebagaimana dibahas dalam pokok bahasan terdahulu, Jepang sangat kesulitan dalam mengoperasikan industri-industrinya, termasuk mesin-mesin perangnya, setelah Amerika Serikat mengembargo minyak bumi. Tarakan adalah salah satu daerah yang terdapat sumber-sumber minyak di Indonesia. Dengan menguasai Tarakan, berarti menguasai sumber minyak sehingga dengan demikian untuk menguasai daerah lain di Indonesia lebih mudah dan untuk menghadapi Sekutu juga lebih siap. Di Jawa, Jepang pertama kali mendarat di Banten, kemudian Indramayu, Rembang, Tuban, dan Surabaya. Sejak Maret 1942, Indonesia menjadi kekuasaan Jepang. Tujuan Jepang menyerang dan menduduki Hindia Belanda (Indonesia) adalah untuk menguasai sumber-sumber alam, terutama minyak bumi, guna mendukung industri dan kampanye perang Jepang. 

Gubernur Jenderal Belanda, Tjarda van Strarkenborgh, tidak berdaya menghadapi serangan kilat Jepang sehingga terpaksa menyerah tanpa syarat kepada Letnan Jenderal Hitoshi Imamura di Kalijati, Subang, Jawa Barat, 8 Maret 1942. 

Mengapa Jepang begitu mudah mengalahkan Belanda sedangkan peralatan militer Belanda juga sangat modern untuk saat itu? Jepang, sebelum menyerang Hindia Belanda, ternyata sudah jauh hari memperhitungkan penyerangan itu. Beberapa tahun sebelum 1942, para perwira Jepang sudah menyelidiki daerah-daerah yang menjadi titik kelemahan dan kekuatan Belanda. Di Jawa, daerah Banten, Indramayu, Rembang, Tuban, dan Surabaya adalah daerah strategis. Apabila menguasai daerah itu, maka Jepang dengan mudah akan dapat memaksa Belanda menyerah. 

Mengapa Thailand menjadi negara Asia yang tidak dijajah Jepang? 

Pada Perang Dunia II, Thailand “membantu” Jepang melawan Sekutu dengan cara memberikan wilayah negaranya sebagai tempat akomodasi tentara Jepang. Namun, seusai perang dan Jepang kalah perang melawan Sekutu, Thailand memutuskan untuk menjadi sekutu Amerika Serikat. Thailand juga merupakan negara yang tidak pernah dijajah bangsa Barat (Inggris, Prancis, Belanda, Spanyol, dan Portugal).


Strategi Jepang untuk Mendapatkan Simpati Rakyat 

Kedatangan Jepang disambut baik oleh Sukarno, Hatta, dan Ki Hajar Dewantara. Mereka optimistis bahwa kedatangan Jepang akan membawa kemerdekaan. Dasarnya adalah hal-hal berikut ini. 

a) Menyerahnya Belanda dianggap sebagai akhir penjajahan Belanda. Dengan kekalahan Belanda, maka berarti dimulainya era baru ketika bangsa-bangsa Asia bebas merdeka dan menentukan nasibnya sendiri dengan dipelopori oleh Jepang. Keyakinan itu bertambah tebal setelah Jepang memperkenalkan diri sebagai saudara tua bangsa-bangsa Asia. 

b) Jepang berjanji jika Perang Pasifik dimenangkan, maka bangsa-bangsa di Asia akan mendapatkan kemerdekaan. 

c) Jepang bersifat simpatik kepada aktivis pergerakan kemerdekaan, misalnya membebaskan tokoh-tokoh yang ditahan dan diasingkan kolonial Belanda seperti Sukarno, Hatta, Syahrir, dan lain-lain. 

d) Jepang menjanjikan kepada bangsa Indonesia untuk memberikan kemudahan-kemudahan yang tidak pernah diberikan oleh kolonial Belanda, misalnya mengibarkan bendera Merah Putih berdampingan dengan bendera Hinomaru Jepang, menggunakan bahasa Indonesia dalam percakapan sehari-hari, kebebasan beribadah sesuai keyakinan, dan membolehkan menyanyikan lagu kebangsaan “Indonesia Raya” bersama lagu kebangsaan Jepang “Kimigayo”. 


Pemerintahan Militer Jepang Setelah menguasai Indonesia, 

Jepang memerintah dengan sistem pemerintahan militer dengan membagi menjadi tiga daerah militer yang dikendalikan oleh angkatan darat (rigukun) dan angkatan laut (kaigun). Ketiga daerah tersebut di bawah komando panglima besar tentara Jepang yang bertempat di Saigon (Vietnam). Ketiga daerah tersebut meliputi: 

(1) Daerah Jawa dan Madura dengan pusat di Batavia di bawah kendali angkatan laut (kaigun); 

(2) Daerah Sumatra dan Semenanjung Melayu dengan pusat di Singapura di bawah kendali angkatan darat (rigukun); 

(3) Daerah Kalimantan dan Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua di bawah kendali angkatan laut (kaigun). 

Selain memerintah dengan sistem militer, Jepang dalam rangka mengawasi masyarakat dan membangun gerakan pertahanan masyarakat menggunakan sistem Tonarigumi yang sekarang lebih dikenal sistem Rukun Tetangga (RT). Dalam bidang politik, Jepang membentuk Jawa Hokokai (Himpunan Kebaktian Rakyat Jawa) sebagai lembaga yang bertugas mengumpulkan dana, misalnya dalam bentuk uang, beras, ternak, logam mulia, kayu jati, dan sebagainya. Dalam usaha mendapatkan tenaga kerja, Jepang membentuk Romukyokai (panitia pengerah romusha) untuk dipekerjakan dalam proyek pembangunan jalan raya, pelabuhan, dan lapangan udara. 

Pada awalnya, romusha ini mendapatkan upah. Namun, pada perkembangan selanjutnya para pekerja ini tanpa diupah oleh pemerintah Jepang. Dalam sistem pertahanan menghadapi Sekutu dan usaha melanggengkan kekuasaannya, di Indonesia dibentuk lembaga-lembaga semimiliter dan militer. Organisasi-organisasi buatan Jepang itu misalnya Keibodan (barisan pembantu polisi), Seinendan (barisan pemuda), Fujinkai (barisan wanita), Heiho (barisan cadangan prajurit), PETA (pembela tanah air), Putera (Pusat Tenaga Rakyat), Jawa Hokokai (Himpunan Kebaktian Rakyat Jawa), Jibakutai (pasukan berani mati), Kempetai (barisan polisi rahasia), dan Gakukotai (laskar pelajar). 

Dampak Pendudukan Jepang di Indonesia Masa pendudukan Jepang membawa dampak yang luar biasa terhadap bangsa Indonesia, baik dampak secara politik, ekonomi, dan sosial budaya. Untuk lebih jelasnya, berikut paparannya.

 a) Bidang Politik

Setelah Jepang berkuasa di Indonesia, organisasi kemasyarakatan baik itu organisasi politik, sosial, maupun keagamaan dibubarkan dan menggantikannya dengan organisasi bentukan Jepang. Satu-satunya organisasi yang dibiarkan oleh Jepang adalah Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) yang berdiri sejak pemerintahan kolonial Belanda. Organisasi ini mendapat simpati masyarakat sehingga berkembang dengan cepat. Karena organisasi ini mengkhawatirkan Jepang, maka pada tahun 1943 MIAI dibubarkan dan menggantikannya dengan Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) dengan K.H. Hasyim Asy’ari sebagai ketuanya. 

Untuk menekan tokoh pergerakan yang tidak kooperatif terhadap Jepang, dilakukan pengawasan yang ketat dengan menyebar polisi rahasia yang sangat ditakuti, yakni Kempetai. Jepang tidak segan segan menangkap, menginterogasi, bahkan menghukum mati orang yang dianggap bersalah tanpa proses pengadilan. Di samping cara cara represif, Jepang juga menerapkan cara-cara yang diharapkan mengundang simpati, misalnya: 

1) Menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dan melarang keras penggunaan bahasa Belanda. 

2) Membentuk kerja sama dengan para nasionalis serta membentuk gerakan 3A (Nipon cahaya Asia, Nipon pelindung Asia, Nipon pemimpin Asia) dengan menunjuk Mr. Syamsuddin sebagai ketuanya. 

Tujuan gerakan bentukan Jepang ini adalah menarik simpati rakyat Indonesia agar membantu Jepang menghadapi Amerika Serikat dan sekutunya. Gerakan ini akhirnya tidak mendapat simpati rakyat karena pada kenyataannya Jepang terlalu kejam bagi rakyat Indonesia. 

3) PUTERA, Sukarno, Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan K.H. Mas Mansyur sebagai pemimpinnya. Tujuan organisasi ini adalah memusatkan segala potensi rakyat Indonesia untuk membantu Jepang melawan tentara Sekutu. Namun, organisasi ini dimanfaatkan pimpinannya untuk membangkitkan nasionalisme yang sempat pudar. Karena organisasi ini ternyata lebih menguntungkan Indonesia daripada kepentingan Jepang, maka akhirnya Putera dibubarkan. 

4) Membentuk Badan Pertimbangan Pusat yang kemudian disebut Cuo Sangi In (pada zaman kolonial Belanda disebut Volksraad). Badan ini bertugas memberikan usul atau saransaran terhadap Jepang tentang masalah-masalah politik. Jepang menunjuk Sukarno sebagai ketuanya. 

5) Membentuk Jawa Hokokai (Himpunan Kebaktian Jawa) sebagai lembaga yang bertugas mengumpulkan dana, misalnya dalam bentuk uang, beras, ternak, logam mulia, kayu jati, dan sebagainya. Jepang menunjuk gunseikan atau seorang kepala pemerintahan sebagai ketuanya. Seperti organisasi lain bentukan Jepang, organisasi ini tidak mendapat sambutan rakyat, terutama di luar Pulau Jawa. 

Bidang Ekonomi 

Dalam bidang ekonomi, Jepang menginginkan Indonesia sebagai tempat eksploitasi segala sumber daya, baik itu pangan, sandang, logam, dan minyak demi kepentingan perang, sebagaimana tampak dalam hal-hal berikut ini. 

1.  Menyita Aset Ekonomi Jepang menyita aset hasil perkebunan (teh, kopi, karet, tebu), pabrik, bank, dan perusahaan-perusahaan penting. Banyak lahan pertanian yang terbengkalai karena pemerintah Jepang fokus pada ekonomi perang dan industri perang. Dampaknya, kelaparan rakyat dan kemiskinan di mana-mana. Kebijakan Jepang di antaranya juga adanya ekonomi perang. Ekonomi perang adalah semua kekuatan ekonomi di Indonesia digali untuk menopang kegiatan perang. 

Bagi Jepang,Indonesia merupakan negara yang sangat menarik perhatian karena merupakan negara kepulauan yang kaya akan hasil bumi, pertanian, tambang, dan lain sebagainya. Kekayaan Indonesia tersebut sangat cocok untuk keperluan industri Jepang. Setelah berhasil menguasai Indonesia, Jepang mengambil kebijakan dalam ekonomi yang sering disebut Self Help, yaitu hasil perekonomian di Indonesia dijadikan modal untuk mencukupi kebutuhan pemerintahan Jepang, contohnya sebagai berikut. 

1) Jepang memerintahkan menanam padi karena beras adalah sumber energi tentara Jepang. 

2) Jepang memerintahkan menanam jarak karena getah jarak dijadikan pelumas mesin-mesin industri alat perang Jepang termasuk pesawat tempur. 

3) Jepang memerintahkan menanam tanaman kina karena menjadi obat antimalaria. Penyakit malaria sangat melemahkan kemampuan bertempur pasukan Jepang. 

2. Pengawasan Ketat di Bidang Ekonomi Jepang melakukan pengawasan ekonomi secara ketat. Pengawasan tersebut antara lain penggunaan dan penyediaan barang serta pengendalian harga untuk mencegah meningkatkan harga barang. Jika ada yang melanggar, akan dikenai sanksi sangat berat. 

3. Kebijakan Self-Sufficiency 

Kebijakan self-sufficiency yaitu pemerintah Jepang mengharuskan pada wilayah-wilayah yang ada di bawah pemerintah Jepang harus memenuhi kebutuhannya sendiri. 

4. Memberlakukan Setoran Wajib, Romusha Pada tahun 1944, Jepang dalam ambisi perangnya semakin terdesak dan kalah di berbagai front sehingga kebutuhan bahan-bahan pangan semakin meningkat. Untuk mengatasinya, Jepang membuat aturan agar rakyat menyerahkan bahan pangan dan barang secara besar-besaran

melalui organisasi bentukan Jepang yang bernama Jawa Hokokai (Himpunan Kebaktian Rakyat Jawa) dan Nagyo Kumiai (koperasi pertanian). Setiap rakyat harus menyerahkan bahan makanan 30 persen untuk pemerintah Jepang, 30 persen untuk lumbung desa (simpanan), dan 40 persen menjadi hak miliknya. Kewajiban yang memberatkan itu membuat rakyat menderita dan kekurangan pangan sehingga rakyat makan makanan yang tidak biasa seperti umbi-umbian hutan, bekicot, dan sebagainya. Karena sandang juga langka, rakyat terpaksa memakai pakaian dengan bahan dasar karung goni. Keadaan itu diperparah dengan kewajiban romusha atau kerja paksa. Banyak rakyat meninggal di tempat kerja atau ditembak mati karena melarikan diri dari kewajiban romusha. 

Bidang Sosial 

1) Romusha Penerapan romusha pada awalnya secara sukarela dari rakyat karena mendapat upah dari pemerintah Jepang. Namun, lambat laun romusha menjadi kerja paksa yang tidak ada lagi sistem pengupahan. Banyak pemuda desa dan laki-laki desa lainnya yang dipaksa kerja romusha sehingga mengakibatkan lahan pertanian menjadi tidak tergarap. Mereka dimobilisasi tidak saja untuk membangun jalan, bandara, dan pelabuhan di dalam negeri, tetapi juga di luar negeri seperti Burma, Thailand, Vietnam, dan Malaysia. 

2) Selain memobilisasi para pemuda desa untuk romusha, pemerintah Jepang juga merekrut wanita-wanita desa untuk dijadikan perempuan penghibur tentara Jepang atau yang dikenal dengan Jugun Ianfu. Para wanita itu awalnya direkrut dijanjikan dididik menjadi perawat kesehatan, tetapi pada kenyataanya mereka dijadikan sebagai wanita penghibur. 

3) Pendidikan Pada masa Jepang, sistem pendidikan lebih buruk daripada masa kolonial Belanda. Jumlah sekolah menurun drastis dan jumlah warga buta aksara semakin banyak. Sistem pembelajaran dan kurikulum dijadikan untuk kepentingan perang. Pelajar di indoktrinasi dengan slogan Hakko Ichiu (delapan penjuru dunia di bawah satu atap). Slogan ini terus diterapkan sebagai alat propaganda Jepang bahwa Jepang pemimpin dunia dan alat pembenaran Jepang selalu menginvansi negara lain selama Perang Dunia II. 

4) Bahasa dan Stratifikasi Sosial Ada sisi positif dalam diri Jepang. Pertama, dalam bidang bahasa, karena bahasa Indonesia wajib digunakan sebagai bahasa pengantar. Bahasa Indonesia juga dijadikan sebagai pelajaran wajib. 

Kedua, dalam penjajahan Jepang ini, stratifikasi sosial golongan bumiputra (inlander, zaman Belanda) ditempatkan di atas golongan Eropa dan golongan Timur Asing kecuali Jepang. Jepang ingin mengambil hati rakyat dalam usaha menghadapi Sekutu dalam Perang Pasifik. 

Bidang Kebudayaan 

Sebagai negara fasis, Jepang memang mendidik warga negaranya dengan sangat ketat. Semua urusan warga negaranya harus taat pada aturan yang ditetapkan oleh negara. Walaupun menjadi negara modern akibat Restorasi Meiji, Jepang tetap sangat menghormati kaisarnya. Sebab bagi mereka, kaisar dianggap sebagai keturunan Dewa Matahari. Oleh karena itu, dalam tradisi Jepang, mereka memberi hormat ke arah matahari terbit dengan cara membungkukkan punggung dalam-dalam (disebut dengan Seikerei) sebagai simbol penghormatan terhadap kaisar. Kebiasaan Jepang itu dipaksakan kepada setiap negara jajahannya, termasuk di Indonesia sehingga menimbulkan rasa tidak suka terhadap Jepang. Perilaku seperti itu bertentangan dengan agama karena dianggap sebagai Syrik (menyekutukan Tuhan). 

Perlawanan K.H. Zainal Mustafa di Tasikmalaya, Jawa Barat pada tahun 1944 sebagai bukti bahwa Jepang tidak bisa memaksa begitu saja budayanya kepada tanah jajahan. Dalam usaha mengendalikan kebudayaan, Jepang membentuk organisasi yang bernama Keimin Bunkei Shidoso (pusat kebudayaan). Keimin Bunkei Shidoso dijadikan sebagai wadah perkembangan kesenian Indonesia. Lembaga ini juga dimanfaatkan Jepang untuk mengawasi dan mengarahkan seniman-seniman Indonesia agar karyanya tidak menyimpang dari kepentingan Jepang. Jika ada seniman yang berani mengkritik Jepang, maka seniman itu ditangkap dan dipenjarakan. Contohnya, Chairil Anwar dijebloskan ke penjara karena karya sastranya yang berjudul Siap Sedia. 

Strategi Politik Jepang membentuk Organisasi Kemasyarakatan 

a) Gerakan 3A 

Untuk mendapatkan dukungan rakyat Indonesia dalam perang Asia Timur Raya atau Perang Pasifik, Jepang membentuk sebuah perkumpulan yang dinamakan Gerakan 3A (Nipon cahaya Asia, Nipon pelindung Asia, Nipon pemimpin Asia). Perkumpulan ini dibentuk pada 29 Maret 1942. Jepang berusaha agar gerakan ini menjadi alat propaganda yang efektif untuk memenangkan perang dengan Sekutu. Oleh karena itu, di berbagai daerah dibentuk berbagai komite-komite. Ternyata, sekalipun dengan berbagai upaya, gerakan ini kurang mendapat simpati rakyat karena ternyata Jepang sudah mulai menampakkan sifat-sifat penjajahannya. Pada Desember 1942, Gerakan 3A dinyatakan gagal dan dibubarkan. 

b) Pusat Tenaga Rakyat (Putera)

Karena Gerakan 3A gagal, kemudian Jepang mengajak para tokoh pergerakan untuk bekerja sama. Jepang kemudian mendirikan organisasi pemuda yang dipimpin oleh Sukardjo Wiryopranoto. Karena lambat laun organisasi ini tidak mendapat sambutan rakyat, akhirnya Jepang membubarkannya. Dukungan rakyat terhadap Jepang memang tidak seperti awal kedatangannya, karena Jepang sudah banyak berubah. Misalnya, melarang pengibaran bendera Merah Putih yang berdampingan dengan bendera Hinomaru serta mengganti lagu “Indonsia Raya” dengan lagu “Kimigayo”. Jepang ketika perang dengan sekutu mulai menampakkan kekalahan di mana-mana sehingga rakyat Indonesia mulai tidak percaya dengan Jepang. Untuk memulihkan keadaan itu, Jepang harus bekerja sama dengan tokoh-tokoh nasionalis terkemuka, misalnya Sukarno dan Moh. Hatta. Karena Sukarno masih ditahan oleh pemerintah kolonial Belanda di Padang, maka Jepang membebaskannya. Jepang kemudian membentuk organisasi massa yang dapat diharapkan bekerja sama untuk menggerakkan rakyat. Pada Desember 1942, Sukarno, Hatta, K.H. Mas Mansyur, dan Ki Hajar Dewantara dipercaya untuk membentuk gerakan baru. 

Gerakan itu bernama Pusat Tenaga Rakyat (Putera) yang kemudian berdiri pada 16 April 1943. Tokoh-tokoh nasionalis ini terkenal dengan sebutan empat serangkai. Putera diketuai oleh Sukarno. Tujuan Putera adalah untuk membangun dan menghidupkan kembali segala sesuatu yang telah dihancurkan kolonial Belanda. Jepang menginginkan Putera bekerja untuk menggali potensi masyarakat guna membantu Jepang dalam perang. Di samping bertugas sebagai propaganda perang, Putera juga bertugas memperbaiki bidang sosial dan ekonomi. Putera kemudian membentuk organisasi sampai ke tingkat daerah-daerah dan pimpinan pusat tetap dipegang oleh empat serangkai sehingga dalam waktu singkat Putera berkembang sangat pesat. Melalui rapat-rapat,

para tokoh nasionalis memanfaatkan Putera untuk menyiapkan Indonesia merdeka. Rupanya, Jepang mulai sadar bahwa Putera dimanfaatkan oleh para nasonalis bukan untuk kepentingan Jepang sehingga pada tahun 1944 Putera dibubarkan Jepang. 

c) Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia)

 Berbeda dengan pemerintah kolonial Belanda yang anti organisasi Islam, Jepang lebih bersahabat terhadap umat Islam. Jepang mendekati umat Islam karena Jepang menginginkan agar umat Islam di Indonesia membantu Jepang melawan Sekutu. Oleh karena itu, organisasi Islam yang bernama MIAI yang cukup berpengaruh pada masa pemerintahan Belanda dan dibubarkan Belanda mulai dihidupkan kembali oleh Jepang. Tanggal 4 September 1942, MIAI diizinkan aktif kembali. Dengan demikian, MIAI dapat dimobilisasi untuk keperluan Jepang. MIAI berkembang sangat pesat karena merupakan tempat bersilaturahmi antar sesama para tokoh Islam untuk menuju Indonesia merdeka. Arah perkembangan MIAI mulai dipahami oleh Jepang.

 MIAI dianggap tidak memberi kontribusi terhadap Jepang dan itu berarti tidak sesuai dengan harapan Jepang. Maka, pada November 1943, MIAI dibubarkan Jepang. Sebagai penggantinya, Jepang membentuk organisasi Islam baru yang bernama 

Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia). 

Tugas dari Masyumi adalah dapat mengumpulkan dana dan dapat menggerakkan umat Islam untuk menopang kegiatan Perang Asia Timur Raya. Masyumi diketuai oleh Hasyim Asy’ari dan wakil ketuanya dijabat oleh Mas Mansur dan Wahid Hasyim, sedangkan penasihatnya adalah Ki Bagus Hadikusumo. 

K.H. Hasyim Asy’ari. Seorang ulama yang diberi kepercayaan Jepang memimpin Masyumi. organisasi induk umat Islam, anggotanya sebagian besar dari para ulama. Dengan kata lain, ulama dilibatkan dalam kegiatan pergerakan politik.

Organisasi Islam ini berkembang sangat pesat dan di setiap karesidenan ada cabangnya. Masyumi dalam perkembangannya menjadi tempat penampungan berkeluh kesah rakyat. Masyumi berkembang menjadi organisasi yang pro dengan rakyat sehingga tidak heran bila Masyumi menentang keras kebijakan romusha. Bahkan, Masyumi menolak permintaan Jepang agar organisasi bentukan Jepang ini menggerakan romusha. Dengan demikian, Masyumi telah membentuk dirinya menjadi organisasi pejuang yang membela rakyat. d) Jawa Hokokai (Himpunan Kebaktian Jawa) Pada tahun 1944, dalam Perang Asia Timur Raya, Jepang terus mengalami kekalahan di mana-mana sehingga kondisi ini sangat mengkhawatirkan keberadaan Jepang di Indonesia. Untuk itu, panglima ke-16, Jenderal Kumakici Harada membentuk oganisasi baru yang bernama Jawa Hokokai (Himpunan Kebaktian Rakyat Jawa). Organisasi ini dibentuk karena Jepang membutuhkan bantuan segenap rakyat secara lahir batin, yakni rakyat memberikan darmanya kepada pemerintah Jepang demi kemenangan perang. Agar pengalaman yang sudah terjadi tidak terulang, yakni pimpinan organisasi membelokkan organisasi sehingga tidak sesuai harapan Jepang, maka Jawa Hokokai dipimpin langsung oleh orang Jepang, yakni gunseikan. Sedangkan penasehatnya boleh orang Indonesia, yakni Sukarno dan Hasyim Asy’ari. Organisasi ini sampai ke tingkat RT (rukun tetangga). Di tingkat daerah (syu/shu) dipimpin oleh syucokan dan seterusnya sampai ke tingkat daerah ku oleh kuco, bahkan sampai ke gumi di bawah pimpinan gumico. Dengan demikian, Jawa Hokokai memiliki alat sampai ke desa-desa, dukuh, bahkan sampai RT (gumi atau tonari gumi). Tonari gumi dibentuk untuk memobilisasi seluruh penduduk dalam kelompok-kelompok yang terdiri dari 10 sampai 20 keluarga. Para kepala desa atau kepala dukuh atau ketua RT bertanggung jawab atas kelompoknya masing-masing. Program kegiatan Jawa Hokokai adalah sebagai berikut. 

1) Melaksanakan segala tindakan dengan nyata dan ikhlas demi pemerintah Jepang. 

2)  Memimpin rakyat berdasarkan semangat kekeluargaan. 

3) Memperkukuh pembelaan tanah air. 

Jawa Hokokai adalah organisasi pusat yang anggota anggotanya atas bermacam-macam hokokai (himpunan kebaktian) sesuai dengan bidang profesinya. Misalnya, Kyoiku Hokokai (kebaktian para guru), Isi Hokokai (kebaktian para dokter), dan sebagainya. Dalam perkembangannnya, Jawa Hokokai memobilisasi potensi rakyat untuk kemenangan perang Jepang, misalnya dalam bidang ekonomi dengan cara penarikan hasil bumi untuk keperluan perang. 

Organisasi Semimiliter 

a) Seinendan Seinendan (korps pemuda) adalah sebuah organisasi yang mewadahi para pemuda yang berusia 14 sampai 22 tahun. Organisasi ini dibentuk dengan tujuan menjaga dan mempertahankan tanah airnya dengan kekuatan sendiri. Kepentingannya bagi Jepang ialah menjadi tenaga cadangan dalam menghadapi perang Asia Timur Raya. Seinendan difungsikan sebagai barisan cadangan yang mengamankan garis belakang. Pengorganisasian Seinendan diserahkan kepada penguasa setempat, misalnya di tingkat syu/shu (keresidenan) ketuanya syucokan sendiri. Begitu juga di tingkat daerah ken (kabupaten), ketuanya kenco sendiri, dan seterusnya sampai ke tingkat gun (kawedanan), son (kecamatan), aza (dusun), dan gumi (RT). Tokoh-tokoh yang pernah mencicipi pendidikan Seinendan adalah Sukarni dan Latief Hendraningrat. 

b) Keibodan Keibodan (korps kewaspadaan) anggotanya berusia 25 sampai 35 tahun. Tujuannya untuk membantu tugas polisi Jepang dalam menjaga keamanan dan ketertiban. Untuk itu, mereka dilatih

kemiliteran. Pembina Keibodan adalah Departemen Kepolisian (Keimubu) dan di daerah syu (keresidenan) dibina oleh bagian kepolisian (Keisatsubu). Di kalangan orang Cina juga dibentuk Keibodan yang diamakan Kakyo Keibotai. Organisasi keibodan juga dibentuk di daerah-daerah seluruh Indonesia meskipun namanya berbeda-beda. Misalnya Keibodan di Sumatra disebut Bogodan atau di Kalimantan disebut Borneo Konan Kokokudan. 


Ketika situasi perang semakin memanas, Jepang melatih Fujinkai (perkumpulan wanita) dengan diberi latihan militer sederhana. Bahkan, pada tahun 1944 dibentuk Pasukan Srikandi. Organisasi sejenis juga dibentuk untuk usia murid SD yang disebut Seinentai (barisan murid sekolah dasar). Kemudian, untuk murid SMP dibentuk Gakukotai (barisan murid sekolah lanjutan). 


c) Barisan Pelopor Jepang membentuk Chuo Sangi in (semacam DPR). Salah satu keputusan lembaga itu adalah merumuskan cara untuk menumbuhkan keadaran di kalangan rakyat untuk membela tanah air dari serangan musuh. Sebagai bentuk nyata dari keputusan itu, Jepang pada 1 November 1944 membetuk organisasi baru yang bernama Barisan Pelopor. Melalui organisasi ini diharapkan adanya kesadaran rakyat untuk berkembang sehingga jika tanah airnya diserang musuh, maka rakyat siap membantu Jepang mempertahankan tanah airnya. Organisasi ini dipimpin oleh Sukarno yang dibantu oleh R.P. Suroso, Otto Iskandardinata, dan Buntaran Martoatmojo. Barisan pelopor berkembang pesat hanya di perkotaan. Organisasi ini mengadakan pelatihan militer bagi angotanya meskipun hanya menggunakan senapan dari kayu dan bambu runcing. Anggotanya sangat heterogen karena ada yang terpelajar, berpendidikan rendah, bahkan tidak pernah mengenyam pendidikan sekalipun. Tokoh yang pernah menjadi anggotanya adalah Supeno, D.N. Aidit, Johar Nur, dan Asmara Hadi. 

Dengan adanya organisasi ini, nasionalisme dan rasa persaudaran di lingkungan rakyat Indonesia semakin berkobar. Organisasi ini di bawah naungan Jawa Hokokai. 

d) Hizbullah Pada 7 September 1944, Perdana Menteri Jepang Kaiso mengeluarkan pernyataan tentang pemberian kemerdekaan untuk Indonesia karena kekalahan Jepang ada di mana-mana sehingga Jepang mengalami berbagai kesulitan. Cara yang ditempuhnya menambah kekuatan yang sudah ada, yakni membentuk pasukan cadangan khusus dari pemuda-pemuda Islam sebanyak 40.000 orang. Bagi Jepang, dibentuknya pasukan khusus Islam ini digunakan untuk membantu dalam pemenangan perang Jepang. Tokoh-tokoh Masyumi menyambut antusias pembentukan pasukan khusus Islam ini dan tentu saja sambutan itu disambut gembira pemerintah Jepang. Tujuan Masyumi membentuk organisasi ini adalah untuk persiapan menuju cita-cita kemerdekaan Indonesia. Maka, pada 15 Desember 1944, Jepang membentuk organisasi baru berupa pasukan sukarelawan Islam yang dinamakan Hizbullah (tentara Allah) yang dalam istilah Jepangnya disebut Kaykio Seinin Teishinti. Tugas pokok Hizbullah adalah sebagai berikut. 

-Sebagai tentara cadangan. 

-Melatih diri baik jasmani maupun rohani dengan giat. 

-Membantu tentara Dai Nippon. 

-Menjaga bahaya udara dan mengintai mata-mata musuh. 

-Menggiatkan usaha-usaha untuk kepentingan tugas perang. 

Sebagai pemuda Islam dengan tugas berikut. 

-Menyiarkan agama Islam. 

-Memimpin umat Islam agar taat menjalankan agama Islam. 

-Membela agama dan umat Islam Indonesia. 

Agar organisasi berjalan lancar, maka dibentuk pengurus pusat Hizbullah dengan ketuanya K.H. Zainul Arifin, wakil ketuanya Moh. Roem, dan anggota pengurusnya antara lain Prawoto Mangun Sasmito, Kia Zarkasi, dan Anwar Cokroaminoto. Para pelatihnya berasal dari komandan-komandan Peta dan di bawah pengawasan perwira Jepang. Kapten Yanagawa Moichiro, yakni seorang perwira Jepang, akhirnya memeluk Islam dan menikahi gadis dari Tasik. Dalam pelatihan, selain keterampilan militer juga kerohanian. Keterampilan fisik militer dilatih oleh para komandan Peta, sedangkan bidang mental kerohanian dilatih oleh K.H. Mustafa Kamil (bidang kekebalan), K.H. Mawardi (bidang Tauhid), K.H. Abdul Halim (bidang politik), dan K.H. Tohir (bidang sejarah). Pelatihan Hizbullah di Cibarusa itu ternyata membentuk kader pejuang yang militan serta menumbuhkan semangat nasionalisme para kader Hizbullah. Setelah pelatihan di Cibarusa itu mereka kembali ke daerah masing-masing dan membentuk Hizbullah di daerah sehingga Hizbullah berkembang dengan pesat. Para Hizbullah menyadari bahwa Tanah Jawa adalah pusat pemerintahan. Jika musuh sewaktu waktu menyerang, maka Hizbullah akan mempertahankan dengan penuh semangat. Semangat itu tentunya bukan karena membantu Jepang, tetapi demi tanah air Indonesia. Jika barisan pelopor di bawah naungan Jawa Hokokai, maka Hizbullah di bawah naungan Masyumi. 


Organisasi Militer 

a) Heiho

Heiho (pasukan pembantu) adalah prajurit Indonesia yang langsung ditempatkan di organisasi militer, baik angkatan darat maupun laut. Tujuan dari dibentuknya Heiho adalah membantu tentara Jepang. Anggotanya 42.000 orang, tetapi mereka tidak sampai berpangkat perwira karena perwira hanya untuk orang Jepang. Syarat untuk menjadi tentara Heiho antara lain 

1) usia 18 sampai 25 tahun, 

2) berbadan sehat, 

3) berkelakuan baik, dan 

4)berpendidikan minimal sekolah dasar. 

Adapun kegiatan pelatihan tentara Heiho adalah membangun kubu-kubu pertahanan, menjaga kamp tahanan, dan membantu perang tentara Jepang di medan perang. Contohnya, banyak anggota Heiho yang diterjunkan di peperangan melawan tentara Sekutu di Kalimantan, Papua, bahkan ada yang sampai ke Burma. Dalam organisasinya, tentara Heiho sudah dibagi-bagi menjadi kesatuan menurut daerahnya. Di Jawa menjadi bagian tentara Jepang ke-16 dan di Sumatra menjadi bagian dari tentara Jepang ke-25. Selain itu, tentara Heiho juga sudah dibagi menjadi beberapa angkatan, misalnya angkat darat, laut, dan kepolisian (kempeitei). Keterampilan khusus juga diberikan, misalnya bagian senjata antipesawat terbang, tank, artileri, dan pengemudi mesin perang. 

b) PETA 

Heiho sebagai bagian dari pasukan Jepang untuk menghadapi serangan Sekutu dipandang belum memadai. Oleh sebab itu, dibentuklah organisasi militer lain yang bernama Peta (Pembela Tanah Air). Para anggota Peta mendapat pelatihan militer karena organisasi ini organisasi militer. Semula, yang ditugasi melatih anggota Peta adalah seksi khusus dari bagian inteligen yang disebut Tokubetsu Han. Bahkan, sebelum ada perintah melatih Peta, Tokubetsu Han sudah melatih pemuda Indonesia untuk menjadi intelijen yang dipimpin oleh Yanagawa. Pelatihan pertama berlokasi di Tangerang dengan anggota 40 orang dari seluruh Jawa. Baru pada pelatihan tahap kedua, Jenderal Kumaikici Harada panglima tentara Jepang memerintahkan untuk membentuk Peta dan melatih Peta. Pada 3 Oktober 1943, secara resmi Peta didirikan dan anggota Peta berasal dari berbagai golongan, termasuk dari Seinendan. Dalam Peta sudah dikenalkan pangkat, misalnya daidanco (komandan batalion), cudanco (komandan kompi), shodanco (komandan peleton), bundanco (komandan regu), dan giyuhei (prajurit sukarela). Untuk mencapai tingkat perwira Peta, para anggota harus melalui pendidikan khusus. Pertama kali pendidikan dilaksanakan di Bogor dan setelah mereka lulus pelatihan ditempatkan di berbagai daidanco (komandan batalion) yang tersebar di Jawa, Madura, dan Bali. Dalam organisasi, Peta tidak seperti Heiho yang ditempatkan pada struktur organisasi tentara Jepang. Peta dibentuk sebagai pasukan gerilya yang melawan apabila terjadi serangan dari pihak musuh. Tegasnya, Peta dibentuk untuk mempertahankan tanah air Indonesia dari serangan Sekutu. Dalam kedudukan struktur organisasi, Peta memiliki kedudukan yang lebih bebas/fleksibel dan dalam hal kepangkatan ada orang Indonesia yang sampai mencapai perwira. Untuk itulah banyak orang yang tertarik untuk menjadi anggota Peta. Sampai pada akhir pemerintahan Jepang, anggota Peta sudah mencapai 37.000 orang di Jawa dan Sumatra mencapai 20.000 orang. Di Sumatra, nama yang terkenal bukan Peta, tetapi Giyugun (prajurit-prajurit sukarela). 

Orang-orang Peta inilah yang kemudian hari sangat berperan dalam ketentaraan setelah Indonesia merdeka. Tokoh terkenal Peta adalah Supriyadi dan Sudirman. 

Perlawanan terhadap Jepang secara Kooperatif Perjuangan secara kooperatif dilakukan oleh tokoh-tokoh nasionalis yang duduk di organisasi-organisasi bentukan Jepang. Melalui organisasi ini, mereka dengan rapi melakukan koordinasi-koordinasi agar rakyat bersatu untuk Indonesia merdeka. Dengan organisasi bentukan Jepang seperti Putera (Pusat Tenaga Rakyat), Sukarno, Hatta, Mas Mansur, dan Ki hadjar Dewantara membentuk empat serangkai untuk membangkitkan semangat nasionalisme bangsa Indonesia yang sempat luntur akibat tekanan dari kolonial Belanda. Sukarno dengan tidak ragu-ragu juga bekerja sama dengan Jepang agar perjuangan untuk Indonesia merdeka segera terwujud. Sikap Sukarno ini dimanfaatkan oleh pemerintah Jepang sebagai alat untuk memobilisasi rakyat karena Sukarno dianggap Jepang

sebagai tokoh yang paling berpengaruh terhadap rakyat. Akhirnya, antara Sukarno dengan Jepang saling memanfaatkan. Sikap Sukarno itu pernah dikecam keras oleh tokoh nasionalis lainnya, misalnya ketika Sukarno mendukung penerapan romusha dan bahkan ikut terlibat memobilisasi rakyat agar ikut romusha yang mengakibatkan mereka mati kelaparan, menderita penyakit dan meninggal, serta ditembak Jepang karena lari dari romusha. Karena kecaman keras dari beberapa pihak, Sukarno pernah berujar, “Aku telah mengorbankan hidupku untuk tanah ini … tidak jadi soal kalau ada yang menyebutku kolaborator Jepang … halaman-halaman dari revolusi Indonesia akan ditulis dengan darah Sukarno …. Sejarahlah yang akan membersihkan namaku ….” Untuk kepentingan Indonesia merdeka, Sukarno juga terlibat dalam persiapan kemerdekaan seperti BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau Dokuritsu Junbi Coosakai dan PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau Dokuritsu Junbi Inkai. 10. Perlawanan terhadap Jepang melalui Gerakan Bawah Tanah Gerakan bawah tanah di Indonesia tidak seperti gerakan bawah tanah di Eropa yang mengangkat senjata secara sembunyi-sembunyi. Gerakan bawah tanah di Indonesia artinya perjuangan yang dilakukan secara tertutup dan rahasia. Mereka, di balik kepatuhan terhadap Jepang, tersembunyi kegiatan-kegiatan yang menggerakkan rakyat untuk Indonesia merdeka. Walaupun akhirnya gerakan mereka diketahui Jepang dan organisasi yang mereka jalankan dibubarkan, tetapi peranan mereka sangat penting bagi Indonesia merdeka. Untuk lebih jelasnya, berikut ulasan tokoh-tokoh yang melakukan perjuangan bawah tanah. 

a) Kelompok Sukarni Sukarni adalah tokoh pergerakan pada zaman kolonial Belanda. Pada zaman pendudukan Jepang, Sukarni bersama Muhammad Yamin bekerja di Sendenbu (Barisan Propaganda Jepang). Sukarni juga menghimpun tokoh-tokoh pergerakan seperti Adam Malik, Kusnaini, dan Pandu Wiguna untuk terus mengobarkan perjuangan dan menggelorakan paham nasionalisme. Untuk menyamarkan gerakannya, Sukarni mendirikan asrama politik yang diberi nama “Angkatan Baru Indonesia” sehingga dapat mengumpulkan tokoh-tokoh penting seperti Sukarno, Hatta, Ahmad Subarjo, dan Sunarya. Keempat tokoh itu bertugas mendidik para pemuda tentang politik dan pengetahuan umum. 

b) Kelompok Ahmad Subarjo Pada masa pendudukan Jepang, Ahmad Subarjo bertugas sebagai Kepala Biro Riset Kaigun Bukanfu (Kantor Penghubung Angkatan Laut) di Jakarta. Di samping bekerja di lembaga itu, Ahmad Subarjo menghimpun tokoh-tokoh pergerakan yang bekerja di angkatan laut Jepang dengan mendirikan asrama pemuda yang bernama “Asrama Indonesia Merdeka”. Di asrama itu, Ahmad Subarjo menanamkan jiwa nasionalisme di kalangan pemuda Indonesia. 

c) Kelompok Sutan Syahrir Sutan Syahrir sangat yakin bahwa Jepang tidak akan menang perang melawan Sekutu. Untuk itu, menurut Syahrir, Indonesia harus segera merebut kemerdekaan pada saat yang paling tepat. Syahrir membuat jaringan-jaringan para pemuda yang mempunyai semangat nasionalisme tinggi, yakni para mahasiswa progresif. Ketika mendengar lewat radio bahwa Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu. Syahrir beserta pemuda lainnya mendesak kepada Sukarno dan Hatta untuk memproklamasikan pada 15 Agustus 1945. Karena Sukarno belum mendengar secara langsung penyerahan Jepang, maka Sukarno belum merespons secara positif. Lagi pula, Sukarno yang saat itu sebagai ketua PPKI dalam membuat keputusan harus sesuai prosedur, yakni adanya kesepakatan dari para anggota untuk Indonesia merdeka. 11. Perlawanan Jepang melalui Gerakan Bersenjata

Selain perlawanan dengan cara kooperatif dan gerakan bawah tanah, para tokoh pergerakan juga melakukan perlawanan dengan cara mengangkat senjata. Berikut tokoh-tokoh yang melakukan perlawanan secara fisik. 

a) Perlawanan Rakyat Desa Sukamanah di Tasikmalaya Perlawanan ini diawali dengan penolakan para santri di Pondok Pesantren Sukamanah Singaparma yang dipimpin oleh K.H. Zaenal Mustafa. Mereka menolak seikerei (sikap menghormati Tenno Haika dengan membungkukkan badan 90 derajat ke arah matahari terbit). Kewajiban seikerei ini menyinggung umat Islam karena termasuk perbuatan syrik yakni menyekutukan Tuhan. Selain alasan seikerei, K.H. Zaenal Mustafa juga sudah tidak tahan melihat penderitaan rakyat akibat penerapan romusha. Tanggal 25 Februari 1944, Kiai Zaenal memimpin perlawanan tetapi dapat dipadamkan pemerintah Jepang karena persenjataan yang tidak memadai. Banyak pengikut Kiai Zaenal yang terbunuh dan Kiai Zaenal sendiri tertangkap pada 25 Oktober 1944 hingga akhirnya dihukum mati Jepang.

 b) Perlawanan Rakyat Indramayu Peristiwa Indramayu terjadi pada April 1944. Pencetusnya adalah karena Jepang mewajibkan kepada rakyat untuk menyetorkan sebagian hasil panen padi dan pelaksanaan romusha yang telah mengakibatkan penderitaan rakyat. April 1944, mereka melakukan perlawanan di daerah Karangapel. Karena sifatnya spontan, maka perlawanan ini dapat dipadamkan pemerintah Jepang. 

c) Perlawanan Rakyat Aceh Perlawanan Aceh terjadi pada 10 November 1942 yang dipimpin oleh Tengku Abdul Jalil. Pemicunya karena tindakan sewenang-wenang Jepang terhadap rakyat Aceh. Usaha perundingan tidak berhasil sehingga Jepang menyerang di Cot Plieng. Tengku Abdul Jalil ditembak bersama pengikutnya ketika melarikan diri dari kepungan Jepang.

Informasi yang didapat dalam pertempuran itu, 90 serdadu Jepang tewas dan 3.000 rakyat Cot Plieng gugur di medan laga. 

d) Perlawanan Peta di Blitar Perlawanan dilakukan oleh Peta (Pembela Tanah Air), sebuah organisasi militer bentukan Jepang. Pemicunya adalah persoalan pengumpulan hasil panen padi yang diwajibkan Jepang kepada rakyat, romusha yang menyebabkan penderitaan rakyat, dan pelatihan Heiho yang keras di luar batas kemanusiaan. Alasan lain yang terungkap bahwa dalam Peta, pelatih militer Jepang bersikap angkuh dan selalu memandang rendah prajurit-prajurit Indonesia. Perlawanan dipimpin oleh anggota Peta komandan pleton (shodanco) yang bernama Supriyadi pada 14 November 1944 di Blitar. Perlawanan ini termasuk perlawanan yang terbesar dalam masa pendudukan Jepang di Indonesia. Meskipun perlawanan dapat dipatahkan dan pengikut Supriyadi dapat ditangkap, dilucuti, dan dihukum mati, tetapi perlawanan ini dapat membangkitkan semangat nasionalisme bangsa Indonesia untuk lepas dari penjajahan. Setelah perlawanan itu selesai, orang tidak tahu lagi di mana Shodancho Supriyadi berada. Jika Supriyadi ikut diadili oleh Mahkamah Militer Jepang dan mati dieksekusi, tidak ada saksi maupun catatannya. Kalau Supriyadi mati karena alasan lain, tidak jelas di mana makamnya. Sebaliknya, jika Supriyadi berhasil melarikan diri dan selamat, juga tidak seorang pun mengetahui di mana Supriyadi berada sehingga sampai sekarang keberadaan Supriyadi masih misterius. 

Pemberontakan Peta di Blitar ternyata jauh sebelum kejadian Sukarno sudah mengetahui rencana itu. Supriyadi dan kawan-kawan datang menemui Sukarno ketika Sukarno berkunjung ke Blitar. Supriyadi meminta restu kepada Sukarno akan melakukan pemberontakan. Ujar Sukarno, “Pertimbangkanlah masak-masak untung ruginya melakukan pemberontakan. Saudara masih terlalu lemah dalam kekuatan militer untuk melakukan gerakan semacam itu pada waktu sekarang.” Sukarno melanjutkan kata, “Kalaulah Saudara sekalian gagal dalam usaha ini, hendaknya sudah siap memikul akibatnya, Jepang akan menembak mati Saudara-saudara semua.” Begitulah, walaupun Sukarno sudah memperingatkan, Supriyadi dan kawan-kawan tetap melakukan pemberontakan. Akhirnya, ramalan Sukarno tepat, mereka tidak mampu melawan militer Jepang..

Kebijakan Jepang yang Melunak Karena Kalah Perang 1944, 

posisi Jepang dalam Perang Pasifik semakin terdesak. Sekutu di bawah pimpinan Jenderal Douglas Mac Arthur dengan strategi militernya berhasil merebut pulau demi pulau yang dikuasai Jepang sehingga Sekutu berhasil mendekati negara tersebut. 

Melihat situasi yang serba sulit, Jepang kembali berjanji memberikan kemerdekaan kepada bangsa Indonesia. Tanggal 7 September 1944, dalam sidang istimewa parlemen Jepang, Perdana Menteri Kuniaki Koiso mengumumkan sikap pemerintah Jepang bahwa daerah Hindia Timur (Indonesia) akan diperkenankan merdeka. Untuk membuktikan kesungguhannya, pada 1 Maret 1945, Letnan Jenderal Kumakici Harada sebagai panglima tentara Jepang di Jawa mengumumkan dibentuknya BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau Dokuritsu Junbi Coosakai. Badan ini bertugas menyelidiki berbagai hal terkait aspek politik, ekonomi, pemerintahan, dan lain sebagainya yang diperlukan bagi pembentukan sebuah negara merdeka. 

Badan ini diketuai oleh dr. Radjiman Wedyodiningrat dan wakilnya R.P. Soeroso. Anggota BPUPKI berjumlah 60 orang, di antaranya masuk juga wakil dari Tionghoa, Arab, bahkan peranakan Belanda dan tujuh orang sebagai anggota istimewa dari Jepang. Tanggal 29 Mei sampai 1 Juni 1945, BPUPKI bersidang untuk pertama kalinya. Dalam sidang tersebut, pada hari terakhir, yakni 1 Juni 1945, Sukarno mengusulkan rumusan dasar negara yaitu: (1) Kebangsaan Indonesia; (2) Internasionalisme atau perikemanusiaan; (3) Mufakat atau demokrasi; (4) Kesejahteraan sosial; (5) Ketuhanan Yang Maha Esa. 

Menurut ahli bahasa, rumusan ini kemudian diberi nama Pancasila. Meskipun demikian, sampai sidang terakhir belum diperoleh kata sepakat untuk menjadikan Pancasila sebagai dasar negara. Oleh karena itu, BPUPKI kemudian membentuk panitia kecil yang terdiri dari sembilan orang sehingga disebut Panitia Sembilan. Tugasnya adalah merumuskan dasar negara serta tujuan atau asas yang digunakan oleh negara Indonesia yang akan lahir. Pada 22 Juni 1945, Panitia Sembilan berhasil menyusun dokumen penting yang sampai sekarang digunakan, yakni preambule yang berisi asas Pancasila. 

Dasar negara yang merupakan hasil dari nilai-nilai yang digali Sukarno dari tradisi, adat istiadat, dan budaya Indonesia.  dan tujuan negara Indonesia merdeka. Rumusan itu dikenal sebagai Piagam Jakarta karena penandatanganannya bertepatan dengan ulang tahun Jakarta. Isi dari Piagam Jakarta itu adalah: 1) Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syareat Islam bagi para pemelukpemeluknya, 2) Kemanusiaan yang adil dan beradab. 3). Persatuan Indonesia. 4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, 5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. 

Selanjutnya, pada 14 Juli 1945, selaku panitia hukum dasar, Sukarno mengajukan rancangan dari isi hukum dasar tersebut yang terdiri dari tiga bagian yang meliputi: 

1. Pernyataan Indonesia merdeka. 

2. Pembukaaan Undang-undang Dasar. 

3. Batang tubuh Undang-undang Dasar. 

Rancangan pernyataan Indonesia merdeka diambil dari tiga kalimat awal alinea pertama dan rancangan pembukaan UUD, sedangkan rancangan pembukaan UUD diambil dari Piagam Jakarta. Setelah BPUPKI menyelesaikan tugasnya, badan ini dibubarkan pada 7 Agustus 1945 dan digantikan oleh PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau Dokuritsu Junbi Inkai. Anggotanya dipilih langsung oleh Marsekal Terauchi, penguasa tertinggi Jepang untuk wilayah Asia Tenggara yang bermarkas di Vietnam. Badan ini berangotakan 21 orang yang terdiri dari 12 orang wakil dari Jawa, 3 orang dari Sumatra, 2 orang dari Sulawesi, 1 orang dari Kalimantan, 1 orang dari Sunda Kecil, 1 orang dari Maluku, dan 1 orang dari perwakilan Tionghoa. Anggota tanpa sepengetahuan Jepang ditambah 6 orang di antaranya Sukarno (ketua), Moh. Hatta (wakil ketua), Soepomo (anggota), dan Radjiman Wedyodiningrat (anggota). Badan ini kemudian ditetapkan pada 9 Agustus 1945. Marsekal Terauchi kemudian mengundang tiga tokoh yang tergabung dalam PPKI, yakni Sukarno, Hatta, dan Radjiman Wedyodiningrat untuk datang ke markas pusat Jepang di Asia Tenggara, yaitu di Dalat, Vietnam Selatan. Dalam pertemuan itu, penguasa tertinggi Jepang untuk Asia Tenggara mengatakan akan memberikan kemerdekaan kepada bangsa Indonesia pada 24 Agustus 1945 dengan wilayah meliputi seluruh wilayah bekas Hindia Belanda

Sumber Referensi :

Kahin, George Mc Turnan. 2013. Nasionalisme Dan Revolusi Indonesia, Jakarta: Komunitas Bambu. 

Kasenda, Peter. 2015. Sukarno di Bawah Bendera Jepang (1942-1945). Jakarta: Kompas Media Sarana. 

Kurasawa, Aiko. 1993. Mobilisasi dan Kontrol: Studi Tentang Perubahan Sosial di Pedesaan Jawa, 1942-1945 (terjemahan). Jakarta: Grasindo. 

Lilik Suharmaji. 2018. Sejarah Indonesia Modern, Dari Imperialisme Kuno Sampai Pengakuan Kedaulatan RI, Yogyakarta: Lingkar Antarnusa. 

Lilik Suharmaji, 2019. Sultan Hamengku Buwono IX Keteladanan Sang Penjaga Gawang RI. Yogyakarta: Ombak. 

Lilik Suharmaji, 2021. Modul Ajar Sejarah Indonesia Materi Pendudukan Jepang di Indonesia. 

Peter Kasenda, 2015. Soekarno Di Bawah Bendera Jepang (1942-1945). Jakarta: Kompas. 

Ricklefs, MC. 2005. Sejarah Indonesia Baru 1200-2004, Jakarta: Serambi Ilmu Semesta. Ricklefs, MC. 2005. Sejarah Indonesia Baru 1200-2004, Jakarta: Serambi Ilmu Semesta. 

Ricklefs, MC. 2016. Sejarah Indonesia Modern, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. 


Link Literasi 

https://www.minews.id/kisah/pengaruh-restorasi-meiji-terhadap-kemajuan-jepang https://lensabudaya.com/restorasi-meiji-latar-belakang-dan-dampaknya/ https://tirto.id/sejarah-jepang-mendarat-dan-betapa-loyonya-knil-di-tarakan-dck https://www.kompasiana.com/roby_irzal_maulana/56d51497e2afbdda0c52734a/selamat-datang-saudara-tua https://www.harianaceh.co.id/2020/10/05/soekarno-juga-bertanggung-jawabuntuk-tragedi-romusha https://www.donisetyawan.com/perlawanan-yang-dipicu-penolakan-seikerei/ https://kelasips.com/organisasi-bentukan-jepang/

Soal Uraian:

  1. Jelaskan kondisi sosial dan budaya di Jepang sebelum dan sesudah Restorasi Meiji

  2. Mengapa Jepang sangat ingin menguasai Negara-negara di wilayah Asia ?

  3. Bagaimana Jepang bisa menjadi negara Industri dan apa tantangan yang dihadapi?

  4. Bagaimana Jepang masuk ke wilayah Hindia Belanda?

  5. Bagaimana Propaganda Jepang terhadap masyarakat di Hindia Belanda (Indonesia)?